3 - Darren's one fine day

5.5K 549 169
                                    

H-17

.

.

.

.

.

.

.

"Tunggu, kalau pada akhirnya keputusan mutlak ada di negara anggota tetap Dewan Keamanan, lah biar apa dong ada anggota yang lain? Pajangan doang gitu?" bisik Darren pada Jemin di sebelahnya mengomentari materi dari mata kuliah International Organization yang sedang diterangkan. Sebagai mahasiswa Hubungan International, Renjun memang gemar mempertanyakan hal-hal semacam ini. Tapi sayangnya, entah mengapa pertanyaan-pertanyaan kritis seperti ini tak pernah mau ia suarakan sendiri.

"Tsk, mana gue tau! Tanyalah sono ke Sir Jerry," decak Jemin sebal karena Darren malah mengusiknya yang sedang diam-diam teleponan dengan Lia menggunakan headset. Untung saja Jemin dan Darren duduk di barisan paling belakang sehingga tidak mungkin ketangkap basah.

"Ah, ogah," sahut Darren membiarkan pertanyaannya lalu begitu saja dan bersandar santai kembali di kursinya. Baru beberapa saat kemudian seseorang mengangkat tangan dan mengajukan pertanyaan yang sama dengan Darren.

"Pertanyaan bagus Jo, sekarang ada yang kira-kira bisa menjawab pertanyaan Jo barusan?" sang dosen malah melempar balik pertanyaannya kepada para mahasiswa.

Tsk, dalam hati Darren mendecih, "kan lo dosennya bambang, napa lo nanya balik?"

"Sir tahu ini ambigu tapi memang ini adalah satu-satunya cara paling baik di antara yang terburuk. Karena seperti yang kita tahu bahwa tidak ada kedaulatan yang lebih tinggi daripada kedaulatan negara sehingga..."

Dan kelanjutan penjelasan yang sudah Darren ketahui tidak akan memuaskannya berakhir hanya menjadi dongeng pengantar tidur di kuping Darren. Ada sedikit rasa bersalah jika tidur di tengah mata kuliah yang berlangsung, seperti membuang uang yang sudah mamanya usahakan untuk menguliahkan Darren. Namun apa daya, Darren sendiri juga suka sebal mendengar segala teori dan penjelasan yang berakhir dengan ambiguitas seperti ini. Satu kesimpulan yang ia pahami semenjak menjadi pelajar Hubungan International bahwa pada dasarnya tidak ada yang tetap dan mutlak. Semua berubah sesuai dinamika. Selayaknya kehidupan.

Satu sisi, Darren senang akan hal yang dinamis. Perubahan dan perkembangan yang terus terjadi membuat hidup Darren tidak akan monoton. Tapi terkadang Darren juga tidak suka dengan hal-hal yang tidak tertebak. Darren benci masalah, sebisa mungkin ia menjauhi segala konflik atau masalah. Ia hanya ingin menjalani hidupnya dengan tenang tanpa ada usikan. Tapi sekali lagi, hidup tidak sesederhana yang Darren mau. Dan yang bisa Darren lakukan ya hanya terus berusaha berjalan di jalan yang semestinya dengan resiko kecil.

Darren tidak peduli kalau dicibir sebagai manusia membosankan. Toh, yang menurut orang lain bosan nyatanya bisa membuat Darren tentram.

"Bisa-bisanya bikin kelas pengganti pas lagi uts begini, repot," decak Darren berbicara sendiri. Jemin sibuk pacaran, ia malas mengusik.

Segala penjelasan yang masih berlangsung tetap Darren dengarkan. Tapi tidak dengan konsentrasi penuh seperti sebelumnya. Sekarang, Darren mulai bosan dan memutuskan untuk mengecek ponsel pintarnya. Sebuah notifikasi yang belum ia buka dari seseorang yang mampu membuat segaris lengkungan tipis di wajahnya.

Line

Laura
Darren, kangen
*send a picture*
UTS-nya tadi susah banget

STUCKTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang