27 - developments

2.9K 427 146
                                    

"Ryuna, sorry uda bikin lo hadepin semua ini sendirian. Setelah ini, gue juga akan lakuin apa yang jadi bagian gue sebaik mungkin. Kita hadapin sama-sama ya?"

"Eh, jangan disenyumin doang itu makanan, dimakanin juga weh," ocehan bawel milik Denise itu sukse menarik Ryuna dari lamunannya akan ucapan Darren kemarin. Usapan lembut pada puncak kepalanya yang kemudian dilanjutkan dengan perbincangan masih terekam di memory Ryuna.

Akhirnya, kemarin Ryuna dan Darren bisa sama-sama duduk berdua, membicarakan dengan kepala dingin mengenai langkah apa yang seharusnya dan sebaiknya mereka ambil. Walau tidak serta merta menyelesaikannya, mengetahui bahwa dirinya tak akan menghadapi ini semua sendirian memberi sedikit kelegaan.

Di sisi lain, Ryuna tentu menyadari bahwa setelah ini akan ada lebih banyak hal yang harus mereka lalui.

Tapi sekali lagi, setidaknya ia kali ini tidak sendirian. Dan Ryuna rasa, untuk sekarang itu semua sudah sangat cukup.

"Den, ini aja gue belum tentu habis, makanya sebagian gue sisihin ke piring lain. Nah, lo kenapa malah main masukin balik itu makanan ke piring gue lagi sih? Uda dong please," ketus Ryuna menanggapi ocehan Denise. Denise tak bergeming, masih saja memotongkan daging dada ayam panggang dan memindahkannya ke piring makan Ryuna.

"Itu bahkan kurang buat porsi satu orang, Ryu. Lo kalau segitu aja gak habis, beneran Darren yang gue sambit sih habis ini," ancam Denise masih memaksa Ryuna.

Sebenarnya tidak heran kalau Denise jadi lebih cerewet terutama terhadap polah makan Ryuna. Porsi makan Ryuna itu terlalu sedikit untuk porsi satu orang, padahal Ryuna sekarang dalam kondisi mengandung dan tentu saja itu berarti Ryuna sekarang bukan hanya makan untuk dirinya seorang melainkan juga untuk kebaikan sang janin yang sedang berkembang.

"Kok jadi Darren yang kena!?" ketus Ryuna lagi.

"Kok lo jadi belain dia?!" balas Denise heran.

"Y-ya kan gak ada hubungannya!"

"Lah? Lo kan hamil gara-gara dia? Lo jadi susah makan, dikit-dikit ngeluh pusing kecapean, gampang mar– OH, lo dari tadi senyum-senyum sendiri gara-gara mikirin Darr–"

"Iya iya, nih gue makan, gue makan! Diem lo," debat hari ini dimenangkan oleh Denise. Ryuna memilih mengalah sebelum mulut Denise berucap semakin jauh. Bisa bahaya, ini masih di wilayah kampus tau!

"Nah gitu, calon pon–"

"Tsk! Denise, we're in campus duh!" tegur Ryuna melotot sebelum Denise berbicara lebih lanjut. Cukup tadi saja Ryuna agak telat menyadari keteledoran mulut Denise. Bisa bahaya kalau ada yang dengar!

"Oops, my bad," Denise ikut terkaget. Hampir saja ia memperumit masalah sahabatnya sendiri.

Nasib baik, pagi ini mereka memilih untuk makan di kantin belakang kampus yang memang lebih jarang didatangi mahasiswa. Hanya ada beberapa pedagang makanan dan petugas kebersihan saja yang sedang sibuk dengan urusan mereka sendiri.

Ryuna dan Denise pun kembali sibuk dengan urusan masing-masing. Ryuna sibuk berusaha menghabiskan makanannya, Denise sibuk mengetik tugas yang belum ia kerjakan sambil sesekali melirik untuk memastikan Ryuna menghabiskan makanannya.

"Tsk! Makan nya niat dikit dong, Ryu! Lo bukan cuma makan buat diri lo doang sekarang, come on!" rengek Denise gemas dengan kelakuan Ryuna.

"Tapi gue kenyang, Denise," keluh Ryuna memelas dengan pipi gembilnya karena mulut yang masih penuh makanan.

"Kok lo jadi sok imut gini dah?" salah fokus, Denise justru mengomentari hal yang lain.

"Ih gak nyambung! Uda ah, gue capek ngunyah, uda enek juga gue asli," tegas Ryuna lalu melepehkan makanan yang sedang ia kunyah ke piring.

STUCKTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang