29 - i'm an uncle!

3.2K 461 96
                                    

Suara detak jam dinding terdengar begitu jelas seiring berlalunya waktu, seakan berlomba dengan detak jantung Darren yang saat ini sedang menunggu di lobby studio lokasi pemotretan Laura.

"Loh loh? Darren kan? Kok di sini sendirian? Kenapa gak langsung samperin Laura ke talent room aja?" Kelly, selaku manajer Laura yang kebetulan lewat di depan Darren langsung menyapa.

"Gak apa-apa, Kak. Di sini aja, tar malah ngerecokin," balas Darren disusul dengan tawa canggung andalannya.

"Tapi Laura tau kan kamu di sini?" tanya Kelly memastikan dan diangguki oleh Darren.

"Yauda, aku bantu panggilin dia lagi deh. Keasikan ngobrol kayaknya sama Natty dan temen-temen dia yang lain di Talent Room. Tunggu ya," ucap Kelly kemudian berangsur pergi menuju Talent Room di mana Laura berada.

Benar saja, tidak lama kemudian batang hidung Laura, si gadis kesayangan Darren akhirnya terlihat. Ia menghampiri posisi Darren dengan agak terburu-buru, merasa tak enak sudah membuat Darren menunggu.

"Darren! Maafin aku, lama banget kah kamu nunggunya?" tanya Laura merasa bersalah.

Darren menggeleng sembari menepuk pelan puncak kepala Laura, "it's okay. Gimana? Kamu uda berberes?"

Laura mengangguk lalu langsung menggandeng lengan Darren untuk segera melangkah pergi. Meski senyum itu masih bertengger nyaman di wajah cantik Laura, ia tak bisa menutupi raut lelahnya.

Mengetahui itu, Darren semakin merasa jahat karena apa yang akan ia katakan pada Laura tidak akan membuat hari panjang Laura membaik.

Setibanya di depan pagar rumah Laura, Darren bisa merasakan pelukan Laura pada pinggangnya perlahan terlepas. Meninggalkan Darren dengan sebuah rasa kekosongan. Entah mengapa, perjalanan kali ini terasa singkat buat Darren.

"Jauh juga ya perjalanannya, kamu mau masuk dulu aja gak? Habis ini kan kamu harus lanjut jalan lagi ke tempatmu," tawar Laura yang langsung ditolak secara halus oleh Darren.

"Oh, okay. Kalau gitu, kamu hati-hat–"

"L-laura, kita perlu bicara," sebelum Laura berpamitan, Darren menyela terlebih dahulu.

Ya, setidaknya kini ia sudah mengantar Laura sampai ke depan kediamannya dulu dengan selamat sebelum ia menyampaikan apa yang sedari lama sudah ia gumulkan pada Laura.

"Hm? Ngomongin apa?" tanya Laura polos.

"Buka dulu helm kamu, Laura," ucap Darren lalu membantu Laura melepas helmnya dan merapikan sedikit rambutnya. Kebiasaannya setiap kali mengantar Laura.

Ah, Darren mungkin akan merindukan hal ini.

"Hehe, emang sengaja nunggu kamu yang lepasin," gumam Laura tersenyum jahil.

Darren tak merespon, hatinya sudah tenggelam akan rasa bersalah melihat Laura yang masih bisa melempar senyum kepadanya.

STUCKTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang