11 - aftermath

3.7K 422 202
                                    

Darren semenjak Sabtu pagi kemarin hingga hari ini masih belum bisa tenang. Rasanya seperti ada yang mengganjal di pikiran Darren sejak ia sadar bahwa ia sudah meniduri seorang perempuan.

Ayolah, ini kali pertama Darren melepas keperjakaannya. Wajar kan Darren masih shock?

Maka dari itu, Darren mengajak Jemin membolos mata kuliah pertama untuk melipir ke spot favorite mereka, yaitu rooftop kampus. Jemin tentu dengan senang hati menyanggupi ajakan Darren. Lagipula, Darren tak yakin ia bisa berkonsentrasi jika dipaksa belajar sekarang.

Untung saja hari ini matahari tak sebegitu terik sehingga dua sahabat ini betah saja mengobrol di rooftop bermodalkan bangku reot dan peneduhan seadanya.

"Nak Darren, berhubung kita sudah di kursi panas, jadi kamu langsung to the point aja sedang ada masalah apa?" Jemin bertanya dengan berlaga seperti dukun FTV azab yang sering ia tonton bersama ibu di rumah.

Darren hanya memutar matanya bosan untuk menanggapi candaan garing Jemin barusan. Apa Jemin tidak lihat kalau Darren sedang tidak ada mood untuk bergurau?

"Hehe, hargain kali usaha gue buat ngehibur lo," keluh Jemin memukul lengan Darren sekilas.

"Ogah, biar lo kapok ngejayus," cibir Darren.

"Tsk, bangke lo! Uda, sekarang lo cerita kenapa komuk lo dua kali lebih kusut dari biasanya? Ini ada hubungannya sama pertemuan dengan Mama lo kemaren-kemaren?"

"It didn't end well as I expected, gak heran dan gak kaget lagi walau tetep aja nyakitin," sahut Darren saat Jemin mengungkit perihal pertemuan makan malamnya dan Mama.

"Sesuatu yang dari awal hopeless kayak gitu uda gak usah dibahas lagi," tambah Darren sebelum Jemin sempat memberi respon.

Darren tak bohong. Ia sudah hidup lama bersama luka penolakan di hatinya. Membahas kembali  kehancuran hatinya kemarin tak akan mengubah apapun.

Keputusan wanita tersebut sudah final.

Dan juga, kini ada problema baru yang menghigapi pikiran Darren. Sial!

"Gue sebenernya mau nanya sesuatu ke lo, Jem," ungkap Darren dengan agak ragu.

"Tanyalah cepet," Jemin gemas sendiri dengan Darren yang bertele-tele.

"Lo sama Lia uda pernah sejauh apa kalau lagi berduaan?" pertanyaan itu keluar dengan mulus dari bibir Darren.

Satu detik.

Dua detik.

Tiga detik

Empat detik.

Di detik ke lima, Darren baru saja akan menarik pertanyaan tadi dan meminta Jemin melupakannya saja tapi sang lawan bicara akhirnya bersuara.

"HAH!? Lo gak salah nanya!? Kucrut, apa urusan lo mau tau gue uda sejauh apa sama Lia!?" protes Jemin agak tak percaya ditanyai Darren seputar hubungannya dengan Lia, sang pacar kesayangan.

"...gue tuh lagi bingung," lirih Darren menggaruk tengkuknya yang tak gatal.

"Bingungin apaan? Lama-lama gue ikutan bingung sama ke-randoman lo yang nanya ginian tiba-tiba," tanggap Jemin.

"Lo jawab dulu, lo uda sejauh apa sama Lia?"

Jemin terdiam sejenak untuk memicingkan tatapan penuh curiga ke arah Darren. Butuh beberapa detik sampai akhirnya ia menjawab, "gue sama Lia paling jauh cuman pegangan tan-"

STUCKTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang