Manik mata Ryuna menatap kosong dari kamar riasnya ke pemandangan di lounge khusus bagi para anggota keluarga kini berada. Dua keluarga yang sebentar lagi akan dipersatukan lewat ikrar pernikahan antara dirinya dan Darren nanti nampak membaur dengan cukup baik. Terima kasih untuk kesupelan Mami, suasana sama sekali tak terasa tegang di sana.
Semua terlihat selayaknya dua pihak keluaga pada pernikahan biasa. Ya, setidaknya begitu kalau dilihat dari permukaan.
"Tegang banget nih ye," ledek Denise, sahabat yang ia tunjuk untuk menjadi pengapitnya hari ini. Denise terlihat menawan dengan gaun putih, riasan wajah yang sesuai dan sebuah mahkota kecil untuk memperlengkapi sanggulan rambutnya.
"Insom gue," keluh Ryuna, disusul helaan nafas berat, berharap dapat meringankan beban tak kasat mata yang terus membelenggu dirinya.
"Jangan terlalu kebawa stress, Beb. Look around you, everybody's look genuinely happy! Nyokap lo sama laki lo juga bestie banget tuh gue perhatiin," hibur Denise sembari terus bersolek di depan cermin, masih mengagumi kecantikkannya hari ini.
Mendengar ujaran Denise, Ryuna hanya dapat meringis dalam hati.
Denise dan para tamu yang akan menghadiri pernikahannya nanti tidak pernah tau bahwa Papa –bahkan sampai hari ini, hari pernikahannya– masih selalu menatapnya dengan tatapan sarat rasa kecewa, dan memperlakukan Ryuna seperti orang asing.
Tidak ada yang tahu juga kalau Sang Nenek dari pihak Papa bahkan menolak untuk hadir jika saja Mama tidak memohon-mohon dulu padanya.
Oh, dan seandainya mereka semua tau isi pikiran Ryuna seiring semakin dekatnya ia dengan pernikahan.
Kontrak brand ambassador dengan salah satu produk kosmetik lokal yang baru saja dibatalkan.
Teater kelas yang akan berjalan tanpanya dan pengulangan mata kuliahnya nanti.
Teman-temannya yang sudah akan berangkat untuk student exchange di semester depan di mana harusnya ia bisa ikut serta namun harus batal.
Kandungannya yang akan mulai membesar nanti.
Status baru dan membagi kehidupannya dengan orang lain.
Keterikatan.
Tanggung jawab.
Rasa bersalah.
Dan, masih banyak yang mengganjal di sana sini. Ryuna benci itu. Pernikahan seharusnya menjadi hari terindah bagi setiap perempuan, bukannya menakutkan, iya 'kan?
Oh, come on! You don't deserve it, syukurin aja udah mau dinikahin! Batin Ryuna memaki dirinya sendiri.
Toktok!
"Wuidih, si ganteng," pekik Denise menyambut kedatangan Darren yang tadi menginterupsinya dengan ketukan pada daun pintu ruang rias Ryuna yang tak tertutup.
"Hi, Den," sapa Darren. Pemuda itu tiba dengan setelan kemeja putih dan dasi hitamnya. Rambutnya juga sudah di-gel rapi ke belakang, memamerkan dahi mulusnya yang mempertegas ketampanan Darren.
"Lo berdua mau ngobrol kah? Gue cabut dulu deh ya kalau gitu ke seberang. Darren, don't ruin Ryuna's make up! Seenggaknya jangan sekarang, nanti malem aja," peringat Denise sembari berangsur berjalan ke luar dan menutup pintu demi memberi privasi bagi Darren dan Ryuna.
"Well, halo gantengnya Denise," gantian Ryuna menyapa Darren dengan senyuman kecilnya. Darren mendengkus kecil mendengar bagaimana Ryuna menyapanya.
"Kenapa ke mari? Is everything fine?" lanjut Ryuna mempertanyakan kedatangan Darren. Ia raih kedua tangan sang pemua untuk ia genggam.
"Just want to check up on you, we barely see and talk with each other along the week, iyakan?" Darren balas menggenggam dan mengecup sekilas punggung tangan Ryuna yang sudah terbalut sarung tangan pengantin.
KAMU SEDANG MEMBACA
STUCK
RomanceWARNING 21+ 🔞 Tentang Darren Gautama, mahasiswa biasa yang menjalankan hidupnya dengan biasa saja. Bagi Darren, dirinya hanyalah seorang figuran dalam panggung kehidupan. Tapi tak apa, selama semuanya berjalan lancar, ia tidak pernah berharap menja...