36. UGD

42 2 0
                                    

Suara injakan kaki pada anak tangga terdengar. Lama-kelamaan, suara itu meredup dan tidak terdengar lagi. Aulia bangun dari posisi tidurnya dan mengambil kertas di dekat pintu.

              +330**** this is my number.

              Minggu depan datang ke pertandingan basket, ya!

              Senin: 4 pm

              Venue: lapangan basket Comprehensive

              Aulia hanya membaca dan meletakkan kertas itu di atas meja. Basket? O iya, dia ikut ekstrakurikuler basket. Sudah bukan hal asing lagi karena dia pun menyadari kalau dia juga pernah lihat Victor bermain basket di jam ekstrakurikuler. Hanya Aulia yang selama ini asal mendaftar ekstrakurikuler tetapi tidak pernah datang. Dia mendaftar ekstrakurikuler Photography di mana dia sendiri tidak  tertarik dengan kamera. Saat itu dia hanya ingin memenuhi syarat sekolah kalau setiap murid harus mengikuti ekstrakurikuler minimal satu macam.

              Daripada dia harus berurusan panjang dengan sekolah, dia memilih untuk asal pilih tetapi tidak datang. Sudah berulang kali juga dia dihubungi oleh para anggota ekstrakurikuler itu hingga pembimbingnya, Mr. Charles. Namun ia tak menjawabnya sedikitpun sampai tidak pada akhirnya klub itu sudah angkat tangan. Tidak ada lagi yang menghubunginya. Pasti, mereka juga sesungguhnya tidak terlalu berharap untuk mengingatkan Aulia supaya mau gabung; hanya sebuah perintah dari Mr.Charles untuk mencoba mengajak Aulia datang. Sudah jelas mereka juga melihat Aulia yang selalu menyendiri dan tidak mau berkomunikasi dengan siapapun.

              Hembusan nafas panjang terdengar. Dia tidak ingin merespon Victor apalagi datang ke pertandingan. Apa gunanya aku datang? Dia menang atau gak juga tergantung dari dia sendiri. Dia kembali membaringkan dirinya. Perut terasa meminta diisi tetapi hati meminta untuk tetap seperti ini. Aku sakit dan masuk UGD juga enggak masalah untuk Papi.

***

Sendu. Sudah berapa lama pria ini bersembunyi di tempat ini, ia sendiri tidak menghitungnya. Kegiatannya pun selalu sama. Hanya memakan makanan instan dan meminum minuman beralkohol. Tidak ada toko yang menjual makanan dan minuman di dekat sini tetapi dia selalu membelinya setiap seminggu sekali. Setiap dia perjalanan ke toko itu melalui bus, penumpang lainnya selalu memperhatikannya dan menjauhinya seperti 'jijik' untuk berada di dekatnya yang selalu terlihat kusam dan tidak terawat. Rambutnya pun sekarang sudah mulai memanjang dan berantakan. 

Dia tak peduli dengan perlakuan itu selama dia bisa membeli makanan instan dan minuman itu, dia sudah puas. Dia pun meras lebih tenang saat menyendiri di tempat sunyi ini daripada harus berhadapan dengan orang lain seperti di angkutan umum itu. 

Hari ini aktifitasnya tetaplah sama. Hanya tiduran, makan mie instan, dan minum minuman beralkohol. Tidak ada rasa bosan ataupun jenuh dalam menjalani rutinitas ini. Tiba-tiba sesuatu terasa berbeda hari ini. Ada suara teriakan seorang anak perempuan yang sangat tidak asing terdengar dari depan pintu masuk.             

"Papi! Aku dapat rangking satu! Lihat deh rapot Aulia!" Suara itu terdengar dari luar. Edgar kira itu hanya perasaannya. Ingin kembali fokus menyendiri dan tidak diganggu oleh siapapun. Biarlah Aulia bersama Aloys dan Carole dulu. Dia memakai earphone dan mendengarkan lagu untuk mengalihkan perhatiannya.

              Waktu terus berlalu. Edgar masih tiduran dan mendengarkan musik. Posisi yang sama dengan Aulia lakukan biasanya. Di tengah dia mengingat posisinya yang mirip dengan Aulia, tersungging sebuah senyuman kecil. Lalu dia menggulingkan badannya ke arah kanan.

              Keesokan harinya, Aloys tidak hanya mengetuk tetapi juga menggedor pintu itu. Seperti memaksanya untuk membukakan pintu.

              "EDGAR! Go to hospital right now!"

Sorakan kalimat itu berulang kali terdengar dari dalam. Di tengah dia mengucapkan yang ke-empat, pintu terbuka. Tangan Aloys menggenggam pergelangan tangan Edgar dengan kencang dan menariknya untuk ikuti langkahnya. Memaksa dia masuk ke dalam mobil dan menyetir mobil dengan kencang. Mereka berhenti di rumah sakit terdekat.

              Aloys menurunkan Edgar di pintu UGD terlebih dahulu sebelum memparkirkan mobil. Edgar hanya berdiri di dekat pintu UGD untuk menunggu Aloys.

***

Di balik tirai terlihat seorang gadis yang belum sadarkan diri. Tangan kanannya diinfus. Aloys dan Carole menjadi lebih tenang saat dokter berkata dia hanya kurang makan dan minum. Tidak ada yang serius. Meski tidak berbahaya untuk Aulia, mereka juga menjadi geram dengan perbuatan Edgar pada puteri tunggalnya.

Aloys membentak Edgar dengan kencang. Perhatian orang-orang di ruang UGD menjadi terfokus pada mereka sesaat. Salah satu perawat berusaha meleraikan pertengkaran itu. Lebih tepatnya menenangkan emosi Aloys dan Carole. Edgar hanya diam dan memandang ke bawah. Tidak ada keberanian untuk membalas tatapan Aloys.

Perawat satu lagi datang. Dia memotong pembicaraan mereka.

"Excuse me. Are you Aulia's guardian?"

"Yes, we are."

Mendengar Aulia sudah sadarkan diri, Aloys dan Carole langsung membuka tirai itu dan melihat Aulia. Edgar hanya berdiri di kejauhan karena merasa gagal sebagai seorang ayah. Merasa egois dan juga depresi. Mengapa mereka yang menjadi korban ketidakpekaanku pada situasi? Kenapa harus mereka yang mengalami semua itu? Kenapa bukan aku? Setelah isterinya yang meninggal karena dia yang kurang sigap untuk melindunginya, saat ini, anaknya masuk rumah sakit karena kecerobohannya.

Mata Aulia memandang padanya dengan kesedihan dan kekecewaan. Tidak layak lagi dia membalas tatapan itu. Tanpa pamit, ia pergi meninggalkan mereka di sana dan kembali ke villa itu.

***

Di dalam sebuah ruangan yang hangat, suara pantulan bola terdengar berulangkali. Semua yang sedang bermain di lapangan basket saling berusaha mempertahankan tim masing-masing untuk memegang bola itu. Baru pertandingan pertama antar sekolah, mereka sudah mendapatkan saingan yang tidak mudah. Persaingan ketat antar tim membawa ketegangan bagi para penonton.

Tempat duduk penonton berada di sebelah timur. Setiap baris memiliki tinggi yang berbeda agar tidak saling menutupi. Semua penonton mendukung sekolah mereka masing-masing; berharap sekolah mereka yang meraih kemenangan. Victor mengenakan seragam warna hijau tua yang melambangkan warna andalan sekolahnya. Dia berada di pinggir kanan ring bola dengan tujuan akan mengalihkan perhatian musuh ketika bersiap melemparkan bola ke dalam ring.

Waktu pertandingan terus berjalan. Victor berlari mencegat musuhnya. Tangan mereka terlihat saling berebut bola tanpa ada yang mau mengalah.

"PPRRRIIITTT"

Waktu telah habis. Pertandingan akan dilanjutkan 15 menit setelah ini. Victor dan teman-temannya kecewa melihat selisih angka yang hanya sangat tipis. 12 tim sekolah Victor dan 14 tim musuh mereka. Mereka tidak mengangka juga di pertandingan pertama akan bertemu dengan musuh seperti ini.

Sebotol minum air mineral dipegang oleh Victor. Tutup botol itu ia buka dan dalam beberapa detik, air yang ada di botol habis. Air minum di botol ini terasa tidak cukup bagi para pemain basket. Dengan saling berebut, mereka mengambil minuman air mineral yang ada di dalam kardus.

Victor berhasil mendapatkan satu botol lagi. Dia menghabiskan setengah botol lalu mengarahkan pandangannya pada tempat duduk penonton. Sangat susah mencari satu orang dari antara kerumunan sebanyak itu. Apakah dia datang? Harapan ini sangat ia impikan untuk saat ini. Kehadiran seseorang yang seperti penyemangat baginya.

Lost Daddy (completed)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang