33. Takdir

27 2 0
                                    

Di balik kedekatan Victor dengan Aulia, dua orang gadis terus memperhatikan mereka dari kejauhan. Terutama saat melihat Victor ikut menikmati permainan dentingan piano dari lentikan jari Aulia kemarin. Emma semakin tidak tahan melihat kedekatan mereka. Seperti ada ketidakadilan dengan kenyataan ini. Gadis yang sangat sombong dan menyebalkan justru dapat menarik perhatian Victor lebih daripada dirinya. 

Apakah yang menarik dari perempuan itu?  Emma selalu menanyakan hal ini di dalam hatinya. Chloe selalu hanya terdiam sambil memperhatikan Emma sejak mereka diam-diam memperhatikan hubungan dua orang itu. Tangan Emma mengepal dengan kencang karena tidak dapat menerima kenyataan. Victor dan Aulia berduaan di ruang musik. Victor menepuk pundak dan merangkul Aulia yang sedang duduk di dekat piano. Seperti sepasang kekasih tetapi Emma dan Chloe sendiri tidak tahu jika mereka sudah berpacaran atau belum. Emma tidak ingin berkesimpulan kalau mereka sudah berpacaran. (Meski sesungguhnya mereka memang belum jadian. )

Emma dan Chloe diam-diam terus memperhatikan Victor. Emma menjadi curiga semenjak Victor mencari tahu mengenai Aulia. Dia juga pernah melihat mereka berdua duduk di bawah pohon. Ingin mendatangi mereka tetapi melihat mereka yang menjadi sangat dekat sudah menjadi hal yang sangat menusuk hatinya. Sudah sejak awal bersekolah di sini dia berusaha mendekati Victor. Memperhatikan Victor. Mencari-cari perhatian Victor. Mengapa justru anak itu yang mendapatkannya!!!??? Emosi yang ingin sekali ia sampaikan pada Victor. Dia menahan semua perasaan ini. Berusaha mendapatkan Victor dengan caranya sendiri.

 Chloe yang berdiri di belakang Emma hanya diam dan memperhatikan kepalan tangan Emma. Sejak awal dia tahu kalau Emma sangat menyukai Victor. Chloe mensupportnya. Tetapi takdir tidak sejalan dengan mau mereka. Apakah masih bisa menarik Victor supaya mau dengan Emma?

  Mereka hanya terdiam. Emma membalikkan badannya dan menarik Chloe berjalan kembali ke kelas. Di tengah perjalanan mereka ke kelas, bell tanda istirahat selesai berdenting.

 Emma duduk dan berdiam. Chloe tidak berani mengganggunya sedikit pun. Dia mengenal Emma. Jika saat ini dia menyentuh Emma sedikit saja, emosinya akan meledak. Daripada menjadi keributan di kelas, diam seperti ini akan jauh lebih baik. Chloe ikut kembali ke tempat duduknya. Buku pelajaran kimia ia ambil dari dalam tasnya. Meski tangannya meletakkan buku itu di atas meja, matanya tetap memandang Emma. Dia kasihan dengan Emma tetapi tidak tahu harus berbuat apa.

 Di belakang mereka, Victor baru saja masuk melalui pintu kelas dekat mereka. Emma, acuh tak acuh, hanya berdiam. Ia berpura-pura tidak melihat cowok itu.

***

 Rintik hujan terdengar dari dalam ruangan. Aloys sedang duduk menggosok botol wine dengan kain berwarna cokelat tua. Aloys dan Carole menyadari bahwa ada perubahan lagi pada Aulia. Aulia tidak lagi mau menjawab sambutan mereka seperti saat itu. Semua kembali seperti sedia kala. Hanya ada perkembangan sekali dan itu tidak ada lagi efeknya dengan kondisi saat ini sama sekali. 

 Apakah yang sebenarnya sedang Aulia alami? gumam Aloys. Carole datang dari dapur sambil membawakan secangkir kopi hangat. Dia meletakkan kopi itu pada meja yang berada di dekat Aloys. Aroma kopi itu sangat nikmat bagi Aloys. Membuat dirinya merasa lebih tenang dan mengurangi sedikit rasa letih dan kantuknya sejak tadi. 

 Aloys meletakkan botol anggur itu kembali pada tempatnya. Tempat botol itu berada tidak jauh dari tempat dia duduk saat ini. Berada di rak belakang Aloys pada rak ke-tiga dari atas. Dia membalikkan tubuhnya dan mengambil secangkir kopi hangat capuccino. Seteguk kopi sangatlah menghangatkan tubuhnya dari udara dingin luar sana.

  Carole melihat seseorang datang dan membuka pintu masuk toko mereka. Dahinya mengerut. Matanya membesar. Mulutnya pun terbuka sedikit; tanpa ada suara apapun yang diucapkan. Reaksi yang sama juga terlihat pada wajah Aloys. Dengan kopi yang masih ada di genggamannya, perhatian dia teralih sepenuhnya pada pria itu.

   "Edgar..."ucap Aloys terhenti dengan sendirinya. Kedua kalinya Edgar datang di tempat ini. Ada banyak yang ingin ia ucapkan dan pertanyakan tetapi semua terhenti di tenggorokan.

***

Edgar menutup kembali pintu masuk. Tidak tahu lagi harus memberikan ekspresi seperti apa pada mereka. Ingin senyum tetapi ia merasa tidak layak untuk menunjukan senyum itu. Ingin menangis untuk menunjukan rasa penyesalan, sayangnya, semua sudah terlambat. Dia tahu Aulia menjadi seperti itu bukan hanya karena kepergian Kanna. Setelah dia renuungkan semuanya kembali, dialah yang membuat Aulia menjadi seperti ini. Terlalu terbawa perasaan depresi dan putus asa hingga menyendiri selama bertahun-tahun dengan makanan dan minuman seadanya yang dia beli dari sisa tabungannya. Berpikir jika uang tabungannya habis karena ini, biarlah dia mati dengan perlahan-lahan. Tetapi, tabungan dia tidak pernah habis. Dia tahu Aloys mentransfer setiap bulan pada tabungannya.

"Dad... Mom..."Sebuah penyesalan besar terlihat dari raut wajahnya. Aloys dan Carole masih tercengang dengan semua ini.

"Sorry..." lanjut Edgar dengan melipat lututnya dan bersujud di hadapan mereka berdua. Hanya ini yang dapat dia berikan sebagai tanda penyesalan atas semua itu.

"Ed.. gar..." Melihat Edgar berlutut seperti ini membuat mereka berdua semakin terkejut. Belum pernah mereka melihat anak mereka memohon hingga seperti ini. Aloys membuka bagian meja yang dapat dilipat untuk berjalan ke tempat Edgar bersujud. Disusul dengan Carole di belakang.

"Ayo berdiri Edgar."ujar Carole.

Tetap dalam posisi sama. Edgar tidak memberikan respon sedikit pun. Dia tetap menatap ke bawah. Air matanya menetes hingga jatuh pada lantai kayu ini. Setetes demi setetes berlanjut. Aloys memeluknya dari depan serta Carole memeluk dari belakangnya. Tangisan penyesalan yang dalam. Tanpa harus diucapkan dengan kata. Tanpa harus disampaikan dengan penjelasan. Mereka mengerti arti tetesan air mata yang dalam ini.

Suara rintikan hujan masih terdengar. Hanya bergerimis di luar sana.

***

Murid-murid semua berjalan keluar dari kelas masing-masing. Ada beberapa yang juga sudah berjalan di depan pintu gerbang sekolah ini. Ada juga yang berdiri di dekat pintu gerbang untuk menunggu temannya. Berkumpul sesaat sebelum melakukan aktifitas mereka yang selanjutnya. Sebagian berencana untuk pulang, beberapa berencana untuk belajar bersama, dan ada juga yang berencana untuk jalan-jalan atau menongkrong bersama. 

Namun perlahan-lahan sebuah rintikan hujan merusak keramaian ini. semua yang ada di luar segera mencari tempat teduh. Suasana luar sana menjadi sepi. Aulia juga merasa tidak nyaman dengan rintik hujan ini. Dia berencana ingin menikmati kenyamanan pohon itu kembali tetapi tidak mungkin juga dia dapat memanjat di dalam kondisi luar yang basah karena hujan ini. Aulia merasa sebal karena tidak dapat ke tempat persembunyiannya. Hujan telah merusak kenyamanannya.

"huft!" desah Aulia.

Dia mengambil payung lipat yang ada di dalam tasnya. Payung lipat berwarna biru tua dengan sedikit garis vertical berwarna kuning menjadi terlihat dengan jelas. Dia menggunakan payung itu untuk berjalan pulang ke rumah. Semoga aku tidak diminta menjaga toko.

Sepatu yang dia kenakan juga menjadi basah karena jalan yang sudah terlanjur basah akibat gerimis yang tak kunjung usai sejak jam istirahat tadi. Udara juga menjadi terasa dingin. Aulia tidak membawa jaket karena tidak kepikiran akan turunnya hujan ini. Masih untung dia selalu menyediakan payung lipat di dalam tas ranselnya.

Dia menarik pintu toko yang terbuat dari kaca itu dan melangkahkan kaki masuk ke dalam toko. Payung kembali dia lipat dan pintu kembali ia tutup. Tiga orang sedang berlutut dan berpelukan. Dua orang memeluk seorang yang sangat tidak asing bagi Aulia. Baru saja dia tidak sengaja bertemu dengannya kemarin. Mengapa aku harus melihatnya lagi? Dia tidak ingin melihat Edgar sedikitpun. Ingin rasanya memusnahkan orang itu dari hidupnya.

"Au..li.. a..."ujar Aloys.

Hening. Edgar dan Carole ikut menoleh ke belakang melihat Aulia. Mereka semua jatuh dalam pikiran masing-masing. Sepatah kata tidak ada yang diucapkan. Suasana tidak nyaman ini sangat ingin dia hindari tetapi juga dia tunggu selama bertahun-tahun.

Lost Daddy (completed)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang