Suara dentingan piano ini tidak biasa. Sebuah penghayatan yang kuat dari Aulia sungguh merubah situasi mereka. Victor bertepuk tangan. Aulia kembali menoleh pada Victor.
Tangan Victor berhenti bertepuk dan dia memegang pundak Aulia.
"Sorry."
Aulia memalingkan wajah kembali pada piano.
"Tentang apa?"
"Kemarin. Aku gak bermaksud tinggalin kamu karena kuliah."
Aulia hanya diam. Mendengar kalimat itu, Aulia tahu kalau ada sedikit kesalahpahaman dengan hal ini. Tidak salah jika Victor mengira karena masalah studinya tetapi yang lebih membuat Aulia tidak suka adalah saat Aulia melihat Victor mengobrol dengan Edgar. Dia kembali cuek pada Victor. Victor berusaha lagi untuk meminta maaf karena masalah persiapan dia untuk kuliah nanti. Dia sendiri juga masih tidak tahu jurusan apa yang akan dipilih apalagi universitas.
Topik ini membuat Aulia semakin gemas karena Victor tidak juga sadar tentang kesalahannya yang kemarin. Gadis ini paling tidak suka melihat masalahnya dengan Edgar diikutcampuri oleh siapapun.
"Kenapa kemarin kamu dekati dia?" Tanpa berbasa-basi, dia langsung menanyakannya.
"Dia siapa?"
"Edgar."
"Itu...." Victor tidak tahu harus berkata apa untuk beralasan.
Aulia berdiri dan berjalan ke pintu keluar. Tangannya memegang ganggang pintu. Sebelum dia membuka pintu, dia berkata, "Gak perlu ikut campur dengan urusanku dan dia. He is not my dad anymore and it's not your problem!!"
Terdiam. Bingung dengan reaksi apa yang harus dia sampaikan. Ia juga sadar kalau ia tidak memiliki hak untuk ikut campur dengan urusan mereka. Mendengar cerita dari sisi Edgar, dia tahu kenapa Aulia sangat membencinya. Edgar sendiri mengaku kalau ia juga tidak bisa mengampuni dirinya sendiri.
Aulia membuka pintu dan menutupnya dengan kencang. Suara bantingan pintu terdengar dengan kencang. Victor hanya duduk di tempat duduk itu dan menutupi wajahnya dengan kedua telapak tangannya.
"I shouldn't came to him yesterday." Dia juga tidak mengira Aulia melihatnya datang berbincang dengan Edgar.
***
Di tengah kebimbangan dia memilih masa depan, sebuah kesalahan besar telah dia lakukan pada orang yang dia cintai. Hatinya terus menerus menjadi tidak tenang. Ibunya menyarankan dia untuk kuliah di Strasbourg sedangkan saat ini, terasa berat untuk meninggalkan Aulia. Apakah sebuah kesalahan besar untuk mencoba mendekati perempuan itu? Victor tidak mengerti lagi dengan ini.
Dia sendiri yang awal mula suka mencari tahu dan mendekati Aulia tanpa berpikir bahwa dia akan melanjutkan akademisnya di kota lain. University of Strasbourg menjadi salah satu impian ibunya saat kecil. Beliau berhasil masuk ke universitas itu dengan jurusan economics and management. Oleh sebab itu beliau juga berharap Victor dapat menjalankan jurusan yang sama.
Victor menjadi berpikir ulang dalam permintaan Beliau ini. Beliau juga baru saja menyampaikan impian ini beberapa hari lalu.
3 hari lalu..
Victor melihat uncle Nolan sedang melepaskan sepatunya di dekat pintu masuk. Beliau baru saja pulang dari kantornya. Victor sengaja menunggu beliau untuk membicarakan mengenai penjurusan kuliah ini. Dia tidak tahu harus memilih yang mana.
Victor meletakkan gelas minumannya di atas meja makan dan berjalan mendekati beliau. Tubuh beliau masih membungkuk. Kedua tangannya masih melepaskan sepatu hitam itu. Dia mendengar ada suara tapak kaki di dekatnya. Wajahnya yang sejak tadi menghadap ke bawah menjadi melihat pada wajah Victor.
Sepatu sudah terlepas dan beliau berdiri dengan tegak kembali. Baju berkerah berwarna hitam dengan simbol kepala singa berwarna kuning. Seragam yang selalu beliau kenakan setiap hari kamis.
"Hi, Victor."ujar beliau.
Victor mengangkat tangannya sebahu untuk menjawab sapaan itu.
"Hi, how's your day?"tanya Victor untuk memulai percakapan ini.
"Good. How about you?"
"I'm fine."
Pembukaan pembicaraan yang sangat umum. Victor ingin memulai topik yang dia ingin bicarakan.
"Can we talk for a few minutes?"
***
Nolan terheran dengan pertanyaan itu. Ada apa dengan Victor? Beliau menjadi khawatir kalau Victor sedang mengalami sesuatu.
"Yes, we can. Do you want to sit there?" Tangan kanan Nolan menunjuk pada sofa. Mereka pun berjalan dan duduk di sofa itu.
Victor mulai bercerita tentang kegalauannya memilih universitas apalagi jurusan kuliah spesifinya mau yang mana. Dia belum mengerti harus bagaimana serta.... dia tidak terlalu rela untuk meninggalkan Aulia. Sudah berminggu-minggu jerih payahnya dalam mendekati Aulia berjalan dengan baik. Sayang untuk dia tinggalkan. Apa Aulia tetap mau terima jika dia kuliah di luar Colmar?
Dia tidak menyebutkan bagian yang bersangkutan dengan Aulia.
"Kamu tertarik dengan pelajaran apa saat ini?"
Mendengar pertanyaan itu, Victor menjawab dengan jujur tentang pelajaran kesukaannya. Nolan menyarankan untuk mengambil akutansi, ekonomi, atau statistik. Jurusan engineering juga bisa tetapi ia tahu kalau Victor tidak terlalu suka mempelajari mesin. Karena itu, dia tidak menyarankannya.
Victor tidak ingin gegabah dan asal mengambil jurusan. Pilihan universitas yang dia tuju pun masih mengambang. Dia tidak tahu harus memilih universitas mana.
"by the way, are you still keeping in touch with Aulia?" Mulut Victor menganga. Dia tidak mengira Nolan akan membicarakan gadis itu.
"kind of."
Mendengar nama itu, dia semakin tidak tahu harus bagaimana. Tidak rela meninggalkan gadis misterius itu.
Nolan menjadi ingin tahu tentang hubungan mereka. Dia mencoba bertanya lagi.
"Apa kamu suka dengannya?"
Suka... kata ini yang menusuk pikiran dan perasaan Victor saat ini. Meringat usahanya sejak awal, dia tersadar kalau dia bukan hanya suka tetapi jatuh ke dalam cintanya pada Aulia. Seakan semua itu sudah membutakan mata hatinya ada orang-orang sekitarnya. Setiap hari, yang pertama dia ingin temui adalah gadis itu. Setiap jam istirahat, dia selalu mencari waktu untuk memperhatikannya dari jauh. Hanya melihat wajah manis perempuan itu, dia merasa lebih dari cukup. Lalu bagaimana kalau harus berhubungan jarak jauh? Apakah dia bisa?
Melihat ekspresi hening ini, Nolan tahu kalau Victor suka dengan Aulia. Dia mengedipkan matanya lalu berkata, "Kamu mau tetap kuliah di kota ini untuk mendekatinya? Atau..."
Victor semakin terdesak dengan pertanyaan itu. Jauh di lubuh hatinya, dia ingin untuk tetap di sini.
Apa lebih baik aku tetap di Colmar?pertanyaan itu menjadi pilihannya untuk saat ini.
"Whatever your choice, I know you have your own reason as you are not a child anymore. Just think carefully because it's crucial for your future."
Itulah kalimat terakhit dari Nolan. Nolan tidak menyarankan dengan pasti tetapi semua itu membuat Victor menjadi mulai ada gambaran. Dia berniat untuk menelepon orang tuanya setelah ini dan menceritakan keputusan ini.
KAMU SEDANG MEMBACA
Lost Daddy (completed)
Teen Fictionsebelum baca, jangan lupa follow akunku, ya! thanks ............................ Aku kira hidup bersama ayahku adalah keberuntungan tetapi tidak. Semua kebahagiaan telah sirna semenjak kepergian ibuku. Ayah menghilang tanpa alasan. Kakek berkata ba...