42. Permintaan maaf kedua

32 4 2
                                    

Ada satu hal yang terlewatkan saat ini. Pesan dari Edgar untuk Aulia. Belum juga dia berhasil menyampaikan pesan itu. Aulia juga justru ingin menghindarinya karena miskomunikasi kemarin. Semua chat whatsapp yang dia kirim tidak terbalas hingga saat ini. Hanya centangnya yang sudah berganti warna biru.

Sedikitpun, dia tidak melihat tulisan "typing" pada chat itu. Aulia sedang tidak ingin menggubris semua itu.

Victor menjadi semakin tidak tahu harus tetap melanjutkan studi di Colmar atau di tempat lain. Apakah Aulia masih mau menerimanya? Ataukah semua sudah usai saat ini juga? Kecewa dengan yang terjadi saat ini. Victor sendiri belum pernah jatuh cinta sedalam ini dengan seseorang. Tetapi apa dayanya jika Aulia tidak menginginkannya kembali?

Jika tidak ada Aulia, dia tidak lagi berminta melanjutkan akademisnya di Colmar lagi. Sejak orang tuanya membicarakan kalau mereka ingin ia lanjutkan di Strasbourg, dia juga menyetujui alasan itu. Hanya Aulia yang menjadi pergumulannya saat ini.

Meski pemandangan di balik kaca jendela terlihat cantik, hal itu tidak dapat mengalihkan pikirannya dari hubungannya dengan Aulia saat ini. Dia rindu bertemu dengan Aulia tetapi dia tidak menemuinya supaya hari ini Aulia menenangkan dirinya dulu.

Apa lebih baik aku lepas sekarang juga? Demi mencari masa depan yang lebih indah. Jodoh juga tidak akan ke mana-mana. Sekelebat kalimat itu terucap di dalam hatinya. Entah jodohnya adalah Aulia atau bukan, Victor sudah tidak ingin memaksakannya lagi. Perlu usaha yang keras juga untuk masuk ke universitas incaran itu. Siapa di sini yang tidak mau diterima di universitas besar seperti itu? Saingan pasti juga ketat. Belum juga kalau ada murid international yang ingin masuk ke sana. Dia juga sudah harus memikirkan masa depannya. Bukan waktunya bermain-main terus.

*** 

Seorang wanita memakai bando yang terlihat simple nan elegan sedang berdiri di depan sana. Dia mengajarkan pelajaran yang dipenuhi dengan rumus dan angka, matematika. Banyak murid yang sudah tidak lagi fokus dengan pelajaran ini. Mereka hanya menunggu dentingan bel jam istirahat segera berbunyi. Ada yang sudah kelaparan karena belum makan sejak pagi, ada juga yang sudah tidak sabar ingin mengobrol atau bermain dengan teman-temannya. Guru ini tahu tentang semua ini dari respon murid-murid yang sebagian besar sudah tidak lagi fokus pada pelajaran yang ada di papan tulis ini. Tetapi dia juga tidak bisa menunda karena dikejar oleh waktu untuk mempersiapkan murid-murid pada ujian yang akan datang. 

Akhirnya, bunyi bel terdengar. Saat ini sudah waktunya murid-murid beristirahat. Victor langsung cabut ke kelas Aulia untuk berpamit. Dia tidak ingin menjadi orang yang pengecut di mata Aulia. Tiba-tiba menghilang tanpa keterangan terlebih dahulu merupakan hal yang dia sendiri tidak sukai.

Murid-murid berkerumun satu dengan yang lain. Ada yang berbincang-bincang di dalam kelas, ada yang ke kantin, serta ada juga yang bermain sepak bola di lapangan. Semua menikmati aktifitas masing-masing. Victor tetap terus berlari ke kelas Aulia. Aulia tidak tampak. Dia tidak menemukannya di kelas. Di mana Aulia? Victor menjadi semakin heran.

Dia mencoba ke kantin. Keramaian murid-murid mengganggu perhatiannya. Dia kebingungan mencari satu orang di antara banyak orang seperti ini. Apa dia gak masuk sekolah hari ini? Victor menjadi khawatir Aulia sedang sakit.

Namun, tiba-tiba dia teringat ada satu ruangan tempat dia bertemu Aulia. Ruangan yang jarang dimasuki selain pada jam pelajaran musik. Berbagai macam alat yang meriasi ruangan memiliki keunikan suara sendiri-sendiri.

Dia bergegas pergi ke ruangan itu. Dua tangga sudah dia lewati. Ruangan dengan pintu yang kecil tetapi dikelilingi jendela terlihat dengan jelas. Pintu yang terbuat dari kayu berwarna cokelat muda. Tanpa memperhatikan lagi, ia langsung membuka pintu.

Lost Daddy (completed)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang