Part 54

66 24 1
                                    


Sungguh sialan perempuan barusan itu. Dia seketika membuat darahku mendesir sampai ke ujung kepala. Bagaimana bisa dia meremehkan penulis sukses dan Best Seller seperti aku ini? Seandainya bukan mirip Pita sudah ku cincang tubuhnya menjadi beberapa bagian. Dia harusnya hormat dengan orang yang menyapanya dengan baik. Tapi kebalikannya, sungguh kurang ajar, huft pengen ku tendang tubuhnya lalu aku lempar ke dasar sungai itu.

Betapapun dia harus memberi hormat, apa tidak pernah diajari sama kedua orang tuanya. Tapi ya sudahlah, anggap saja ini ujian kesabaran bagiku. Selebihnya kejadian barusan mungkin harus aku lupakan, sebelum emosiku menjadi-jadi setelah ini.

Awan gelap semakin menjamur di atas langitu. Aku tak bisa lupa dengan manis wajahnya yang menyerupai patung di dalam lautan. Sungguh betapapun waktu sudah membiarkan kami berpisah, tapi kenangan itu selalu hadir disaat hatiku memang benar-benar membutuhkannya. "Apa kamu lupa semua kejadian yang sudah kita lewati Pit?", wajahku lalu tersenyum manis, merobohkan tubuh yang semakin berumur ini ke alam mimpi. Sambil mendengarkan lantunan lagu nostalgia zaman dahulu yang selalu aku sukai sejak kecil.

Di dalam kenangan itu, aku selalu ingat akan wajahnya yang ludu dan pasi. Sorot matanya sudah bukan barang yang tak indah sama sekali. Kedua matanya adalah mutiara yang sangat indah untuk dimiliki. Meskipun sudah memiliki anak waktu itu, aku masih tergoda dengan lekuk tubuhnya dan bentuk harum rambutnya yang semerbak di dalam isi kepalaku. Lamunanku terus berjalan begitu saja, sampai terdengar bunyi Handphone yang tiba-tiba mengagetkanku saja.

"Pak Lara ada dimana?" aku masih berpikir, siapa yang menelponku dengan tergesa-gesa ini.

"Siapa ini? jangan dibiasakan tiba-tiba menyebut namaku, padahal nomor anda tidak tersimpan di Hp saya!"

"Oh ya? Maafkan saya Pak? Saya Anggi sekretaris baru di kantor," Aku baru ingat kalau memang kantor penerbit sedang memasukkan karyawan baru yang katanya canti itu.

"Oh kamu Anggi? ya kenapa?" 

"Bapak sejak tadi sore dicari orang dan katanya sangat penting buat Bapak!"

"Siapa orang itu?" aku agak curiga dan berdiri menepi di depan jendela kamar yang di depannya terhampar luas bintang-bintang malam.

"Kalau tidak salah namanya Angga, Pak! teman sekolah bapak kata orang itu!" Suara Anggi lalu kebingungan, ketika mendengarku tak mengucapkan satu kata pun ketika ia menjelaskan tentang nama orang tersebut.

"Pak?"

"Pak?"

"Pak?" Anggi masih memanggilku dengan suaranya yang serak basah itu.

"Angga katamu?"

"Iya Pak namanya adalah Angga! orang itu juga meninggalkan nomor teleponnya kepada saya, mungkin bapak berkenan mencatat nomor ini! Sepertinya orang itu sangat ingin bertemu dengan Bapak Lara," aku tidak bisa fokus dengan apa yang dikatakan oleh Anggi. Seketika aku meminta nomor itu kepadanya, dengan merapikan apapun yang sudah aku berantakkan barusan.

"Sebutkan nomor Hpnya segera Anggi!" 

"Iya pak," pikiranku seketika meloncat ke dalam ruang kenangan yang masih aku simpan erat sekali. Kenangan itu berupa kibaran api dan misteri atau rahasia yang ia masih simpan kepadaku. Seketika ujung kepalaku terasa begitu panas, saat Anggi mengirim nomor Hpnya kepadaku.

"Kenapa dia mencariku tiba-tiba begini? ada apa? Apakah ada sesuatu yang sangat penting untukku yang belum dia beri tahu?"

Apapun rahasia itu bukanlah omong kosong bagiku. Angga dan masa lalu itu seketika teringat dan mengibas seperti aliran darah yang begitu kencang. Apakah ada hubungannya dengan Pita selama ini? aku tak bisa membayangkan jika akan ada ledakan besar di dalam pembicaraan yang akan ia katakan padaku.

Segelas minuman soda aku teguk dan satu puntung rokok Dunhil menguap di antgara kamar-kamarku yang bagiku sudah berantakan ini. Akan ada cerita seru lagi di dalam hidupku ini. Aku sudah siap dengan segalanya yang akan kamu berikan Angga. Aku membuka Hpku dan mulai menelponya dengan sedikit perasaan yang gundah setengah mati. 

Dasar Angga yang tidak tahu diri. Sudah menjadi cerita jika masa lalu itu belum tuntas aku berikan kepadanya. Ia kabur dan membiarkan rahasia tertutup dengan begitu saja. Dan tiba-tiba ia datang untuk bertemu denganku? dasar kurang ajar! aku tersenyum licik sambil membiarkan malam menjadi misteri yang tidak bisa terduga selanjutnya.

KENANGAN (TAMAT)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang