Part 19

201 80 4
                                    

Cinta adalah pengorbanan
Jika kau tak bisa berkorban
Maka cintamu
Hanya sebatas bualan saja

Cinta adalah pengorbananJika kau tak bisa berkorbanMaka cintamuHanya sebatas bualan saja

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Pita

Ia masih membolak-balik matanya di hadapan orang orang di dalam perpustakaan ini. Setiap orang punya cara berbeda, dan setiap orang di perpustakaan ini mempunyai tujuan yang juga berbeda dari kita berdua ini.

Ia melirik sebentar, dan memulainya dengan sedikit ragu.

"Kau sudah siap?"

"Aku sudah siap sejak kau ingin mengatakan nya kawan," ku peluk buku Masnawi ini, sambil membayangkan jika cinta Tuhan akan datang semuanya.

"Ini dua tahun yang lalu, sore itu disebuah gang sempit, aku melihat angga dan pita berdua!" ia sambil menahan napas panjang, dan membiarkan kenangan itu terjadi lagi. Membiarkan kita berdua sempoyongan seperti habis mabuk alkohol.

"Jangan lakukan itu Ga! Aku tak suka perlakuan mu ini," suara itu melawan, tapi perlawanan itu tak menghasilkan apa-apa. Sebab kekuatan yang jelas berbeda.

Tubuh mungil dan indah itu pun terhina, di sore itu. Setelah angga melumatnya habis, sampai ia menangis di samping gang di belakang tembok yang kekar.

Aku yang melihatnya merinding. Sekujur tubuhku, seperti kehilangan nyawa sesaat setelah melihat adegan ini.

"Apa aku menghampiri pita sekarang juga?" pikirku di dalam hati.

"Ah jangan, ntar aku dikira pelaku dari semua ini," aku harus hati-hati, mengendapkan semuanya pada satu sosok gadis bernama pita.

"Jadi benar apa yang ditakutkan lara tentang angga! Dia ini cowok brengsek, yang suka memainkan cewek!" aku kesal, sambil menghela napas panjang.

Aku segera menghindar, di sekitar toko bangunan yang ada di samping gang itu. Angga melewati ku, raut wajahnya yang penuh napsu begitu bringas.

"Semoga ia tak melihatku barusan!" aku usap dadaku, dan berjalan mengintip di gang itu lagi.

Pita masih menangis, ia merapikan bajunya dan rambutnya yang acak-acak kan. Sambil mengusap air matanya yang jatuh di permukaan jalan yang berdebu.

"Apa yang harus ku lakukan saat ini?" aku menjadi bingung saja. Entah apa yang terjadi jika ku tampakkan wajahku di hadapannya. Pasti dia akan malu, dan berlari tak menerima kenyataan ini.

Ku biarkan ia menyelesaikan semuanya, sampai ia mendongak ke atas, mencoba memasuki kesabaran tingkat tinggi.

Aku yang mengintip di celah gang, hanya bisa berharap ia tak melihatku saat ini.

"Kesucianmu sudah hilang Pit!" gerutuku di dalam hati.

"Kenapa kau menyia-nyiakan cowok baik seperti Lara? Dan malah memilih dekat dengan bajingan angga itu? Kau pasti menyesal mengalami dan menjalankan ini! Kau terjebak ke dalam permainanmu sendiri, dan kau harus menanggung semuanya sendiri pula!" aku hanya bisa mengeluh di dalam hati, dan membiarkan dirinya pergi sambil mengusap kedua matanya yang basah oleh air mata.

"Apa aku harus memberitahu Lara kejadian ini? Apakah tak bakal menyulut permasalahan baru, dan membuat gaduh semuanya?" aku duduk di samping toko bangunan, sambil memikirkan kemungkinan yang akan terjadi.

"Sepertinya jangan dulu, lebih baik aku simpan saja semua ini! Sampai Lara benar-benar paham jika antara dia dan Pita sudah lah bukan sebuah harapan lagi," lalu aku pergi, mencoba menoleh ke gang itu lagi. Membayangkan apa yang barusan terjadi.

"Angga kau bakal menerima balasannya!"

*

"Satu hal kawanku!" tiba-tiba lara menarik kemejaku, dan menatapku dengan mata tajam sekali.

"Kenapa tak memberitahu ku waktu itu! Biar ku habisi cowok brengsek bernama angga itu!" ia semakin memuncak emosinya. Topi yang ia pakai, sampai terlepas, sehingga rambutnya yang kumal dan panjang terlihat oleh para pengunjung di sini.

"Tenangkan emosimu kawanku! Aku selalu punya alasan di balik semua ini! Jika kau mendengarkan aku, makan aka ku lanjutkan, jika tidak kita akhiri pertemuan ini!"

Ia menantang ku, kedua matanya begitu tajam. Aku paham rasa kaget dan dendam itu memuncak.

"Katakanlah sesuatu tentang cowok brengsek itu!" ia lalu kembali duduk, dan kita berdua benar menjadi sorotan di ruang ini.

"Kita di perpustakaan kawan! Jika kau lakukan itu lagi padaku, bisa. kuhajar juga dirimu! aku paham emosimu, dan kau juga harus mendengar penjelasan ku!"

"Lanjutkan, maka akan ku dengarkan dengan baik!" ia lalu melirik ke pengunjung. Seolah ingin mengatakan jangan ikut campur urusan ini.

"Lupakan mereka!" bentakku di dalam hati ini.

"Satu peristiwa kecil barusan hanya satu dari masalah besar yang bakal dihadapi oleh Pita! Pita sangat menderita, dan sejak kejadian itu ia mau tidak mau menjauhimu! Dan menganggap jika dirimu adalah cowok menjijikkan yang harus dilupakan!" ia sedikit tersinggung.

"Apa?"

"Maksudku, Pita terpaksa melakukan itu semua kawan! Keadaanya dan tentu permasalahan keluarganya tak bakal bisa kau pahami! Kau berhak kecewa dengannya, tapi takdir membawanya untuk meninggalkan dirimu dan kota ini!" ia mulai gusar, otaknya hanya ada dua nama Pita dan Angga.

"Kejadian yang luar biasa dan memalukan martabat keluarganya pun terjadi!" aku gusar melanjutkan kata-kata ini.

"maksudmu apa?" ia sudah tak sabar.

"Pita hamil!"

"Apa? Kau pasti berbohong!"

"Kenyataan itu memang pahit kawanku, tapi ini adalah fakta yang ku dengar dari sahabat terbaik nya di sekolah!" lara tiba-tiba, membenturkan kepalanya di meja perpustakaan ini.

"Apa yang kau lakukan bodoh!"

"Sudah cukup, kalau kau tak berhenti maka kita pulang dan kita sudahi rahasia ini!" aku mengancamnya, dan ia pun berhenti seketika.

"Jadilah sedikit dewasa, kau tak seharusnya menyakiti dirimu sendiri seperti itu barusan!" aku mencoba menenangkan nya.

"Hei kawanku, semuanya demi kebaikanmu dan rahasia ini akan ku ceritakan semuanya! Juga tentang perkataan Pita kepada diriku, sebelum ia pindah ke kota yang lain dengan keadaan hamil! Kau seharusnya paham ini!" aku membentaknya, dan teman pustakawanku datang menghampiri kita berdua.

"Ada apa?"

"Hanya urusan penjantan yang kalah dengan nasibnya sendiri!"

"Maksudmu?"

"Senja bisa kah kau pergi sekarang juga? Ini bukan apa-apa, ia hanya mau menjadi gila sepertinya!" lalu lara menatapku dengan sayu.

"Maafkan aku kawan, lanjutkan lah! Akan ku dengarkan semuanya!"

"Kau bisa kembali ke tempat dudukmu senja," senja hanya diam dan menurut dengan kata-kata ku.

Semua memang menyakitkan, tapi kenyataan harus tetap diucapkan. Semuanya telah terjadi, dan Pita pun mungkin saat ini telah bahagia dengan penyesalan nya dahulu.

"Pita itu ternyata cewek sangat baik! Justru pengorbanannya yang membuat keadaan ini tak seburuk pemikiran ku kawan, kau harus memahami ini dulu! Memahami jika kenyataan adalah kepahitan yang ditunda-tunda," lara mendongakkan wajahnya, mencoba sadar dari emosinya sendiri.

"Ceritakanlah lagi, semuanya! Terutama Pita dan apa yang ia katakan padamu sebelum pindah!"

"Kau tak tertarik dengan angga?"

"Cowok bajingan yang mirip iblis!"

"Angga juga menghilang, ia tak bertanggung jawab dengan kehamilan pita!"

Lara menangis, membayangkan semua yang Pita tanggung selama ini.

"Kau pasti berbohong kawan!"

KENANGAN (TAMAT)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang