Kejujuran itu tak perlu alasan-alasan kejujuran hanya perlu kau diam dan menikmati pengkhianatan lebih dari apapun yang pernah kau alami
Tulisan ini melayang kemana-mana, tak menentu arah da waktunya. Sehingga aku juga dapat menyimpulkan, kehidupan waktu juga punya batasnya.Kenangan sudah tak berlaku lagi, isinya hanya kebobrokan dan keganjilan yang selalu aku simpan. Surat yang ayah tulis masih tersimpan rapi di dalam meja belajarku.
Hampir setiap malam, ku baca lagi, ada keanehan dan kegetiran seakan diriku sedang ada di dekat ayah pada waktu itu. Semuanya telah berubah sejak kematian ayah yang misteri.
Orang-orang di sekitar rumahku, seakan menyembunyikan rahasia. Mereka tahu satu hal, tapi mereka seperti bisu akan semua ini. Kebisuan yang tak bakal dapat aku cari lagi jawabannya.
Suatu ketika di malam yang dingin. Aku sengaja berjalan menyusuri sekitar rumahku dengan wajah kusut yang mengenaskan. Lampu jalanan memudar, melihat kepingan seperti palu di dalam usia.
Aku terheran-heran, saat orang orang sinis menatap diriku dari kejauhan, sampai seorang kawan kecilku, menyapaku dengan penuh kehangatan.
"Tumben keluar rumah Ra? mau kemana malam-malam seperti ini?"
"Oh kamu? Cuma mencari udara segar saja, aku jenuh dengan keadaan ini," ku harap ia mau bermain ke rumahku. Kawan lama yang sejak kecil selalu membantuku di dalam kesusahan.
"Kau udah lama tak ke kerumah! Ayo mampir ke rumah, tapi tak ada apa-apa loh?" aku berusaha tersenyum dengan tubuh yang sudah amburadul ini.
"Justru itu yang ku harapkan kawanku, banyak hal yang ingin ku cerita kan kepadamu! Semua ini terkait kematian ayahmu!" mendengar itu, aku langsung menarik tangannya, dan tergesa-gesa menuju ke rumahku yang tak jauh dari tempat kita bertemu barusan.
"Kematian ayah?"
"Kau mungkin sudah sadar keganjilan ini kan? Tapi rahasia ini adalah bukti yang disembunyikan! Kau harus tahu, karena itu ayahmu! Kebenaran harus dikatakan bukan?" ia menggebu-gebu, seakan apa yang dikatakannya adalah benar semuanya.
Lampu di dalam rumah mulai redup. Sehingga keadaan dalam samar-samar terlihat. Lukisan ayah terpampang syahdu, membuat kawanku ini menggigil melihatnya.
"Sudah lama aku tak kesini! Dan makin parah!" ia justru tertawa sambil bersender di sofa ruang tamu, sambil menatap segala isi rumahku ini.
"Maaf keadaannya seperti ini! Beginilah jika nasib ditinggal ayah dan ibu di usia muda kawanku!" ia menarik napas, dan bawakan ia kopi hitam, sambil kita terdiam sejenak memulai apa yang ingin ia katakan.
"Lalu?" aku berusaha memulainya.
Ia minum kopi itu, lalu menyenderkan punggungnya, bersiap-siap mengatakan apa yang seharusnya ku ketahui sejak dulu tentang kematian ayah.
"Yang pasti adalah ayahmu dibunuh! Aku melihatnya, dan aku masih menyimpan ketakutan ini sampai sekarang!" seketika udara kaku, aku tersentak dengan kenyataan yang benar-benar aku rasakan.
"Ternyata dugaan ku benar!" aku berontak, sambil memukul tembok rumahku.
"Boleh ku lanjutkan kawan? Aku ingin kau mengetahuinya, agar beban ini hilang dari masa depanku! Aku tak ingin terbayang kejadian di sore itu! Kejadian yang dalam hitungan detik bisa mengubah nasib keluargamu sampai sekarang ini!"
"Lanjutkan lah kawan, aku menerima semuanya dengan lapang dada," sejenak aku berpikir untuk melupakan Pita dan segala bentuk kerahasiaannya.
"Ayahmu seperti dibunuh oleh pembunuh bayaran, aku melihatnya di dekat sungai yang sepi! Dengan mengintip melalui celah tong sampah yang ada di sekitar lokasi! Ayahmu diracuni dari belakang! Aku rasa itu racun mematikan! Beberapa detik setelahnya ayahmu roboh, pingsan dan ditenggelamkan ke aliran sungai!"
"Secepat itu kah?" aku merasakan kesakitan yang ayahku rasakan waktu itu.
"Sangat cepat kawan, semuanya sudah direncanakan! Dan sepertinya pembunuh ayahmu semuanya sudah ahli dalam bidangnya!"
"Pembunuh bayaran maksudmu?" aku tawarkan sebatang rokok padanya, dan ia menolak secara halus.
"Aku sudah berhenti merokok," aku tersenyum. Itu keberhasilan yang menyehatkan.
"Jadi benar dugaan ku kawan, ayah memang dibunuh! Aku sudah menduganya sejak pertama kali melihat tubuh ayah! Tapi ibu menolak untuk melanjutkan kasus itu! Ibu ingin ayah segara tenang! Dan karena itu, rahasia ini bakal tetap menjadi rahasia!"
"Ibumu sangatlah sabar, aku juga sering melihat ibumu termenung di depan rumah sendiri, sambil berharap ayahmu pulang untuk memberikannya kecupan manis," semua tinggal kenangan saja.
"Kekuatan cinta memang luar biasa bukan? Untuk mencintai seseorang tak perlu kata-kata, kita hanya perlu fakta dan bukti yang sederhana!"
"Minumlah lagi mumpung masih hangat kopinya!" lalu kita berdua berbincang sederhana, aku tak begitu kaget. Tapi kepastian malam ini, membuatku legah, ayah menyuruhku untuk tak ikut campur. Baiklah Yah, aku akan sudahi rahasia ini, biarkan orang yang membunuh ayah sengsara selama lamanya.
"Apa kau tak ingin mencari tahu siapa dalang di balik kematian ayahmu Ra?" seketika kata-kata itu membangkitkan rasa curiga ku.
"Untuk apa aku harus membuktikannya dan mencarinya?"
"Tentu untuk ayah dan ibumu kawanku!"
"Ibu menyuruhku untuk tak usah memperpanjang semua ini, dan yang kau ketahui adalah kebenaran! Aku sungguh terkejut mendengarnya, tapi Biar lah Tuhan yang bakal membalas semua kejahatan mereka! Hidup mereka akan selalu dihantui kesalahan!"
"Tapi kawan?"
"Aku rasa sikapku jelas, dan kau tak bisa memaksaku untuk menyetujui apa yang kau harapan kan bukan? Sudahlah, semua sudah berlalu jadi kenangan!" aku berterimakasih padanya. Dan memohon agar ia paham keputusan ibu dan diriku ini.
Selembar mata itu hangus. Dan ku rasakan hujan semakin turun menjadi kenangan. Bersamanya, yang telah rapuh, yang telah jatuh ke dalam harapan palsu.
Aku sadar, jika rahasia di dalam hidupku adalah tentangmu. Tentang ketabahan jiwa yang memikat sukma.
KAMU SEDANG MEMBACA
KENANGAN (TAMAT)
RomanceAku tahu mencintaimu itu adalah takdir, meski sangat menyakitkan Lara menulis sebuah catatan kisahnya dengan seorang gadis bernama Pita Gora. Gadis dan cinta pertamanya yang membuatnya punya gairah hidup dan membuatnya hancur lebur. #melodylan (ran...