Part 9

279 133 22
                                    

Cemburu berlebihan itu baik
Buat kesehatan jiwa dan
Rasa saling mencinta
XxxX

Jadi waktu ku saat ini terbagi menjadi tiga. Sekolah, cinta dan keluarga. Tak mengenakkan, tapi itulah realita, dimana khayalan hanya dinikmati dalam mimpi dan angan saja.

Semua berjalan tak lagi normal. Sekolah sudah membosankan, meski ujian kelulusan sudah di depan mata, belum lagi urusan cinta pertama yang menjengkelkan, Pita selalu membuatku cemburu. Ia sadar, walau aku hanya dapat melihatnya dari kejauhan saja.

"Ingat ibumu adalah prioritas utama saat ini!" Kata-kata malam itu yang membuatku jarang bertemu dengannya.

Sesekali menyapanya, memandangnya yang suka memakai sweater panjang yang ia tutupi dengan aroma tubuhnya yang harum.

Hanya itu yang bisa ku lakukan saat ini. Sedangkan keadaan ibu masih tetap tak pasti. Ibu kadang sadar akan meninggalnya ayah, kadang lupa jika ayah meninggal.

Jadi hampir setiap hari ku lakukan hidup ku seperti ini. Dan dari dua hari yang lalu, sehabis pulang sekolah menjelang sore. Aku bekerja, sebagai pengangkut pasir di sekitar tempat ayah ku bekerja dulu.

Meski peluh keringat bercucuran deras, tapi ku nikmati semua pekerjaan ini demi ibu. Sebab, aku lah satu-satunya harapannya di masa depan. Tak ada lagi yang ia harapkan selain diriku ini.

"Hei?" Kerumunan siswa pulang sekolah membuat sesak nafasku.

"Pulang sama siapa?" Pita seperti menunggu jemputan seseorang.

"Seorang teman," jawaban yang ku ragukan kejujurannya.

"Mau pulang bareng?"

"Sama siapa?" Tanya pita sedikit menggoda.

"Sama aku tentunya, mau tidak?" Ku tawarkan dengan tulus, meski bersamaku hanya dengan berjalan kaki.

"Maaf ya lara? Dia sudah di belakangmu sekarang, jadi aku sudah janji bakal pulang bersamanya saja," seketika ku tolehkan wajahku, ternyata ada sosok lelaki tinggi, putih, tampan, dengan setelan jaket parka hijau army yang membuatnya semakin gagah.

"Angga!" Ia memperkenalkan dirinya dan mengajakku bersalaman.

"Kamu kira aku menerima ajakan perkenalan mu ini?" Wajahku tajam memandang sorot mata lelaki ini.

"Aku murid baru di sekolah ini, jadi tak ada salahnya kan?"

"Apa aku bertanya padamu? Dan aku tak peduli dengan jawabanmu barusan!"

"Baiklah, anggap saja kita sudah setuju untuk saling berkenalan!"

Mendengar jawabanku, pita terlihat kecewa. Wajahnya menunduk, lalu ia berkata.

"Aku pulang dulu ya? Maaf," pita meninggalkan diriku sendiri. Ia menaiki motor lelaki bernama Angga tersebut.

"Untuk apa semuanya ini, jika ajakan ku saja tak kau terima! Justru malah menerima ajak orang baru yang belum tentu baik dan jujur padamu!" Ku lempar tas ku, yang membuat isi pulpen dan buku-buku sekolah yang tak berguna berserakan.

Seketika kelakuanku ini mengundang orang lain untuk melihat aku.

"Apa lihat-lihat!" Aku membentak mereka dengan berani.

"Dasar aneh," satu-satu kata itu hadir lagi. Aku mungkin terlahir dari keanehan, juga dengan keluargaku yang hidup dalam kenyataan yang aneh.

Ku terdiam sejenak. Mendung tiba-tiba datang menutupi langit siang ini. Aku langsung teringat ibu, buru-buru ku pungut lagi buku-buku ku, dan berlari sepanjang jalan menuju rumah yang tak begitu jauh dari sekolah ku.

KENANGAN (TAMAT)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang