Part 45

40 29 0
                                    

Setiap kesalahan manusia pasti mempunyai jalan keluar, kecuali masalah itu tak pernah dimaafkan oleh yang tersakiti


Setelah merasa baikan tubuh ini, maka aku keluar rumah sakit dan kembali memasuki rumahku yang terasa sangat kurindukan sekali. Seperti sudah beberapa bulan tak kesini lagi, padahal hanya beberapa hari untuk meninggalkannya. Indra masih membantuku dan selalu memberikan apapun yang memang ku butuhkan. Ia tak pernah mengeluh, justru sebaliknya ia selalu membantuku tanpa pamrih.

Kapan lagi aku mempunyai sahabat sebaik dia? Mungkin tak bakal lagi, bisa ku temukan sahabat sepertinya di kehidupanku yang kedua. Aku percaya dengan renkarnasi, hidupnya kembali manusia ke dunia baru. Kenapa aku percaya? Sebab aku selalu merasa melihat dan memerhatikan hewan-hewan di sekitar rumahku. Meskiupun sepertinya dulu pernah ku bunuh karena satu hal, tapi hewan itu kembali dengan tubuh yang sama. Tentunya aku merasakannya dengan jelas.

Jadi aku percaya dengan kehidupan lain setelah kehidupan ini. Mangkanya aku selalu berdoa jika di kehidupan baru itu, aku ingin menjadi pendaming hidup Pita dan kedua orang tuaku utuh selamanya bersamaku dan tentunya Indra yang baik hati masih menjadi teman baikku. Semua doaku aku tuangkan dengan sangat baik dan jujur. Aku ingin jika masa depan setelah ini adalah jalan menuju kebaikan dari hidupku.

Sebab sudah banyak kekecewaan yang telah ku perbuat kepada ayah dan ibu juga kepada Indra dan Pita. Aku hidurp perlahan udara di dalam rumahku ini. Pikiranku menjadi heran, kok sudah rapih dan bersih?

"Tetangga d sebelah rumahmu yang membersihkannya, aku meminta bantuannya! Tentunya juga aku bayar!"

"Bu Retno maksudmu?"

"Ya!"

"Naskahku di mana?" seketika aku teringat akan harta karun yang ku tulis dengan darah dan air mata itu. Kepalaku menengok kepayahan dan sambil berjalan gusar.

"Tenang saja kawan! Naskahmu sudah ada di kantorku, kalau kau ingin besok kita kesana! Semua sudah ku urus untukmu!"

Indra sangatlah baik, setelah apa yang telah ku tuduh kepadanya. Kenapa ia sangat baik sekali? Aku sering bertanya-tanya dengan tujuan tak ingin berpikir buruk kepadanya. Aku arahkan tanganku ke tangannya, berjabat tangan dan mengucapkan terimakasih sebesar-besarnya.

"Sungguh aku ucapkan banyak-banyak terimakasih kawanku! Apa yang haru ku balas untuk kebaikanmu ini? Katakanlah!"

"Kau cukup membalasnya dengan memberiku kopi hitam sedikit manis dan kita duduk di depan rumahmu sambil melanjutkan semua rencana bukumu itu! Bagaimana sederhana kan?"

"Kau duduk saja di depan!"

Dalam banyak hal, memang Indra masih terlalu misterius untuk dianggap sebagai sahabat terbaik. Tak bisa ku pungkiri jika dulu ia juga mencintai Pita. Terlihat dari raut wajahnya yang sedih dan murung ketika aku berjalan dengan Pita berdua saja. Ia lebih memilih menghindar ketika Pita datang dan berbicara denganku.

Karena itu aku merasa jika Indra juga mencintainya. Aku sadar akan hal itu, apakah karena itu ia masih selalu berbuat baik kepadaku? Banyak kemungkinan dan kemungkinan itu adalah yang paling mendekati. Ia mungkin merasa bersalah ketika tak bisa menghilangkan rasa cintanya kepada Pita. Dan menganggap jika gara-gara dirinya Pita pergi meninggalkanku.

"Kalau benar dugannku ini, sungguh drama sekali hidup kita!" aku tertekekeh di dalam dapur sambil mengaduk serbuk kop dan gula yang larut menyatu menjadi hitam pekat.

Merasa jika kebetulan di dalam hidup itu memanglah ada. Semua tak semerta-merta datang dengan tiba-tiba. Tuhan telah mengaturnya sama dengan gula dan bubuk kopi hitam ini yang membuat rasanya sangat menggoda. Udara yang sejuk dengan sepoi angin juga menyeruak ke dalam rumahku.

Untuk masih ada orang baik yang mau merawat rumah kumuh ini. Rumah yang dulunya sangat harmonis dan sejuk sekali. Tapi ku buat menjadi jelek dan menyeramkan. Indra duduk sambil membuka lembaran-lembaran, seperti sebuah catatan untuk bahan pembicaraan ini.

"Kau sudah benar-benar baik kan?"

"Ya bisa kau lihat sendiri kan? Menikmati teh hangat dulu ya? Kau minum kopi pahit ini khusus ku buat untukmu agar tak melulu nikmat dengan hidup!"

"Oh yayaya!" ia terkekeh dan melipat dasinya dan melepasnya lalu meletakkan dasai itu ke dalam saku celananya.

"Ribet dan gerah!"

"Menjadi manusia bebas mungkin bisa membuatmu tak ribet dan gerah lagi kawan!"

"Tapi manusia bebas tak punya tujuan jelas di hidupnya kan? Apa kau setuju kawanku?"

"Hahaha.... kau benar sekali! Menjadi manusia bebas mungkin bakal membuat dirimu menjadi seperti aku ini!"

"Hahaha...!"

Kita bercanda ria sambil memegang teguh persahabatan yang mulai hancur beberapa hari terakhir ini. Semua yang ku alami tak lagi sempat untuk ku pikirkan lebih jauh. Masih ada masa depan yang sangat cerah sekali, masa dimana umurku masih panjang dan mas dimana aku bisa menggapai cita-citaku menjadi seorang penulis.

Aku ingin Pita membaca karyaku itu, dan tentunya karya-karyaku yang lainnya juga ia baca. Indra sungguh baik hati, dan kedua orang tuaku juga berjasa membuatku sadar akan semua kebodohan yang telah ku perbuat sebelumnya.

Masa-masa suram itu sudah harus kulupakan, kututup dan kubuka lembaran baru ini. Cahaya matahari menyinari beberapa ranting pohon mangga yang tumbuh begitu lebat di depan halaman rumahku. Sudah seperti lama sekali, aku tak duduk di bawah situ. Terakhir kali ku mainkan gitar sambil menunggu ayah pulan bekerja. Yang dimana itulah hari terakhir aku melihat tubuh ayah ditemukan tewas di sungai.

Semua berlalu sangatlah cepat. Kisah ini mungkin akan segera berakhir, semua dan tentunya tentang perjalanan yang juga baru mulai kurangkak lagi. Tak ada hidup tanpa masalah, semua hidup adalah masalah dan masa itulah yang bakal membuat kita menjadi lebih dewasa dari sebelumnya.

Kita berdua menikmati ini semua dan tak ada kata lain selain bercanda sambil tertawa begitu kerasnya. Lalu bu Retno datang membawakanku makanan. Betapa lamanya sudah aku melewatkan masa-masa ini.

"Sudah boleh keluar, Nak? Ini ada sedikit makanan untuk mengganjal perut." Mata bu Retni sedikit berlinang, sebab ia tak bisa menjagaku dari amanah ibu.

"Ibumu sudah mengamanahkan kepadaku untuk menjagamu, Nak? Dan aku gagal, karena Nak Lara justru hidup sedih selama ini! Aku takut untuk datang kesini karena selalu tertutup rapat pintu rumah ini selama bertahun-tahun, maafkan saya ya Nak?"

Apa yang sebenarnya ku lakukan? Menutup rapat semua pintu rumah selama bertahun-tahun dan memupuk benci teramat dalam kepada hidupku sendiri. Aku tersenyum kepada bu Retno dan menyuruhnya untuk tidak merasa bersalah atas semua ini. Semua yang terjadi biarlah terjadi, senyuman adalah jawaban atas semua derita kita selama ini.

"Terimakasih Bu makanannya?"

"Semoga Nak Lara bisa kembali bahagia kedepannya!" ia lalu kembali ke rumahnya dengan tubuh tua yang sangat renta.

"Banya dosa yang kuperbuat di hidupku kawan!"

"Setiap manusia pasti berdosa dan setiap dosa pasti punya penawar racunnya!" Indra berdiri dan berteriak kencang sekali.

KENANGAN (TAMAT)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang