Memiliki cinta bukan berarti kita akan memilikinya selamanya, tapi memiliki kasih sayangmu, maka sudah ku pasti kan kudapatkan cintamu
Meja ini menghadap ke arah kamar ayah dan ibu. Di mana aku selalu bisa membayangkan imajinasi di luar nalarku. Seperti orang-orang yang kehabisan akal, aku sudah memastikan jika tulisan ini adalah letak kesuksesanku nanti.
Ku ambil selembar kertas, berwarna sedikit coklat, sebab jamur yang hinggap membuatnya sungguh mempesona.
Aku sedikit paham, jika tulisan yang baik adalah tulisan yang jujur, apa adanya. Mangkanya aku tak ingin melebih-lebihkan segala yang ada di tulisan ini.
Maka aku lanjutkan dengan bahagia, sebab tak ada beban lagi di dalam hati ini. Pembicaraan di perpustakaan juga membuatku semakin yakin, meskipun itu adalah kepahitan yang harus ku terima.
Kepastian itu adalah, bagaimana jika aku benar-benar merelakan nya, menerima semuanya saat ini. Pita pasti sudah bahagia dengan kehidupannya, untuk apa aku harus mengganggunya lagi? Maka tulisan ini adalah bentuk ucapan terakhirku, dengan tubuh seperti ini. Ku telah melihat lorong waktu, disetiap malam penuh kesunyian.
Kopi hitam menemaniku di samping meja, di depanku ada tumpukan novel yang sudah tamat ku baca. Dan di samping ku ada beberapa lembar kertas yang sudah ku remas, membiarkannya seperti sampah yang tak berguna.
Aku mengingatnya, ucapan manis dan kecupan manis di samping rumahku itu.
"Jika kau adalah cintaku, maka kau harus menjadi milikku saat ini juga," mendengar gombal ku itu, Pita tersipu malu, pipinya memerah. Dan seketika ku cium bibirnya yang basah, sambil menggenggam erat kedua telapak tangannya.
Aku dapat merasakan hembusan napas yang berburu. Harum tubuhnya juga memabukkan. Dengan belahan leher jenjang putih yang semakin membuatku semangat memilikinya.
Pita terlihat pasrah, ia tak menolak justru melumat lidaku ke dalam tenggorokan nya. Aku tersentak, semakin menekan tubuhnya ke tembok rumahku.
Lama sekali ciuman kita, sampai kita lupa jika ibu memanggil dan segera kita lepaskan gairah cinta ini.
Mengingat kejadian itu, aku langsung lemas. Tulisan mengalir melalui nadiku yang gemetar.
Arah mataku tak sempat untuk mengenang yang lain, meskipun dapat ku rasakan gairah berbeda yang jauh lebih menyenangkan.
"Pita aku sungguh rindu dirimu! Apakah kau merasakan hal yang sama saat ini?" dan dengan cepat, aksara berlomba datang di dalam otakku.
Kerangka kata, kalimat untuk satu sosok gadis bernama Pita. Kegilaan adalah cara lain untuk menjadi jenius. Hatiku bergumam seperti itu, seakan ingin menuntut untuk segera selesai, dan menamatkannya, sebelum diri ini jatuh dan tak bernyawa lagi.
Dari kejauhan hujan pun turun lagi, aku sudah tak teringat tentang senja dan sorot matanya yang mengkhawatirkan. Kejenuhan luar biasa, yang akhirnya membuatku tertarik sesaat kepadanya.
"Kau tak perlu menemui ku lagi! Aku sudah punya seseorang yang bisa menjagaku! Menjaga semua yang aku inginkan dan itu bukan kamu!" perkataan yang menyayat, yang tak bakal bisa ku lupakan dari nya.
"Bagaimana jadinya jika aku tak ingin melupakanmu sayang?" goresan tinta menyelimuti kekelaman malam ini.
"Bagaimana juga jika aku benar-benar ingin membuatmu abadi? Cinta juga kebencian yang menyatu akan menjadi apa? Apa kau bakal membaca ini, di sebuah toko buku lalu menangis, lalu ketakutan dan lalu menyesal telah meninggal kan ku! Aku telah menjadi psikopat mungkin, tapi jauh di dalam hati ini ada kesadaran! Kesadaran yang tak bakal bisa dipahami semua orang yang mengenalku! Mungkin juga termasuk kau!"
Goresan yang tak bisa berhenti. Memberikan halaman halaman baru. Mengirisnya, membuatnya jujur tanpa ada kiasan yang membosankan.
"Jika semua adalah takdir? Maka kenapa kau memilih takdir yang seenakmu sendiri? Untuk apa aku harus memaklumi semuanya? Cerita yang ia katakan hanya mampu membuatku sedih dan semakin ingin menemui mu!"
"Aku bukan lah bodoh, tapi aku hanya merebut segala kesunyian yang telah kau tampakkan bertahun yang lalu! Kehidupan ini adalah dampak dari dirimu! Meski aku mencintaimu, belum tentu aku tak selalu membenarkanmu!" ku minum kopi hitam, dan sesekali menyulut sebatang rokok dengan harapan emosi bisa terkontrol lebih baik.
Napas yang sudah tersengal menjadikan tanda, jika tubuh ini semakin renta. Sweater kusam menempel di tubuhku, dengan rambut acak-acak kan. Kumis yang juga menebal, dan jenggot mulai tumbuh membuatku keriput menua.
Jadi untuk apa semua ini ku pertahankan? Tulisan ini akan membuat hampir semuanya yang membaca menangis dan tersadar kebodohan perempuan! Dimana perempuan akan selalu kalah jika berhadapan dengan ayah dan ibunya.
Itulah nasib yang haru kusarakan dua tahun ini.
Asap rokok mulai melayang di udara rumahku. Sedangkan hujan, berjatuhan seperti Amara di dalam hati ini.
Seperti kupu-kupu yang jatuh cinta, maka tulisan ini adalah cinta yang menyedihkan. Napas yang mulai tak teratur, membuat bayangku melayang-layang.
Otak sudah tak tahan kerangka imajinasi dan emosi ini. Aku telah kelelahan, dengan kejujuran yang masih ingin kusampaikan.
"Dasar lemah! Tubuh yang tak berguna lagi!" aku mengumpat pada diriku sendiri. Membiarkannya jatuh ke lantai rumahku sendiri.
Sambil menatap atap rumah, ku lihat sepintas tumpukan kertas yang menjadi karya itu.
"Apa judulnya? Apakah berhasil? Apakah ia akan menderita setelah membaca tulisanku ini?" aku pusing, mencoba bertahan dengan kedua mata yang akhirnya terlelap.
"Pita anatema?" hanya itu yang keluar, dan aku roboh terlelap dengan kepulan asap yang menyelimuti rumahku. Aku telah kalah, untuk kesekian kalinya.
KAMU SEDANG MEMBACA
KENANGAN (TAMAT)
RomanceAku tahu mencintaimu itu adalah takdir, meski sangat menyakitkan Lara menulis sebuah catatan kisahnya dengan seorang gadis bernama Pita Gora. Gadis dan cinta pertamanya yang membuatnya punya gairah hidup dan membuatnya hancur lebur. #melodylan (ran...