Part 20

170 79 4
                                    

Percayalah
Jika kau jodohku
Maka Tuhan akan
Mempertemukan kita
Selalu

Hujan tiba-tiba turun, memecah konsentrasi kita berdua yang sedang menunggu kabar lain.

Mataku sedikit curiga dengan tatapan senja, si pustakawan di tempat ini. Ia seolah mengenalmu, dan sepertinya ingin berbicara banyak tentangku.

Mulai dari gerak-geriknya yang aneh, dan tatapan matanya yang teliti.

"Ia mungkin tertarik padamu kawan," dengan suara lirih, ia mengatakan itu.

"Jangan bercanda, mungkin saja ia pernah ketemu denganku! Tapi mungkin aku yang lupa," sesekali ku tatap balik wajahnya dari kejauhan.

"Mau ku lanjutkan lagi? Kau masih tertarik dengan kenyataan dan rahasia dari pita dan angga bukan?"

"Oh jelas! Untuk itu kita berdua di tempat ini sekarang!" aku menjawab gelagapan. Ia seperti mendikte pikiranku saat ini. Dan saat itulah aku tak lagi menatap nya, membiarkannya duduk sendiri menunggu tamu datang di perpustakaan ini.

"Lalu bagaimana kabar angga?" aku memulainya dengan terburu-buru.

"Masalah angga kita bahas nanti, Pita bukan kah lebih baik kau dengar kawanku? Cinta pertama mu yang menghilang tiba-tiba!"

"Tak usah kau ulang-ulang sebutan cinta pertama itu kawan!" aku tertawa, mendengarnya sedikit membuatku mabuk kepayang.

"Jadi begini nasib Pita" ia mulai menatap hujan di luar jendela itu, dan menceritakan kejadian dua tahun lalu, dengan detail kepadaku.

*

Sore itu di sebuah halte bus di sekitar sekolah. Aku terkaget, saat melihat Pita duduk sendiri dengan mata yang menangis.

"Apakah bertengkar lagi dengan Lara? Atau jangan-jangan dengan angga?" aku takut untuk menghampirinya, tapi nurani berkata lain, dengan keberanian ku dekati tubuhnya.

Udara sore itu tak sama dengan lainnya. Tak banyak kendaraan dan jalan pun terlihat sepi sekali. Ada ketenangan yang ku rasakan, ketenangan yang melebihi keadaan saat ini.

"Hei kenapa kau menangis?" mendengar itu, pita langsung mengusap air matanya. Dengan saragam sekolah yang sudah pucat juga.

"Oh kau ternyata! Hanya merasa sedih saja," ia lalu menyuruhku duduk di sebelahnya.

"Bagaimana keadaan Lara? Kau kan teman baiknya," ia melihatku, sambil meneteskan air mata lagi.

Aku tak bisa melarangnya menangis, biarkan itu jatuh dengan rasa sakit yang ia alami saat ini.

"Kau tahu lah, dia hancur karena sikapmu yang berubah total kepadanya, ia tak salah! Ia hanya merasakan kegagalan saat kau menjauhinya seperti ini!" aku berusaha untuk berkata jujur kepadanya.

"Sudah ku duga seperti itu," matanya menyipit dan senyum pasi muncul setelahnya.

"Kenapa kau menjauhinya? Apakah ia menyakitimu? Atau bahkan berbuat kesalahan yang besar untukmu?" ia tak menjawab, malah menangis semakin jadi.

"Dan kenapa kau menangis Pit? Sudah ya, lebih baik kau ceritakan semuanya kepadaku sekarang!" aku membujuknya, dan menawarkan air minum kepadanya.

KENANGAN (TAMAT)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang