Part 21

189 77 3
                                    

Agar kau tahu rasa hatiku
Maka kau harus juga tahu
Rasa sakit hatiku

Mata itu kembali menatapku dari kejauhan. Ia seperti ingin berkata sesuatu kepadaku, sesuatu yang mungkin juga bagian rahasia dari kisah ini.

"Senja?" ia menegorku tiba-tiba.

"Kau sadar gak? Cewek itu selalu menatapku sejak tadi! Ia seperti ingin mengatakan sesuatu kepadaku, tapi ia malu atau jangan-jangan?"

"Jangan-jangan apa? Kau tak usah berharap banyak kepadanya, ia itu cewek pendiam, dan sangat sulit untuk didekati!"

"Heh, aku tak bicara ketertarikan, yang ku bicarakan adalah tatapannya yang tajam dan penuh tanda tanya!" aku sedikit memundurkan posisi duduk, sambil meletakkan ke dua telapak tangan ini tepat di hadapannya.

"Apa perlu ia ku panggil untukmu kawan? Kau sepertinya ada urusan besar dengannya bukan?" ia melirik sambil menolehkan kepala kepadanya.

Semacam kode rahasia untuk senja kepadanya. Benar saja, sejurus kemudian cewek itu menuju tempat duduk kami, dengan tubuh jenjang nya dan rambut lurus nan indah itu.

"Kau panggil dia kawan?" aku sedikit berontak.

"Agar urusan kecil ini selesai tanpa penyesalan!" ia tertawa sambil memegangin kumis nya yang mulai panjang.

"Dasar kau!" aku menundukkan kepala, sambil membenarkan topi hitam ku yang sedikit berantakan.

Ia datang, menyapa kita berdua dengan suara renyah merdunya. Hampir serak, dan sedikit bau parfum nostalgia yang menyeruak di sekitar tempat duduk dan meja ini. Ia duduk, sambil menatapku dengan tajam.

"Kau ada masalah dengan teman tengilku ini?" ia hanya diam, dan terus menatap wajahku. Ku coba menundukkan wajahku lebih.

"Lara! Dia sudah di dekatmu, seharusnya kau menyapanya kawan!"

Teman kurang ajar, bisa-bisa nya ia menyudutkan keadaan seperti kepadaku. Ia sangat tahu betul, kalau diriku ini pecundang di hadapan perempuan. Aku bisa menjadi grogi seketika, dan memalukan.

"Kau kenapa menatapku begitu tajam dan serius?"

"Sudah dimulai pertunjukan romeo dan Juliet diawal kisah!"

"Coba jangan brisik, dan mungkin kau perlu meninggalkan kita berdua sebentar saja kawan?" mendengar itu, ia langsung berdiri sambil, membaca syair cinta dari jalalludin Rumi.

"Silahkan kau jatuh kepada cinta, asal kau tak jatuh kepada cinta yang menderita!" tangannya melambai-lambai, sambil membawa sebungkus rokok yang masih saja menjadi penikmatnya.

"Ku rasa pengganggu sudah pergi sementara!" aku mulai mendekat ke dirinya, yang membuat dirinya semakin menatapku tajam.

"Kau ada masalah denganku? Aku risih dan malu kau tatap seperti ini," mencoba pembicaraan bukan keahlianku.

"Sesuatu?" hanya itu yang muncul.

"Ya, kau menatap wajahku! Paham kan?" aku menunjukkan wajahku lebih dekat kepadanya.

"Apa ada yang salah?" hanya itu yang terucap.

"Tak ada, tapi aku sedikit malu dan risih kau tatap seperti ini," berkata jujur bagian dari iman bukan?

"Mengingatkan aku akan masa lalu yang membahagiakan!" seketika wajahnya berubah menjadi senyum manis sekali.

"Kenangan? Masa lalu? Lalu hubungannya denganku apa?" aku terheran dan memang tak paham apa yang ia maksudkan.

"Lebih tepatnya kenangan dengan kekasih yang pernah hadir di hatiku, kekasih yang meninggalkan diriku karena takdir!" ia masih saja tersenyum, manis juga cewek ini.

"Kekasih? Apa ia menyakitimu?"

"Sebaliknya, ia justru membuatku bahagia! Tapi Tuhan yang menyakiti hatiku sampai saat ini.

"Kenapa harus Tuhan? Apa kau berhak berkata demikian?" ku letakkan tanganku, menyampingi tubuhnya yang harum ini.

"Segalanya memang bisa saja terjadi, termasuk rasa sedih dan sakit hati ini!"

"Tetapi Tuhan tak salah, Tuhan hanya mengatur semua yang ia ciptakan sendiri bukan?" aku menganggapnya, hanya sebagai bualan saja.

"Tapi Tuhan lah yang membuat diriku kehilangannya, Tuhan yang membuatku sakit hati! Tuhan pula yang membuat diriku seperti ini," ia melotot, sambil perlahan memegang ke dua pipiku dengan telapak tangannya.

Terakhir kali, hal ini dilakukan oleh Pita. Dengan rasa yang sama, dan perasaan yang tak terduga seperti biasanya. Perasaan yang harusnya dapat ia pahami seperti apa nikmatnya mengenang masa lalu.

"Sudah ya? banyak orang yang melihat kita berdua sekarang!" ia lalu melepas kedua tangannya, dan menunduk malu dengan apa yang dia lakukan barusan.

"Lalu apa maumu sekarang? Apa yang bisa kulakukan untuk kebaikanmu?" rasa kasihan yang membuatku seperti ini.

Hati perempuan harusnya dijaga, ia membutuhkan kasih sayang, hal yang mungkin ia tak dapatkan dari kedua orang tuanya.

"Bolehkah aku menjaga temanmu? Mengenalmu lebih jauh lagi?" mendengar itu, wajahku tersenyum manis. Aku sangat senang jika mendapat kawan baru.

"Kita semua berhak menjadi teman, jadi alasan apa yang membuatku menolakmu menjadi teman?" aku genggam tangannya, sambil menepuknya penuh kehangatan.

"Jadikan masa lalu itu sebagai urusan kenangan, kau punya harapan bukan? Aku juga mengalami hal yang sama denganmu, untuk waktu yang lama bahkan! Jadi untuk itu, aku ingin menyadari satu hal di hidup ini! Satu hal itu adalah ikhlas, keikhlasan lah yang bakal membuat kita menjadi sosok yang kuat dan bijaksana," ia terpesona, sambil memegang dagunya sendiri.

"Kau orang yang pintar sepertinya?"

"Pintar belum tentu sukses bukan? Dan aku gagal menggapai kesuksesan itu," sedikit merenggangkan pikiran adalah cara terbaik memutus masalah.

"Kau masih punya waktu untuk menggapai nya, dan aku pun tahu hatimu yang lusuh itu! Hati yang selama ini tersakiti oleh waktu dan keadaan!" ia menghela napas panjang, lalu melihat kawanku datang membawa urusan yang jauh lebih penting lagi.

"Aku kira urusannya sudah selesai bukan?" ia membawa kan ku satu rokok bungkus.

"Cara terbaik untuk menikmati sakit hati bukan senja?" senja lalu berdiri, membiarkan kita berdua menyelesaikan urusan masing-masing.

"Temanmu ini orang baik, jangan kau ajak menjadi tak baik!" ia membalikkan badan, sambil berjalan seperti cinderella kehabisan bensin.

"Lalu?" aku melanjutkan lagi.

"Kau seharusnya yakin kalau cinta itu adalah sumber masalah kehidupan manusia! Manusia bisa hancur karena cinta, dan mungkin bisa sukses karenanya!"

"Aku termasuk gagal karena cinta!"

"Kalau begitu jangan main-main lagi dengan cinta kawanku yang baik hati!" sorot matanya tajam, mengingatkan aku akan jebakan yang sama seperti masa lalu ku dengan Pita.

"Mari kita selesaikan ini semuanya!"

KENANGAN (TAMAT)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang