Lelaki diciptakan Tuhan untuk menjaga perempuan dan perempuan diciptakan Tuhan untuk melayani lelaki
Udara pagi menggelayut di antara halaman-halaman rumahku. Membiaskan kesederhanaan yang begitu menenangkan jiwa dan pikiran. Aku terbangun dengan tubuh yang terasa berat sekali. Dan ku lihat sekitar, oh tadi malam aku terlelap di depan televisi ini. Jadi aku benar-benar capek dan membiarkan tubuh ini roboh dengan santai nya.
Terlihat kamar ibu masih tertutup rapat. Suara ibu juga sudah tak terdengar, jam ternyata menunjukkan pukul lima subuh. Cahaya matahari mulai berdatangan mencoba jika kehangatan ini adalah bukti dari keindahan.
Aku terbangun dari tidur, berusaha membuka kedua mata yang masih saja terpejam lekat. Dan dengan jalan yang masih sempoyongan aku berusaha menuju kamar mandi, mengambil air wudhuk untuk segera menghadap kepada Tuhan pencipta dari segala alam semesta ini.
Suara ayam tetangga saling bersahutan satu sama lain. Membuat melodi indah seperti kenangan masa kecil.
"Dengan menghadap Tuhan, semoga pikiranku jernih dan hatiku tenang!' aku merasakan kegetiran berbeda pagi ini. Sesuatu yang tak nyaman dirasakan. Selain memang hari ini adalah hari kelulusanku dari sekolah.
*
Ku buka jendela perlahan membiarkan cahaya pagi masuk menemani kelembapan rumahku. Niatku ingin menjenguk ibu, dan segera ku langkahkan kaki membuka pintu kamar ibu. Dengan perasaan yang biasa-biasa saja dan merasa tenang, ku buka pintu kamar ibu. Aku masuk ke dalam kamarnya dan mencoba membangunkan ibu yang masih tertidur pulas di atas kasur nya itu.
"Ibu bangun sudah pagi!" ibu tak bergerak, ia hanya kaku dan diam saja. Ku bangunkan lagi, dengan nada suara yang sedikit keras.
"Bu bangun sudah pagi! Ibu mau sarapan apa? Bakal Lara belikan bubur ayam mau?" ibu tak menjawab, tubuhnya masih saja kaku. Lalu ada perasaan aneh menjalar dalam benakku. Seketika aku menarik tubuh ibu, dan meletakkan kepalaku ke denyut jantungnya.
"Apa!" aku tak merasakan apapun dari jantungnya. Tak ada denyut sekalipun. Ku letakkan lagi telingaku ke dada ibu. Ya Tuhan apalagi cobaan yang kau berikan kepadaku.
"Tak ada denyut apapun! Apakah ibu sudah meninggal?" aku getir dan seketika berteriak meminta pertolongan tetangga agar melihat keadaan ibu ini.
Seketika mereka datang dan langsung berkata jika ibu sudah meninggal. Terlihat wajahnya tersenyum kepadaku. Dengan tangan sudah sudah hampir membiru. Jadi tadi malam saking lelapnya diriku, aku tak mendengar dan merasakan kesakitan yang ibu rasakan.
Aku jatuh dan berteriak, mengumpat dengan apa yang telah ku alami sekali lagi. Hari dimana sebenarnya aku mendapat kabar kelulusan dan di hari ini pula ibuku meninggal. Orang-orang langsung membawaku ke kamar, menenangkan diriku yang sudah tak terkontrol lagi.
"Kenapa ibu meninggalkan lara tanpa pamit ke Lara? Kenapa ibu tak membangunkan lara tadi malam? Kenapa ibu tega tak pamit kepada Lara? Kenapa Bu?" orang-orang semakin menenangkan ku, dan ku lihat beberapa orang langsung mengurusi tubuh ibu yang sudah terbujur kaku.
"Ya Allah, nasibmu sungguh malang Lara! Ujian seperti tak kunjung berakhir untukmu!" aku hanya bisa menangis, dan seketika tubuhku menjadi lemas sekali. Tak ada kekuatan satu pun yang bisa membuat diriku kembali sadar.
Aku terjatuh, aku kalah dengan keadaan ini. Tak ada yang ku ingat lagi selain senyum ibu barusan. Menjadi seperti kekosongan yang hampa dan aku pun pingsan. Di tengah orang-orang yang sibuk memikirkan nasibku ke depannya. Aku tak ingat, jika semuanya akan berakhir seperti ini. Ibu sudah meninggal dan membiarkan aku sendiri di dunia ini.
Waktu berjalan seperti cepat sekali. Ketika aku ter sadar, langit sudah hampir petang. Dan aku kaget ketika ada teman-temanku juga guru-guru ku menjenguk di rumah sekarang.
"Kalian?" aku masih tak sadar dengan apa yang terjadi.
"Kita semua mau berbelasungkawa atas meninggalnya ibumu Ra, semoga kamu diberi ketabahan dan kesabaran mendengar dan menerima takdir semua ini," aku ingat ibu sudah meninggal pagi ini. Lalu air mataku kembali jatuh begitu pelan.
"Terimakasih perhatian kalian semua, terimakasih sudah mau kasihan kepadaku!" aku mencoba duduk dan merasakan sakit hampir seluruh tubuhku.
"Kau tak apa-apa Lara? Sepertinya kau tak sehat?" tanya salah satu ibu guru yang menjenguk ku.
"Aku tak apa-apa bu, mungkin sedikit lapar karena belum makan dari tadi pagi!" langsung beliau berdiri dan memberikan sebungkus nasi kepadaku.
"Makanlah, akan kami temani semua! Kau punya teman-teman yang baik, anggap mereka semua keluargamu dan kau tak bakal sendiri Lara!"
"Iya bu terimakasih atas perhatian baiknya," aku tersenyum merasakan kehangatan itu datang tiba-tiba. Dan mereka semua tersenyum, membuatku sedikit terhibur jadinya.
"Kau lulus nak? Semua teman-temanmu juga lulus!" tak ada kebahagiaan, sebab ibu dan ayah tak mendengar kabar kalau anaknya ini lulus. Semuanya menjadi hampa dan hambar.
"Syukurlah, Bu! Aku ikut senang mendengar kabar kalau teman-teman juga lulus semuanya!" berusaha menyimpan sakit hati, sebab ayah dan ibu tak ada di saat seperti ini.
"Makanlah yang lahap ya? Malam ini beberapa teman-temanmu akan menemani sampai besok pagi! Jadi kau tak bakal kesepian! Ajak mereka bicara ya Lara? Mereka semua peduli dengan keadaanmu sekarang ini," mendengar itu aku sedikit lega, setidaknya aku tak melamun menyadari kenyataan yang terjadi di hari ini.
"Baiklah, Bu? Bakal lara ajak bicara kok teman-teman yang mau menginap di sini malam ini," mendengar itu semua tersenyum dan kembali mencairkan suasana nya yang sudah menegang sejak tadi.
Semuanya telah terjadi, bukan keinginanku. Tapi Tuhan sudah menggariskan semuanya begitu saja, termasuk dengan mengambil ibu dari benakku hari ini. Itu adalah takdir, nasib dan keharusan yang selalu aku jalani ke depannya.
KAMU SEDANG MEMBACA
KENANGAN (TAMAT)
Roman d'amourAku tahu mencintaimu itu adalah takdir, meski sangat menyakitkan Lara menulis sebuah catatan kisahnya dengan seorang gadis bernama Pita Gora. Gadis dan cinta pertamanya yang membuatnya punya gairah hidup dan membuatnya hancur lebur. #melodylan (ran...