Part 24

136 77 4
                                    

Lelaki idaman itu
Adalah lelaki yang
Selalu menepati
Janji

Hujan masih membasahi jalanan. Ibu tertidur di samping ayah yang sedang mengemudikan mobil. Mobil ini mengarah ke arah selatan, dimana kata ayah, daerah selatan selalu sejuk dan menyimpan kehangatan.

Suasana jalan sudah tak lagi ramai. Sudah mulai terlihat pegunungan yang menjulang, menutupi kabut malam yang tegang. Aku termangun melihat keindahan penuh misteri ini.

Tak ada sedikitpun lalu lalang orang berkendara ramai. Sesekali hanya ada sepeda motor, yang berisi ayah dan anaknya. Selebihnya hening dan sunyi.

Ac di dalam mobil semakin membuatku dingin. Ku tarik selimut, yang ibu berikan padaku barusan. Aku tak berani mengucap satu kata pun. Ayah serius, dan ibu sudah terlihat kelelahan. Jadi yang ku lakukan hanya menghitung kenangan, juga masa depan yang menjulang di hadapanku.

"Nak?" ayah tiba-tiba memanggilku.

"Iya yah kenapa?" aku membenarkan dudukku, agar lebih jelas mendengar suara ayah.

"Jangan lakukan kesalahan lagi, cukup ini yang kesalahanmu yang pertama dan terakhir," ayah lalu kembali fokus mengendarakan mobil.

"Maafkan Pita Yah, Pita bakal janji ke ayah untuk tak mengulangi kesalahan fatal seperti ini lagi!" lalu ayah tersenyum, sambil meneguk segelas air mineral di sampingnya.

"Masih jauh yah?" ku beranikan diri bertanya.

"Masih lumayan, tapi kita sudah sepertiga perjalanan! Kau tidur saja nak, nanti biar bangun langsung sampai!" lalu ayah menepuk lututku, menyuruhku tidur di mobil ini.

Tak pernah aku merasakan kasih sayang ayah selembut ini. Kasih sayang ayah selalu kasar, ayah adalah bentuk ketegasan dan itulah yang membuatku tak begitu dekat dengan ayah.

Tapi malam ini, di perjalanan menuju lembaran baru, ayah menunjukkan kasih sayang lembut itu. Aku bahagia, sebab inilah yang ku butuhkan saat ini, ketenangan dan hati yang bersih.

Ku arahkan pandanganku di antara pegunungan itu. Kabut menyertai di antaranya, dengan hujan yang turun membuat nuansa sendu datang seketika.

Mataku mulai mengantuk, aku tak bisa bohong jika tubuh ini kurang tenang akhir-akhir ini. Membosanku, geruruku di dalam hati, sambil seketika menutup mata, terlelap dalam mimpi yang melelahkan.

*

Tubuhku terasa kaku sekali, ke dua mata juga sulit untuk dibuka. Badan remuk rasanya, ku berusaha membuka mata, sebelum tangan ibu menyentuh ku, dan menyuruhku bangun.

"Kita sudah sampai, bangunlah!" ibu lalu menarik tanganku, mengangkatku yang kelelahan ini.

"sampai dimana ini bu?" tanyaku polos, sambil mengucek kedua mataku ini.

"Tentunya sampai di rumah kita yang baru sayangku," ibu lalu menutup kembali pintu mobil. Ayah terlihat berjalan menuju seseorang yang tua, dan orang itu menuju ibu dan menyapanya.

"Selamat datang nyonya, semoga betah di rumah ini," lalu orang itu juga tersenyum kepadaku. Raut wajahnya penuh kesabaran.

"Udaranya segar ya bu? Sepertinya aku akan betah di tempat ini, sangat sunyi dan tenang bu!" ibu hanya tersenyum, dan menyuruhku untuk segera masuk ke dalam rumah.

KENANGAN (TAMAT)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang