Part 37

51 31 1
                                    

Sahabat sejati tak bakal hilang saat kita sedang kesusahan

"Ya semua harus dipikirkan matang matang bukan?"

"Untuk apa kau selalu merasa jika kejadian itu adalah pembunuhan kawan?"

"Terlalu banyak fakta yang menjurus kesana! Kau tak sedikit pun curiga dengan semua ini?"

"Aku sudah kehilangan minat untuk menelusuri lebih jauh lagi kawanku, sudah membuatku semakin jenuh dan tak bakal menemukan jawabannya!"

"Kau menyerah?" ia bertanya sambil sedikit menggerutu dengan sikapku saat ini.

"Seperti itulah kawanku, sudahlah! Kita akhiri semua ini, dan kau juga sudah memilih untuk melanjutkan cita-citamu bukan? Gapailah semua itu, dan jangan terlalu baik terhadap orang lain yang mungkin kelak akan melupakanmu juga!"

"Oh Tuhan Lara, aku tak pernah menganggap mu seperti itu," ia seperti menarik separuh nada suaranya di hadapan tembok.

"Bukan seperti itu maksudku, kau seharusnya juga paham kawanku!"

"Hahaha... Tertawalah, sebelum kita bakal jarang untuk tertawa! Hidup yang sesungguhnya!"

"Mungkin! Kau jadi kesini hari ini?"

"Tentu untuk salam perpisahan dari sahabat yang selalu baik kepadamu!" ia kembali tertawa, dan segera menutup teleponnya tanpa basa-basi lagi.

Aku kembali duduk, menatap isi rumah ini dengan lesu sekali. Cahaya senja menyeruak masuk ke dalam jendela rumahku. Samar-samar lukisan ayah mendayu-dayu, seakan mempunyai roh atas dirinya sendiri. Beberapa tumpukan gelas di dalam lemari kaca sudah berdebu.

"Sepertinya besok harus ku bersihkan semua ini, ah pekerjaan yang menyebalkan!"

Aku tak paham akan kemana diriku selanjutnya. Diri yang sudah tak mempunyai tujuan yang jelas. Diri yang hanya bisa menggerutu dan meratapi nasibnya sendiri.

Sudah tak ada minat untuk melakukan apapun. Selain merokok dan melamun kan masa lalu. Bisa dikatakan aku sebagai orang linglung yang bodoh sekali. Aku bakal menerima itu semua, termasuk Indra yang selalu berkata demikian kepadaku.

"Ya aku memang bodoh saat ini! Karena apa? Karena cinta mungkin! bukan karena cinta! Tapi karena Pita!" lagi gadis manis lugu itu menampilkan elok tubuhnya di imajinasi ku sendiri.

Ia seakan menari, sambil mendekatkan tubuhnya yang harum kepada tubuhku. Ia semakin dekat, menghembuskan napasnya yang terasa menyengat jantungku. Sengatan yang lebih fantastis ketimbang semua yang pernah kuhirup di dunia ini.

"Kau merindukan aku Lara? Apa kau juga masih mencintaiku? Apakah kau juga bakal melupakan kejadian itu semuanya? Jawablah sayangku!" ia meraba kedua pipiku dengan telapak tangannya yang lembut sekali.

Lirikan matanya membius apapun yang dapat kurasakan. Getir juga napsu yang memuncak.

"Kenapa kau kembali datang? Apa keinginanmu? Apa kau tak cukup puas membuat diriku seperti ini Pit?"

"Aku tak pernah menyakitimu, tapi kau sendirilah yang menyakiti dirimu! Aku hanyalah objek yang kau biarkan jatuh ke tangan Angga si cowok brengsek itu!"

KENANGAN (TAMAT)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang