Part 49

57 29 1
                                    

Kata-kata cinta yang sesungguhnya adalah perbuatan bukan janji semata


Matahari senja membuat kita berdua terdiam terpana oleh kecantikannya. Jenjang lehernya begitu menggoda ketika ia angkat dagunya dan membiarkan kedua mataku untuk menjelajahinya. Pita sungguh pintar menggodaku, ia seakan sengaja dan membiarkan aku mabuk oleh pikiranku sendiri.

"Heh! Jorok ya?"

"Apaan!" aku malu karena kedua pipiku memerah.

"Hayo?"

"Kau sengaja kan?"

"Emang! Kenapa?" ia malah melototkan matanya yang bulat indah itu, semakin dekat dan mendekat sampai ujung hidungnya menyentuh ujung hidungku.

"Pit?" aku agak ragu, sebab senja masih terlalu indah untuk dilewatkan. Dan ia pun tertawa keras sekali, melihat bibirku menegak maju mundur ketika ujung hidungnya menggodaku. Ia paham jika kelamahan lelaki adalah harum tubuh kekasihnya sendiri.

"Kau pikir bagaimana masa depan kita kelak?" ia malah membawaku ke arah pembicaraan yang begitu rumit.

"Masa depan itu sesuatu yang paling rahasia di dalam hidup manusia! Tak bakal ada yang bisa melihat bahkan seorang anak indigo pun mungkin hanya sebatas merasakan!" ia lalu menengadahkan kepalanya ke langit senja yang indah itu dan berkata begitu lirih kepadaku.

"Aku merasa kita bukan sepasang kekasih yang akan berjodoh! Entahlah ini hanya firasatku saja!" ia lalu tersenyum dan membiarkan tubuhnya terbentang di antara air sungai dan aliran sungai yang begitu tenangnya.

"Kenapa begitu?" aku tak terima dengan kata-katanya.

"Ini kan hanya sebuah firasat saja Lara!" Pita mencoba membuatku tenang, meskipun ia sendiri yang membuatku gelisah tak karuan seperti ini.

"Kau tak bakal pergi dariku kan?" aku memperjelas ketakutanku sendiri.

"Tak bakal aku melakukannya kepadamu! Tapi firasatku selalu berkata lain! Semoaga kau paham akan maksud dari kata-kataku ini!" aku pun tak melanjutkan pembicaraan ini dan membiarkan tubuh kita berdua terbawa angin senja yang menyegarkan.

Rambut Pita yang bergelombang memberikan kesan jika semua yang terjadi di masa depan adalah ujian terburuk dari kita berdua. Semua seperti menghadap pada keinginan yang tak selalu ada. Antara diriku dan dirinya, juga selalu menyimpan memori yang begitu tak terduga.

Pita pun berdiri dan meminta pulang karena malam akan segera tiba. Kedua matanya tak bisa berbohong, ketika ketakutan itu muncul begitu dalamnya. Sebuah firasat yang kurasakan jauh dari dalam lubuk hatiku sendiri.

Tapi ia meyakinkan aku, dan mencium kedua pipiku dengan begitu manisnya. Sebuah kenyamanan yang tiba-tiba kembali datang di dalam arah senja ini. Lalu kita melewati jalan-jalan kota tanpa sepasang cerita yang kusut dan membosankan. Aku bernyanyi keras dan Pita tak sedikit pun malu melihat tingkahku yang seperti itu.

Rerumputan yang damai pun mengikuti sepoi angin senja dengan semilir udara yang menyejukkan jiwa. Hempasan rambut Pita menerpa hidungku, begitu indah dan damainya semua ini. Kesempurnaan yang sejati adalah kesederhanaan itu sendiri. Dan ini juga membekas di antara kerlipan cinta yang begitu dalamnya.

Siapa yang bakal tahu masa depan itu seperti apa? Pita pun hanya memprediksi termasuk diriku sendiri. Aku selalu yakin jika Tuhan bakal memberikan kejutan dan kejutan di antara hidup manusia, termasuk kita berdua ini.

"Kau mencintaiku kan Lara?"

"Bahkan sangat mencintaimu! Kalau kau sendiri bagaimana?"

"Aku juga sama!"

"Sama apa?"

"Entahlah!"

Ia pun pergi dan melambaikan tangan kanannya di senja ini. Hari ini ada yang berbeda, harum tubuhnya dan senyumnya tak seperti biasa. Aku juga tak ingin menduga-duga. Tapi setidaknya rencana Tuhan adalah kepingan doa dan doa itu adalah kedamaian serta kepercayaan yang begitu indahnya.

Aku dan Pita adalah sepasang burung yang saling mencintai, tapi tak pernah tahu dimana letak cinta itu harus diletakkan dan ditempatkan. Tuhan ingin memberitahu ini semua, tapi Pita dan aku menolaknya, menganggap cinta kita ini, melebihi cinta Tuhan kepada kita berdua. Itu salah, sebab Tuhanlah yang memberi takdir akan cinta umat manusia.

"Nanti malam ku kabari lagi ya?" ia tak menjawab dan sepintas aku lihat air mata mengucur dari kedua mata indahnya. Sebelum ia menutup pintu rumahnya dan membiarkan aku tumbuh dengan curiga dan rahasia.

KENANGAN (TAMAT)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang