Ketika semua sudah menjadi penyesalan, maka selanjutnya akan selalu menjadi kesedihan. Ketika semua sudah menjadi dendam, maka selanjutnya akan selalu terjadi kejahatan
Tinggal beberapa hari lagi peluncuran buku ku akan tiba. Detak jantung begitu menggoda ketika melihat buku ku sendiri hampir naik cetak dalam jumlah yang banyak. Indra sedang duduk di sampingku sambil menyeduh kopi hitam kesukaannya dengan wajah sumringah yang begitu baik sekali.
Di sampingku beberapa petinggi pemilik penerbitan duduk bersebelahan, terheran-heran ketika aku bisa menulis begitu banyak kata di dalam karyaku ini. Aku pun terheran-heran dan tak pernah ingin kembali ke masa-masa kelam itu.
Indra lalu menepuk pundakku dan mencoba memberi keyakinan lebih kepada diri ini yang memang sangatlah rapuh. Dengan tawa lepasnya ia tawarkan sepuntung rokok untuk menghindari rasa gugup yang berlebihan.
"Aku masih tak percaya kalau kau bisa menulis ini semua Pak Lara?" salah satu petinggi tersebut berkata demikian dengan senyum jujurnya yang memperlihatkan umurnya yang sudah tua.
"Semua diluar kendaliku sendiri, pak! Aku tak bisa mengulanginya lagi, begitu banyak kekelaman dan air mata di dalam tulisan itu! Mungkin dan sangat memungkinkan jika aku tak bakal bisa menulis lagi seperti itu!"
"Hukuman bagi penulis sepertinya," satunya lagi nimbrung dengan kedua sorot mata tajam mencoba mengalihkan pembicaraan ke arah yang lebih serius.
"Maksud anda bagaimana, Pak?"
"Setiap penulis pasti mempunyai satu maha karyanya sendiri! Ya semisal karya yang paling jujur dan paling menyentuh di dalam pikiran dan hatinya sendiri! Seperti kau ini, semua berjalan tanpa disadari dan kau sendiri tak ingin mengulangi lagi kekelaman masa-masa itu kan? Apakah tebakan ku ini benar pak Lara?" ia menundukkan kepalanya sebagai tanda penghormatakan kepadaku.
"Betul sekali, kawanku ini memang sejak dulu suka sekali melamun! Apalagi sikapnya yang keras kepala sangatlah cocok untuk dijadikan penulis andal kan? Aku harap ia tak akan cepat puas dan akan terus memunculkan karya-karya baru setelah karya ini benar-benar terbit!" Indra nimbrung dengan kepulan asap rokoknya yang mengudara di dalam ruangan ini.
"Jelas sekali! Kita sudah berjanji dan berbisnis dengan seorang penulis yang produktif! Dan saya yakin anda bakal terus menulis sampai anda sendiri berhenti untuk punya keinginan menulis itu!"
"Selamat sekali lagi pak Lara!" ia menjabat tanganku dan dengar segera ku balas jabatannya dengan memberi senyum dingin tapi tulus kepada dua orang yang juga membantuku ini. Indra lalu memotong dan meminta aku untuk segera berpikir karya apa selanjutnya yang bakal ku tulis.
"Ya kawanku! Setelah ini aku ingin kau sudah mulai berpikir karya apa yang bakal ingin kau tulis selanjutnya! Jangan sesuatu yang nyata darimu! Sastra itu imajinasi kan? Anggaplah keadaan sekarang ini adalah imajinasi dari kegelisahanmu!"
"Tentu! Dan sudah ku temukan ide serta imajinasi yang bakal ku buat sebagai karya selanjutnya," mendengar itu Indra lalu keluar ruangan dan menghampiri tempat percetakan yang berada di depan kita. Tumpukan kertas tebal, itu semakin tinggi dan menebal saja.
Dengan bau khas dari kertas-kertas yang beterbangan di udara, semakin membuat aku gelisah dibuatnya.
"Pak kita berdua mau ada urusan dulu ya? Biar Indra saja yang menemani pak Lara di sini!"
"Semoga kita masih bisa bekerjasama setelah proyek ini selesai pak Lara!" mereka berdua keluar sambil membiarkan aku sendiri duduk di sofa berkulit harimau ini dengan begitu tenangnya.
Indra di depan sana masih mengecek apakah ada kesalahan disaat mencetak. Ia sangat detail di dalam bekerja, sehingga kedua atasannya sangat percaya kepadanya sampai sejauh ini. Apalagi menemukan penulis seperti diriku, kedua atasannya seperti bangga dengan insting liarnya yang memang terkadang menyebalkan itu.
"Kau harus kesini kawan! Lihatlah anakmu mulai terlahir dengan sangat cantik sekali!"
Aku buru-buru menuju ketempatnya, dengan agak tergesa-gesa dan rambut yang mengental akibat pomade yang kupakai terlalu berlebihan sepertinya. Sweter biru muda dan celana jeans memang menjadi pakaian favoritku ketika keluar dari rumah sendiri. Ini sudah seperti identitas yang sangat umum kupakai dan pede buatku.
Jadi untuk apa aku mengubahnya menjadi lebih ribet dari ini? Indra lalu seperti terharu, ketika tumpukan kertas itu sudah banyak sekali tercetak dan disusun sangat rapi sekali. Orang-orang di dalamnya juga bekerja sangat keras. Mereka juga tersenyum dan agak heran melihat begitu tebalnya halaman yang ku tulis di buku ini.
"Berapa halaman semuanya?" Indra bertanya dengan mengusap air mata yang mengembun di kedua matanya.
"Delapan ratus halaman, Pak! Tebal sekali buku ini!" lalu Indra menepuk pundakku keras sekali, berkali-kali ia katakan bangga punya sahabat yang jenius dan cerdas sepertiku ini.
"Kau sangat beruntung kawanku! Tuhan memberikanmu kekuatan dan kejeniusan yang tak semuanya orang punya di dunia ini! Kau harus bersyukur dan aku bangga terhadapmu!"
Mendengar itu aku sangat tak percaya. Indra yang suka bercanda tiba-tiba sangat kuat perkataannya. Ia lalu kembali mengecek, sebelum aku sempat membalasnya. Aku juga tak bakal bisa menjawab pernyataan itu, aku iya kan saja. Sebab hari ini, tak ada lagi kebanggaan selain aku mempunyai karya dan orang-orang baik di sekitarku.
Ayah dan ibu pasti bangga melihat ini semua. Beberapa hari lagi peluncuruan sekaligus bincang buku ku akan diluncurkan. Bakal disrot oleh beberapa media online dan cetak juga kata Indra. Apakah aku layak? Indra selalu berkata semua layak ketika yang mereka lakukan adalah kejujuran dan pengorbanan.
Aku sudah melakukan kedua hal tersebut di karyaku ini. Dan benar sekali Indra memang punya insting kuat akan apa yang sedang aku pikirkan dimasa depan. Tulislah sesuatu yang kelak akan mengguncang sekitarmu. Pita dan beberapa cerita yang lainnya semuanya kutulis di dalam buku ini. Dalam unsur-unsur novel yang kuceritakan sebagai kejujuran.
"Tokoh utamanya Pita kan?"
"Tokoh utama sekaligus pelaku utama dari kisah ini!"
"Dan semua telah tercapai sekarang kan?"
"Aku harap Pita datang menemuimu dan bersujud menangis di telapak kakimu!"
"Kawan itu bukan keinginanku sekarang! Cintaku kepada Pita sudah kumuseumkan! Semua sudah selesai seperti janjiku kepada ayah dan ibu di dunia mimpi itu! Aku hanya ingin Pita datang dan mengatakan selamat kepadaku dan ia bangga kepadaku!" Indra lalu tersenyum miris.
"Jadi ini seperti kisah cinta yang tak kunjung bisa didapatkan begitu?"
"Bisa jadi!"
Lalu kita bercengkrama, menunggu semua selesai dan beberapa hari lagi buku ini akan tiba di beberapa toko buku yang membuatku senang dan bangga. Andaikan ayah dan ibu masih ada, maka mereka akan menjadi sosok yang paling antusias melihat kesuksesan anaknya. Terimakasih Indra, berkat kau aku sudah bisa mewujudkan cita-cita ku yang sejak dulu selalu aku anggap sebagai mimpi yang tak bakal bisa digapai selamanya.
KAMU SEDANG MEMBACA
KENANGAN (TAMAT)
Roman d'amourAku tahu mencintaimu itu adalah takdir, meski sangat menyakitkan Lara menulis sebuah catatan kisahnya dengan seorang gadis bernama Pita Gora. Gadis dan cinta pertamanya yang membuatnya punya gairah hidup dan membuatnya hancur lebur. #melodylan (ran...