Pagi-pagi sekali Bu Retno terbangun mendengar pintu depan diketuk berkali-kali. Bu Retno turun dari tempat tidur lalu memakai sweaternya. Ia pergi ke depan kemudian membuka pintu. Seorang wanita muda berdiri sambil menggendong bayi yang sedang tertidur dengan kepala bersandar di bahunya.
"Ada perlu apa ya, pagi-pagi begini?" tanya Bu Retno.
"Saya mau minta tolong," jawab wanita itu dengan suara lirih. "Tolong ambil anak saya."
Bu Retno memandang wanita di hadapannya sambil menghela napas. Bukan hanya sekali ini ia kedatangan tamu yang memintanya untuk merawat anaknya. Bahkan tidak sedikit pula yang meninggalkan anak mereka di dalam kardus di depan pintu rumahnya dengan hanya beralaskan selimut, tanpa pesan.
Bu Retno tersenyum. "Masuk ke dalam dulu, yuk."
"Tidak bisa langsung diambil saja anaknya, Bu?" tanya wanita itu.
Bu Retno kembali tersenyum. "Kamu sudah repot-repot ke sini, sekalian saja minum teh dulu."
Tak lama kemudian Bu Retno sudah duduk di ruang tamu dengan dua cangkir teh dan sepiring pisang goreng di meja. Ia mengamati wanita yang sedang menimang-nimang bayinya yang sempat terbangun. Padahal kelihatannya wanita ini merawat bayinya dengan baik. Kenapa dia mau menyerahkannya?
"Berapa umurnya?" tanya Bu Retno saat akhirnya wanita itu duduk di depannya.
"Dua minggu lagi setahun, Bu," jawab wanita itu.
"Bukankah umur segitu sudah bisa mengenali ibunya?" tanya Bu Retno lagi.
"Iya, Bu," jawab wanita itu. "Tadinya saya ingin memberikannya lebih cepat, tapi... banyak yang harus saya pertimbangkan."
Sejak kedatangannya, wanita itu tidak pernah melihat ke arah Bu Retno setiap kali berbicara. Ia terus menepuk-nepuk punggung bayinya dengan lembut. Sesekali kepalanya disandarkan ke kepala bayinya yang tetap tertidur.
"Kalau memang sayang, kenapa diberikan ke saya?" tanya Bu Retno.
Tangis wanita itu akhirnya pecah. Ia menutup mulutnya dengan sebelah tangan agar isakannya tidak membangunkan bayinya. Mengalirlah cerita mengenai keluarganya yang membuangnya setelah tahu ia hamil walau sudah menikah siri. Namun, ia terpaksa meninggalkan suaminya setelah mengetahui ternyata pria yang dinikahinya sudah beristri, dan terpaksa melahirkan serta merawat anaknya seorang diri.
"Saya tidak mau jadi duri bagi wanita lain," isak wanita itu. "Ternyata semua ini terlalu berat untuk saya sendirian. Sudah berkali-kali saya berniat datang ke sini, tapi setelah hampir setahun bersama putri saya, saya tidak tega untuk menyerahkannya ke orang lain."
"Kalau begitu dibawa pulang saja lagi," kata Bu Retno dengan sabar.
"Tidak, tidak. Kalau anak ini bersama saya, dia akan lebih menderita." Wanita itu akhirnya mendongak. Ia memandang Bu Retno dalam-dalam. "Bu, saya sudah memutuskan. Saya hanya akan menitipkannya sebentar. Saya akan pergi mencari kerja untuk mengumpulkan uang supaya saya bisa memberi penghidupan yang layak untuk anak saya. Setelah itu saya akan menjemputnya. Saya akan tinggal dengannya dan membesarkannya."
Bu Retno berpikir sebentar. Kemudian ia menghela napas. "Baiklah. Tunggu di sini sebentar."
Bu Retno bangkit dari kursi kemudian pergi ke kamarnya. Ia kembali dengan membawa beberapa lembar kertas dan pulpen lalu memberikannya pada wanita itu.
"Tolong diisi, ya. Ini formulir berisi data-data bayi dan ibunya," jawab Bu Retno.
Wanita itu mengamati kertas di tangannya selama beberapa saat sebelum akhirnya mengisi formulir itu. Kemudian ia seperti teringat sesuatu dan mengeluarkan sebuah amplop dari tas yang dibawanya lalu memberikannya kepada Bu Retno.
"Ini, Bu. Tolong diberikan ke anak saya kalau dia sudah bisa membaca," kata wanita itu.
Bu Retno menerima amplop yang diberikan sementara wanita itu kembali mengisi formulir di meja. "Oh iya. Siapa nama bayinya?"
Wanita itu mendongak. "Andarra."
***
Update on 14 April 2021
KAMU SEDANG MEMBACA
Close To You
Teen FictionDarra hidup di sebuah panti asuhan sejak kecil. Saat dewasa, mau tidak mau ia harus meninggalkan tempatnya dibesarkan, dan pindah ke kota lain dengan keluarga barunya, yang ternyata tidak menerima kehadiran Darra di tengah-tengah mereka. Namun, kemu...