# 18

25 5 1
                                    

Pagi itu Agung melangkah menyusuri pinggir lapangan dan menghampiri teman-temannya yang sedang menonton pertandingan futsal antar kelas X. Hari itu seluruh sekolah, mulai dari kelas X sampai kelas XII, sudah selesai dengan ujian semester. Jadi mereka sudah lebih santai dan hanya tinggal menunggu pembagian rapor sebelum liburan. Mereka hanya datang untuk memenuhi daftar hadir, tetapi setelah itu semua murid tersebar di seluruh penjuru sekolah. Ada yang menonton pertandingan futsal, jajan di kantin, nongkrong di perpustakaan, atau sekedar tidur-tiduran di kelas. Yang penting mereka tidak keluar dari gerbang sekolah.

"Tumben ikut nonton futsal," sapa Agung sambil menepuk lengan Abrar lalu duduk di sebelahnya.

"Daripada di kelas sama cewek-cewek, berisik," balas Abrar.

"Kemarin lo nganter Darra sampai rumahnya, enggak?"

"Ngapain gue nganterin dia sampai rumah?"

"Yah, kan kemarin lo berdua aja sama dia. Siapa tahu dia mau ngasih tahu rumahnya ke lo. Soalnya dia enggak mau kalau diantar sampai rumah sama gue."

"Kalau dia enggak mau ngasih tahu rumahnya, ya berarti emang ada alasannya," sahut Dika.

"Tantenya galak," bisik Agung.

"Iya, lo udah ngasih tahu gue," kata Dika.

"Ngomong-ngomong, kalau mau nembak cewek, enaknya gimana, ya?" tanya Agung.

"Ah, kayak lo belum pengalaman nembak cewek aja," protes Dika.

"Emang enggak pernah," jawab Agung. "Biasanya gue yang ditembak cewek."

Rupanya Ivan, Emil, dan Fajri mendengar pembicaraan mereka, karena Agung langsung disoraki dan diledek habis-habisan.

"Gue mau nembak Darra hari ini," kata Agung lagi, kali ini dengan suara lebih pelan agar hanya Dika dan Abrar yang bisa mendengarnya. "Nanti pas pulang sekolah. Kan ujian udah selesai, jadi dia pasti udah enggak mikirin pelajaran lagi."

"Emangnya lo yakin dia mau pacaran?" tanya Dika.

"Emang kenapa?" Agung balik tanya.

"Ya, dia kan enggak pernah kelihatan dekat sama cowok. Siapa tahu dia enggak mau pacaran," kata Dika.

"Kan belum pernah ada yang nyobain," jawab Agung. "Mungkin dia bisa nyaman sama gue karena gue yang paling dekat sama dia."

Dika tidak menyahut lagi, sementara Abrar lebih memilih untuk tidak berkomentar. Tak lama kemudian setelah teman-temannya asyik menonton pertandingan futsal, Dika pergi dengan alasan ingin ke toilet. Namun, sebenarnya ia berbelok ke arah perpustakaan. Di sana hanya ada beberapa anak cowok yang numpang ngadem sambil tidur. Dika pergi ke pojok ruangan dan menghampiri Darra yang sedang duduk sambil membaca sebuah novel di meja favoritnya.

"Hai," sapa Dika sambil duduk di depan Darra. Gadis itu mendongak dan tidak tampak begitu senang melihat Dika.

"Kok kamu tahu aku di sini?" tanya Darra.

"Soalnya aku lihat Rin, Rahmi, sama Maya nonton futsal, tapi kamu enggak ada," jawab Dika.

"Oh." Darra kembali membuka novel yang sedang dibacanya.

Dika meraih tangan Darra. "Hei," bisiknya.

Darra melirik Dika, lalu menarik tangannya, dan kembali membaca novelnya.

"Kamu marah?" tanya Dika.

Darra menggeleng.

"Kemarin tahu-tahu kamu pulang sama Abrar. Padahal katanya mau ikut jalan-jalan sama aku."

Close To YouTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang