Malam itu Darra memandangi ponselnya dengan perasaan hampa. Agung tidak menjawab teleponnya atau membalas pesannya sejak sore tadi. Darra yang kebingungan untuk pulang, terpaksa bertanya pada sekuriti mal. Ia tidak tahu nama tempatnya tinggal, tapi setelah menjelaskan nama sekolah dan rutenya, untunglah sekuriti itu mengetahuinya dan menjelaskan caranya pulang dengan bus. Darra sampai rumah tepat lima menit sebelum Aline pulang, jadi ia tidak tahu bahwa Darra tidak berangkat ke sekolah.
Darra melihat kotak pesannya yang kosong. Dika juga tidak mengabarinya setelah meninggalkannya tadi. Bagaimana dia bisa tiba-tiba pergi begitu saja saat mereka nonton film? Bahkan filmnya belum setengah jalan. Darra yakin betul tadi Vina yang menelepon Dika. Ada urusan apa ya, sampai-sampai Dika nekat pergi tanpa berpamitan dan tidak memberi kabar sampai sekarang? Darra melengos. Sudah jelas sekali bahwa Vina lebih penting bagi Dika.
Darra menekan nomor Bu Retno. Sejak kemarin nomornya tidak aktif. Sudah terlalu lama ponsel Darra mati. Namun, lagi-lagi nomor Bu Retno tidak bisa dihubungi. Kemana ya Bu Retno? Tidak biasanya bundanya itu tidak mengaktifkan ponselnya. Pesan yang terakhir masuk juga sudah seminggu yang lalu dan hanya berisi "Mbak Darra." Darra cemas karena Bu Retno tidak pernah memanggilnya dengan sebutan Mbak.
Darra menyimpan ponselnya kembali lalu berbaring. Besok ia harus bangun pagi-pagi sekali karena Aline dan putranya akan pergi ke Singapura untuk berlibur, walaupun belum pembagian rapor, apalagi liburan. Darra tetap senang tinggal di rumah saja meskipun Aline tidak memperbolehkannya pergi selama liburan.
Rupanya saat Darra bangun keesokan paginya, Bi Atun sudah ada di dapur, sedang menyiapkan sarapan untuk Aline. Wanita paruh baya itu tersenyum melihat Darra.
"Padahal bangun agak siangan aja juga enggak apa-apa, Mbak," kata Bi Atun. "Mas udah bangun?"
"Saya belum lihat," kata Darra.
Darra kembali ke atas lalu pergi ke kamar kakaknya. Ia berhenti di depan pintu kamar lalu mengetuknya.
"Mas," panggil Darra. "Mas."
"Hm." Terdengar kakaknya menyahut dari dalam.
"Aku cuma mau pastiin Mas udah bangun," kata Darra.
"Hm."
Darra berpikir sebentar. "Kopernya udah diberesin? Ada yang perlu aku bantu?"
Tidak ada sahutan dari dalam. Darra menganggap itu sebagain jawaban "tidak", jadi ia kembali turun untuk membantu Bi Atun.
"Bi Atun akan ada di sini sampai saya pulang. Jadi jangan kira mentang-mentang saya enggak ada, kamu bisa seenaknya di rumah, ya," ujar Aline sambil duduk di meja makan. Darra hanya mengangguk sebagai jawaban.
Setelah itu Pak Dimas datang untuk mengantar mereka ke bandara. Namun, hanya Bi Atun yang ikut mengantar sampai halaman karena Aline melarang Darra berada di dekat kakaknya. Darra merapikan meja makan lalu membawa piring-piring kotor ke tempat cuci piring. Ia baru hendak mencuci piring ketika Bi Atung kembali ke dapur.
"Enggak usah, Mbak. Saya aja yang nyuci," kata Bi Atun sambil buru-buru menghampiri Darra.
"Enggak apa-apa, Bi," balas Darra.
"Jangan, Mbak. Saya kan di sini buat bantuin Mbak Darra, masa Mbak juga yang beres-beres. Mendingan Mbak siap-siap berangkat sekolah aja. Nanti saya siapin sarapannya."
"Makasih, Bi."
Darra naik ke lantai dua lalu pergi ke ruangannya. Ia melihat ponselnya menyala. Rupanya pesan dari Rin yang memberi tahu bahwa ia tidak berangkat ke sekolah hari ini karena sudah tak ada yang dilakukan lagi di sekolah. Darra jadi bimbang untuk berangkat atau tidak.
KAMU SEDANG MEMBACA
Close To You
Teen FictionDarra hidup di sebuah panti asuhan sejak kecil. Saat dewasa, mau tidak mau ia harus meninggalkan tempatnya dibesarkan, dan pindah ke kota lain dengan keluarga barunya, yang ternyata tidak menerima kehadiran Darra di tengah-tengah mereka. Namun, kemu...