# 2

54 9 4
                                    

Agung menoleh ke luar jendela sambil menguap. Padahal dia sudah berangkat lebih awal, tapi ternyata jalanan tetap macet. Mungkin karena hari ini adalah tahun ajaran baru, jadi semua murid sekolah berangkat lebih awal. Agung bersandar di kursi ketika akhirnya bus berwarna kuning yang dinaikinya bergerak meninggalkan terminal. Agung merebahkan lengannya di tiang di depannya sambil memandang keluar bus. Ia paling suka duduk di kursi dekat pintu.

Kemudian bus berhenti di halte, beberapa murid sekolah naik dan duduk di kursi yang masih kosong. Seorang cewek menoleh ke depan dan belakang bus kemudian berdiri sambil berpegangan tiang. Agung celingukan dan baru menyadari semua kursi sudah penuh. Ia buru-buru bergeser ke pojok.

"Sini, duduk di sini," kata Agung pada cewek itu. Cewek itu duduk di sebelah Agung tanpa mengatakan apa-apa.

Agung mengamati cewek berambut hitam dengan kuncir kuda dan poni yang menutupi dahinya. Ia melirik dasi yang dipakai anak itu. Dasi yang sama seperti yang dipakainya. Tapi Agung tidak pernah melihatnya di sekolah.

Cewek itu melirik ke arahnya. Agung melemparkan senyum, tetapi cewek itu memalingkan wajahnya. Agung melihat ke arah name tag yang dipakai cewek itu. Andarra? Agung berdecak. Ia tidak ingat ada nama Andarra di antara teman-teman seangkatannya. Mungkinkah dia murid kelas sepuluh? Namun, mestinya dia masih memakai seragam SMP jika dia memang ikut penerimaan siswa baru. Mungkinkah dia seniornya? Namun, kenapa dari tadi cewek itu kelihatan gelisah?

"Hai—Andarra," sapa Agung akhirnya. Cewek itu menoleh. "Kamu sekolah di SMA 25?"

Cewek bernama Andarra itu mengangguk.

"Aku juga," kata Agung lagi. Cewek itu hanya meliriknya lalu memalingkan wajahnya kembali, tetapi Agung bisa melihat wajahnya yang terlihat lega. Tanpa sadar Agung merasa senang melihatnya.

Dua puluh menit kemudian bus berhenti di lampu merah dekat Dunkin Donuts. Agung memberi tahu cewek itu untuk berdiri dan mengajarkannya untuk membayar ongkos ke sopir bus sebelum turun. Ia juga membantunya menyeberang jalan.

"Jadi? Kamu kelas berapa?" tanya Agung saat mereka berjalan berdampingan menuju sekolah.

"Kelas sebelas," jawab cewek itu.

"Aku juga kelas sebelas, tapi kenapa aku belum pernah ngelihat kamu?"

"Aku murid pindahan."

"Oh."

Mereka sama-sama terdiam. Agung melirik cewek itu yang berjalan dengan menunduk sambil sesekali melihat ke depannya. Tingginya tidak mencapai telinga Agung dan ia terlihat manis walaupun ia belum tersenyum sama sekali.

"Agung!"

Agung menoleh. Teman-temannya melambai ke arahnya dari depan gerbang sekolah. Agung balas melambai ke arah mereka.

"Kamu harus pergi melapor ke Tata Usaha. Dari pintu masuk ada meja piket di sebelah kiri. Ruangan paling pertama di sebelah ruang guru," kata Agung. Cewek itu mengangguk sambil menggumamkan 'terima kasih' lalu berjalan memasuki gerbang sekolah sementara Agung pergi menghampiri teman-temannya.

"Wah, siapa barusan?" ledek teman-temannya. Agung hanya membalasnya dengan tertawa.

***

Darra memasuki kelas XI Sos 4 sambil celingukan. Ia sedikit terkejut melihat meja dan kursi di kelas itu diatur seperti huruf U, berbeda dengan sekolahnya yang dulu. Teman-teman barunya sedang mengobrol satu sama lain. Tentu saja tidak ada yang Darra kenal.

"Cari siapa?"

Darra menoleh kaget. Seorang cewek berjilbab dengan tahi lalat di pipinya masuk ke kelas sambil mengeringkan tangannya dengan sapu tangan.

Close To YouTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang