Darra duduk di dalam mobil dengan canggung sementara Pak Dimas menyetir mobil. Papa yang duduk di sampingnya sedang sibuk dengan ponselnya, jadi Darra tidak berminat untuk mengganggunya.
Darra memandang keluar jendela, mengingat pandangan teman-temannya saat Papa mengajaknya pulang tadi. Sebagian besar dari mereka masih kaget dan tidak percaya, sementara sebagian lagi menyebut bahwa ayahnya Abrar mengadopsinya—walau jelas-jelas Abrar membantahnya.
"Tadi Papa bicara sama wali kelas kamu," kata Papa, mengagetkan Darra. Darra menoleh ke arahnya. "Katanya kamu enggak mau ikut SPMB? Kamu kan termasuk juara umum di sekolah."
"Aku enggak mau kuliah," jawab Darra.
"Kenapa?" tanya Papa. "Kan sayang kalau kamu enggak mau nerusin sekolah."
"Aku mau cari kerja aja."
"Kalau cuma lulusan SMA, kamu mau kerja di mana?"
"Banyak kantor yang mau menerima lulusan SMA, kok. Aku juga bisa kerja di restoran atau di mana aja yang menerima lulusan SMA." Darra terdiam sesaat. "Dan aku enggak mau di Jakarta. Aku mau pulang."
"Pulang ke mana? Rumah kamu kan di sini."
"Ke mana aja, asal bukan di sini," gumam Darra sambil mengalihkan pandangannya keluar jendela.
Darra tidak bisa mengungkapkan kegelisahannya jika ia harus kuliah dan tinggal bersama Aline. Dua tahun ini sudah cukup berat baginya. Darra tidak ingin membayangkan jika ia harus berhenti kuliah di tengah jalan hanya karena Aline merajuk padanya dan tidak memberinya uang untuk membayar iuran.
Papa memandang Darra. "Karena Aline?" tanyanya. "Aline itu emang kadang menyebalkan, tapi dia sayang sama kamu, kok. Buktinya, dia mengizinkan kamu untuk tinggal sama dia."
Darra menggigit bibir bawahnya, berusaha untuk tidak mencibir.
"Kamu hanya perlu lebih mengenal Aline. Kalau sudah dekat, dia orangnya baik, kok."
"Karena itu Papa lebih milih Tante Aline dan ninggalin mamaku?" Darra tersentak, kaget dengan ucapan yang keluar dari bibirnya sendiri.
"Papa rasa, sudah waktunya bagi kamu untuk tahu semua," kata Papa. "Papa tahu, kamu mendengar kalau Papa mengkhianati Aline dan selingkuh dengan mama kamu. Ada juga yang bilang Papa meninggalkan mama kamu dan memilih Aline."
Darra tidak menyahut.
"Kenyataannya bukan seperti itu." Papa menghela napas. "Dulu, waktu Papa masih merintis perusahaan, kakek kamu meminta Papa untuk memegang cabang di Jogja. Lalu Papa bertemu dengan mama kamu yang baru lulus sekolah dan melamar menjadi resepsionis di perusahaan Papa. Papa yang mewawancarai mama kamu dan menerimanya bekerja. Mama kamu orangnya gesit dan pintar, sama seperti kamu. Lama kelamaan tumbuh perasaan suka dan ingin melindungi mama kamu."
Darra menggeser duduknya, mulai tertarik pada cerita Papa.
"Diam-diam Papa pacaran sama mama kamu. Diam-diam, karena tentu saja ada peraturan yang melarang pacaran dengan sesama rekan kerja di perusahaan. Kami pacaran selama empat tahun lalu ketahuan sama kakek kamu. Papa disuruh putus karena mama kamu bukan dari keluarga berada. Papa nekat membantah kakek kamu dan memutuskan untuk menikahi mama kamu. Kakek kamu menentang, kami ribut besar, dan kakek kamu jatuh sakit."
Pandangan Papa menerawang saat mengingat kembali kisah di masa lalu. Kesedihan jelas terlihat di matanya.
"Waktu Papa menjenguk kakek kamu, Papa diminta untuk menikahi Aline. Bahkan ternyata kakek kamu sudah mendaftarkan pernikahan Papa dengan Aline di catatan sipil. Walau Papa mengatakan Papa sudah menikah, kakek kamu enggak peduli, dan meminta Papa untuk ninggalin mama kamu. Papa emang menuruti kakek kamu, tapi Papa lebih memilih tetap tinggal di Jogja. Sampai kemudian Aline melahirkan Abrar, kakek kamu meminta Papa kembali ke Jakarta. Papa enggak punya pilihan lain karena itu permintaan terakhir Kakek. Mama kamu juga mendengar kabar itu dan minta pisah sama Papa. Papa enggak tahu kalau mama kamu sedang mengandung kamu waktu itu."
KAMU SEDANG MEMBACA
Close To You
Teen FictionDarra hidup di sebuah panti asuhan sejak kecil. Saat dewasa, mau tidak mau ia harus meninggalkan tempatnya dibesarkan, dan pindah ke kota lain dengan keluarga barunya, yang ternyata tidak menerima kehadiran Darra di tengah-tengah mereka. Namun, kemu...