# 49

46 6 3
                                    

Pagi itu Dika menunggu di parkiran motor dengan gelisah. Hari ini akan diadakan SPMB di sebuah universitas dan ia tahu Darra akan mengikuti ujian itu. Dika merasa bersalah karena ia tidak memberi kabar pada Darra bahwa ia tidak bisa datang menemuinya hari Sabtu malam kemarin. Dika juga tidak ingin menjelaskan mengenai Vina di telepon, makanya dia memilih untuk menunggu sampai hari ini tiba.

Kemudian dilihatnya motor Abrar memasuki halaman, membuat Dika mengernyitkan dahi. Kenapa Abrar datang sendirian? Ia bergegas menghampiri Abrar yang sedang memarkir motornya.

"Kok sendirian, Brar?" sapa Dika.

"Hm," balas Abrar sambil mengaitkan helmnya di motor.

"Andarra mana?"

"Sakit."

"Sakit? Sakit apa?" tanya Dika sambil mengikuti Abrar.

"Kehujanan."

Dika menghentikan langkahnya. Malam Minggu kemarin memang hujan. Mungkinkah Darra menunggunya di taman hingga kehujanan? Sepertinya suasana hati Abrar juga sedang tidak baik saat ini. Apakah sahabatnya itu marah karena tahu Dika yang membuat adiknya sakit hingga tidak bisa mengikuti SPMB?

Sepanjang hari Dika berusaha berkonsentrasi pada soal-soal ujian di hadapannya. Ia sudah menentukan ke universitas mana dia akan melanjutkan pendidikannya. Walaupun orang tuanya menentang pilihannya, Dika bersikeras akan mempertahankan keputusannya.

"Brar, mau ke mana dulu kita?" tanya Agung setelah mereka selesai dengan ujian Seleksi Penerimaan Mahasiswa Baru siang itu.

"Gue enggak bisa ke mana-mana. Andarra sendirian di rumah," jawab Abrar sambil memanggul tasnya.

"Emang kenapa Darra enggak berangkat? Bukannya kemarin dia udah belajar buat ujian?" tanya Agung sambil mengikuti Abrar, disusul oleh Dika di belakangnya.

"Dia sakit, kehujanan kemarin," jawab Abrar.

"Gue boleh ikut?" sahut Dika sambil meraih lengan Abrar. Abrar mendelik ke arahnya. Nah kan, memang Abrar kesal padanya.

"Mau ngapain?" tanya Abrar.

"Gue mau minta maaf dan jelasin ke Andarra alasan gue enggak bisa datang nemuin dia malam Minggu kemarin," jawab Dika. "Please..."

Abrar memberikan pandangan mencela ke arah Dika. "Lo tahu? Andarra nungguin lo yang lebih milih nemenin Vina yang ngaku-ngaku minum obat tidur, padahal sebenarnya yang dia minum itu vitamin, kan?" tanyanya dingin. Dika terperanjat mendengarnya. "Gue dengar teman-temannya bilang begitu tadi. Gue kecewa karena lo enggak ngasih kabar sama sekali. Tenyata sampai akhir lo masih enggak punya nyali di depan Vina."

~***~

Motor Abrar memasuki halaman rumah disusul oleh motor Dika. Abrar turun dari motornya dan menoleh ketika pintu rumah terbuka. Mamanya muncul di pintu dengan senyum merekah di wajahnya.

"Kalian udah pulang?" sapa Aline.

"Siang, Tante," sapa Dika dan Agung bersamaan sambil mengangguk sopan ke arah Aline.

"Gimana tadi ujiannya? Bisa?" tanya Aline begitu Abrar menghampirinya.

"Iya," jawab Abrar singkat.

Bermacam-macam hal berkecamuk di dalam kepala Abrar. Mamanya tidak mungkin setenang ini melihat teman-temannya datang. Ia pasti akan sibuk di belakang menyuruh Darra menghentikan apapun kegiatan yang sedang dilakukannya dan bersembunyi.

Abrar berjalan cepat ke arah ruang makan lalu menoleh ke arah dapur. Bersih, tidak ada tanda-tanda kegiatan memasak di sana.

"Kalian udah makan?" tanya Aline dari arah ruang tamu. Namun, Abrar mengabaikannya dan berlari menaiki tangga.

Close To YouTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang