"Ra, jangan dilihatin terus!" bisik Rin.
Darra tersadar dan memalingkan wajahnya. Entah mengapa hatinya terasa hangat setelah melihat Dika berada di dalam kelas yang sama dengannya. Namun, kesenangannya itu hanya berlangsung sesaat. Wajah Darra mengeras saat dilihatnya tiga orang cewek berjalan menuju ke arahnya sambil cekikikan dan masuk ke dalam kelasnya.
Ternyata Rin sama kagetnya dengan Darra. Mereka saling berpandangan.
"Kenapa kita bisa sekelas sama Vina juga, sih?" bisik Rin. Darra mengangkat bahunya. Mereka sama-sama melirik Vina dan kedua sahabatnya yang duduk di barisan kedua.
Hari itu dimulai dengan pelajaran Bahasa Inggris. Karena belum ada buku materi, jadi Bu Durlan hanya meminta mereka menuliskan kumpulan kata kerja yang mereka catat di bagian belakang buku tulis mereka selama kelas XI. Seperti biasa, Darra ditunjuk untuk menuliskannya di papan tulis. Untunglah Darra selalu mencatat kata-kata kerja itu sesuai yang diperintahkan, jadi ia tinggal menyalinnya di papan tulis.
Saat bel istirahat berbunyi, Darra sengaja berlama-lama merapikan bukunya. Ia mendongak saat Dika melewatinya. Namun, cowok itu terus berjalan dengan pandangan lurus ke depan tanpa melirik Darra sedikit pun.
"Mungkin dia belum tahu kalau sekelas sama kamu," kata Rin yang meminta Darra untuk menemaninya ke kantin.
Setelah mereka kembali, dilihatnya Dika dan teman-temannya sedang nongkrong di bangku di depan kelas. Anak-anak itu lebih nyaman berada di sana karena mereka berada di kelas paling ujung. Jadi mereka tidak akan mengganggu murid lain yang hendak lewat. Dika menoleh ke arah Darra dan Rin. Darra tahu Dika melihatnya masuk ke dalam kelas karena mereka sempat bertemu pandang. Namun, Dika memalingkan wajahnya dan kembali mengobrol dengan teman-temannya.
"Dika! Gue cariin di kantin, ternyata elo udah balik ke kelas!"
Darra menoleh. Rupanya Vina, Carla, dan Sheila berada di belakangnya. Mereka menghampiri Dika dan teman-temannya lalu ikut nongkrong di sana. Darra bisa mendengar dengan jelas obrolan mereka dari mejanya. Vina dan Dika terdengar mengobrol, bahkan sesekali tertawa. Kenapa rasanya Darra tidak suka mendengarnya?
"Biarin aja. Enggak usah didengerin. Nanti kamu malah pusing sendiri," hibur Maya.
Karena posisi Darra persis di dekat pintu, jadi mau tidak mau ia harus duduk menyamping agar bisa melihat guru yang mengajar. Hal itu membuatnya tanpa sadar sering melihat ke arah Dika duduk. Terkadang cowok itu duduk di sebelah pinggir, kadang di pojok. Kadang melihat ke arah guru dengan serius, kadang asyik mengerjakan sesuatu di bukunya.
Darra tahu ia tidak akan bisa berkonsentrasi dalam pelajaran jika ia terus melakukannya. Namun, Darra tidak bisa menahan dirinya. Darra menghela napas. Mungkinkah ini sebabnya murid sekolahan tidak boleh pacaran—terutama jika sekelas—dan perusahaan melarang sesama karyawan berpacaran? Karena fokus pada pelajaran dan pekerjaan mereka bisa teralihkan?
Setelah jam pelajaran hari itu berakhir, Darra, Rin, dan Maya turun bersama murid-murid yang lain. Rahmi sudah menunggu di dekat kelasnya. Darra melihat Agung dan Riya keluar dari kelas bersama. Rupanya sekarang mereka sekelas. Agung sempat menoleh ke arah Darra, tapi ia kembali memalingkan wajahnya ke arah Riya.
"Ra," bisik Rahmi sambil menarik lengan Darra. "Kudengar anak-anak mau nengokin Abrar di rumah, loh."
"Oh ya?" Darra berpikir sebentar. Belum ada yang mengetahui bahwa sebenarnya Darra dan Abrar bersaudara, selain Rin, Maya, dan Rahmi. "Kalau gitu, aku main ke rumah kamu dulu, boleh?"
~***~
Sore itu Darra berjalan melewati depan rumahnya sambil mengawasi teras. Ia tidak melihat tumpukan sepatu atau motor teman-teman sekolahnya di sana. Apa mereka sudah pulang? Darra meneruskan langkahnya ke pintu samping lalu masuk melalui dapur dengan hati-hati. Bi Atun baru saja turun sambil membawa baki berisi gelas-gelas kosong. Selama Abrar sakit, Bi Atun memang berada di rumah untuk membantu keperluan Abrar. Karena Aline tidak ingin Darra mendekati kamar Abrar, apalagi bertemu dengan kakaknya itu.
KAMU SEDANG MEMBACA
Close To You
Teen FictionDarra hidup di sebuah panti asuhan sejak kecil. Saat dewasa, mau tidak mau ia harus meninggalkan tempatnya dibesarkan, dan pindah ke kota lain dengan keluarga barunya, yang ternyata tidak menerima kehadiran Darra di tengah-tengah mereka. Namun, kemu...