# 6

31 6 3
                                    

Siang itu Darra langsung pergi ke kelas XI Sos 5 sambil membawa buku Sosiologi setelah bel tanda istirahat berbunyi. Ia menunggu sampai murid-murid kelas itu keluar untuk ke kantin lalu melongok ke dalamnya. Rupanya Dika masih ada di mejanya bersama Abrar dan Rin.

"Mau kembaliin buku?" sapa Rin begitu Darra menghampiri mereka.

"Iya," jawab Darra. "Anu, tadi kan dikasih kisi-kisi untuk Try Out. Boleh bukunya kupinjam dulu? Nanti pulang sekolah aku kembaliin."

"Mau kerjain di perpus?" tanya Dika. Darra mengangguk. "Kalau gitu, kerjain bareng aja yuk! Belajar bareng juara umum, siapa tahu ketularan pintar. Lo ikut enggak, Brar?"

Abrar hanya mengangguk sebagai jawaban. Dika mengeluarkan bukunya.

"Lo enggak ikut, Rin?" tanya Dika.

"Enggak, ah. Nanti aja ngerjainnya," tolak Rin. "Aku ke kantin dulu ya, Ra!"

Setelah itu Darra pergi ke perpustakaan diikuti oleh Dika dan Abrar. Saat melewati kelas XI Sos 2, Darra melihat Vina dan dua orang temannya sedang berdiri di depan pintu kelas. Darra sudah bisa menebak, gadis itu pasti akan menghentikan Dika. Namun, Darra tetap meneruskan langkahnya ke perpustakaan dan mengambil meja di pojok seperti biasa. Ia sedang membalik-balik halaman bukunya ketika akhirnya Dika dan Abrar menyusulnya.

"Maaf, jadinya telat," kata Dika sambil duduk di depan Darra.

Setelah itu mereka sibuk mengerjakan kisi-kisi yang diberikan oleh Bu Imas. Namun, Dika sudah menggeliat, padahal mereka baru mengerjakan sepuluh soal.

"Apa kita harus menyalin semuanya?" keluh Dika. "Bukannya lebih praktis ditandai pakai stabilo aja di bukunya?"

"Bukannya justru lebih praktis belajar sekalian di buku catatan daripada harus bolak-balik nyari di buku pelajaran?" balas Darra.

"Iya, sih," jawab Dika.

"Mencatat bisa bantu kamu belajar, karena kamu harus nyari jawabannya dan baca juga. Kalau cuma di-stabilo, belum tentu kamu tahu isinya," kata Darra lagi.

"Iya, iya," balas Dika sambil kembali mencatat di bukunya. Seketika Darra langsung menyesal telah mendikte Dika seperti itu.

"Maaf, ya," kata Darra pelan. "Aku enggak bermaksud ngajarin kamu, tapi kan kamu bilang mau belajar bareng..."

"Iya, enggak apa-apa. Aku ngerti, kok," kata Dika sambil tersenyum.

Darra memandang Dika yang kembali sibuk mencatat. Ia juga melirik Abrar yang sejak tadi sibuk dengan catatannya tanpa berkomentar apa-apa. Setelah itu mereka kembali mengerjakan soal-soal tersebut hingga bel tanda masuk berbunyi. Namun, masih ada beberapa soal lagi yang belum dikerjakan.

"Nanti kita terusin pas pulang sekolah aja," kata Dika. "Kita bisa kerjain lagi di sini. Gimana?"

"Gue enggak bisa ikut nanti," kata Abrar sambil menutup bukunya lalu pergi meninggalkan Darra dan Dika.

Darra berpikir sebentar. Kalau dia melanjutkannya nanti, berarti dia akan telat pulang ke rumah. Namun, kalau tidak segera dikerjakan, nantinya malah akan menumpuk dengan kisi-kisi pelajaran yang lain.

"Kenapa? Kamu juga enggak bisa?" tanya Dika melihat Darra melamun. "Kamu mau kerjain di rumah kamu aja biar nyaman? Atau ke rumah aku?"

"Enggak, enggak usah," jawab Darra buru-buru. "Di sini aja."

Setelah itu mereka keluar dari perpustakaan untuk kembali ke kelas. Kali ini Dika berjalan di samping Darra dan mengabaikan Vina yang memanggil-manggil dari dalam kelasnya. Begitu mereka menaiki tangga, mereka berpapasan dengan Tiza, murid kelas X.

Close To YouTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang