# 28

28 4 3
                                    

Abrar menghentikan motornya di pinggir rel kereta lalu menghampiri sekelompok pria yang sedang duduk di warung kopi dekat situ. Seorang cowok berambut belah tengah dengan tato di lengan kirinya mendongak begitu melihat Abrar mendekat.

"Wah, lihat siapa yang datang!" ujar cowok itu, membuat orang-orang yang berada di dekatnya ikut menoleh. "Tumben lo ke sini? Padahal lo bilang udah enggak mau berurusan sama kita lagi. Iya, enggak?"

Mereka mengiakan. Abrar berdiri di hadapan mereka sambil memandang cowok itu dengan tajam.

"Gue dengar lo nodong teman gue," kata Abrar tanpa basa-basi. Cowok itu mendengus mengejek.

"Gue nodong bukan cuma satu atau dua orang. Gimana gue bisa tahu itu teman lo atau bukan?"

"Anak SMA di bus sekolah pagi ini—yang cewek."

Cowok itu terdiam sambil melihat ke atas, pura-pura berusaha mengingat. "Ah, yang cewek itu. Jadi itu teman lo?" Cowok itu tertawa. "Sorry ya, Brar. Gue enggak sekolah sih, jadi gue enggak tahu kalau anak sekolah itu teman lo juga."

"Gue enggak peduli alasan lo. Gue mau lo kembaliin dompet yang lo ambil dari dia."

Cowok itu menatap Abrar sesaat sebelum akhirnya menepuk lengan anak di sebelahnya. "Dompet yang tadi."

Anak itu pergi ke belakang warung lalu kembali dengan sebuah dompet di tangannya. Ia menyerahkan dompet itu pada cowok tadi yang kemudian melemparkannya ke arah Abrar. Abrar menangkap dompet itu lalu memeriksa isinya. Ia melihat kartu pelajar milik Darra terselip di sana, tetapi dompet itu sudah kosong.

"Gue cuma ngembaliin dompetnya, ya. Bukan isinya," kata cowok itu santai sambil mengisap rokok di tangannya.

"Kalungnya mana?" tanya Abrar.

"Kalung apa?" Cowok itu balik tanya.

"Yang ada di dalam sini." Abrar menunjukkan kantong dengan resleting yang kosong.

"Kan gue udah bilang. Gue cuma ngembaliin dompetnya."

"Gue mau lo balikin kalung itu hari ini juga."

"Udah gue jual."

"Gue bayarin."

Cowok itu menatap Abrar sambil menimbang-nimbang. "Gue enggak mau kalau dibayar pake duit doang."

"Terserah lo. Pokoknya siang ini gue kemari lagi, kalung itu harus udah ada," balas Abrar sambil memasukkan dompet Darra ke dalam tasnya.

"Wah, wah, wah. Baru kali ini gue lihat lo belain orang sampe segitunya. Emang dia siapa sih? Pacar lo?"

"Bukan," jawab Abrar. "Lebih dari itu."

~***~

Darra melangkah lesu ke arah koperasi. Bagaimana dia mengatakannya pada Bu Susi, ya? Darra sudah mencoba meminjam uang pada teman-temannya, tapi tidak ada yang mempunyai uang sebanyak itu. Rin baru mendapat uang dari papanya nanti setelah libur kenaikan kelas. Apa Bu Susi mengijinkan Darra untuk menunda pembayarannya, ya?

"Andarra!"

Darra menoleh dan menghentikan langkahnya begitu melihat Abrar sedang berlari ke arahnya. Abrar menarik lengan Darra ke dekat mading lalu menyodorkan dompet yang diambil penjahat tadi pagi, membuat Darra terbelalak.

"Kenapa bisa ada sama kamu?" tanya Darra sambil menerima dompet itu.

"Coba diperiksa aja dulu."

Darra membuka dompet itu dan memeriksa isinya. Ia menghela napas lega melihat uang untuk membayar bukunya masih ada di sana. Namun, ia tidak bisa menutupi kekecewaannya saat melihat kalungnya tidak ada di sana.

Close To YouTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang