# 20

27 5 5
                                    

Malam itu Agung sedang makan malam dengan keluarga besarnya ketika ponsel di saku celananya bergetar terus menerus. Agung mengernyitkan dahi. Telepon? Atau SMS? Namun, jika itu SMS, siapa yang mengiriminya SMS terus tanpa henti? Agung penasaran sekali, tapi dia tidak enak untuk mengeluarkan ponselnya. Terutama di depan kakeknya yang sangat ketat dengan aturan di meja makan.

Akhirnya Agung melupakan tentang ponselnya hingga ia hendak pergi tidur. Agung berbaring di kasur sambil melihat ponselnya. Ia kembali terduduk begitu melihat bahwa semua pesan tadi adalah laporan pengiriman SMS yang dikirimkannya ke Darra. Dada Agung berdebar-debar. Berarti Darra sudah memperbaiki ponselnya? Apa dia melihat semua pesannya? Kenapa gadis itu tidak membalas satu pun pesan darinya?

Agung mengetikkan pesan di ponselnya lalu mengirimkannya pada Darra.

Udah tidur?

Pesan itu terkirim. Agung kembali berbaring sambil menunggu balasan dari Darra. Namun, hingga ia tertidur dan terbangun keesokan paginya, masih belum ada balasan. Mungkin Darra tidak ada pulsa atau belum membaca pesannya. Akhirnya Agung mengirimkan pesan lagi padanya.

Ra, siang ini bisa ketemu, enggak? Pulang sekolah di taman dekat rumah kamu.

Seharian itu Agung menunggu balasan dari Darra. Padahal ia sedang berada di rumah kakeknya bersama sepupu-sepupunya yang sudah liburan sekolah. Agung ingin sekali menghubungi Darra, tetapi ia mengurungkan niatnya. Agung tidak ingin Darra mengira ia terlalu memaksanya.

Barulah pukul dua belas siang ponselnya bergetar saat Agung hendak pergi makan siang di luar. Ia hampir melompat kegirangan saat melihat balasan dari Darra.

Oke.

Agung buru-buru menghampiri mamanya lalu berbisik agar tidak ada yang bisa mendengarnya. "Ma, aku pulang duluan, ya," pintanya.

"Mau ngapain?" tanya mamanya curiga.

"Ternyata ada acara di sekolah. Aku enggak enak kalau enggak ikut datang," jawab Agung berbohong.

"Terus, kamu pulangnya gimana?" tanya Mama Agung.

"Aku pulang naik taksi aja," jawab Agung.

Setelah mamanya mengizinkan, Agung berpamitan pada Kakek dan saudara-saudaranya lalu pergi dengan taksi. Rumah kakeknya berada di daerah Serpong, jadi perjalanannya cukup jauh. Ditambah lagi dengan jalanan yang macet, membuat perjalanan Agung terasa begitu lama.

Agung melihat keluar dari jendelanya. Ia mulai cemas melihat langit yang semakin gelap. "Pak, enggak ada jalan tikusnya biar cepat sampai?" tanyanya pada sopir taksi.

"Jam segini emang macet, Mas. Apalagi kalau udah semakin sore," jawab bapak sopir taksi.

Agung bertambah cemas ketika melihat jendela mobil mulai basah oleh titik-titik air hujan. Seketika hujan yang cukup deras mengguyur kota Jakarta. Agung mulai duduk di kursinya dengan gelisah. Apakah Darra akan menunggunya?

Agung menghela napas lega ketika melihat terminal di dekat rumah Darra. Jalan pun sudah tidak semacet tadi. Agung sudah bersiap, setelah turun dari taksi nanti, dia bisa langsung berlari ke salah satu shelter di taman. Jarak dari jalan ke taman tidak jauh, paling hanya basah sedikit.

"Makasih, Pak," kata Agung setelah membayar ongkos taksinya.

Begitu turun dari taksi, Agung menutupi kepalanya dengan kedua tangan dan bersiap untuk lari. Namun, begitu ia berbalik, langkahnya terhenti.

Itu Darra, sedang berada di salah satu shelter, tapi dia tidak sendirian. Di depannya ada seorang laki-laki bertubuh tinggi yang sedang memakai jas hujan. Darra terlihat... mesra? Agung tidak bisa memilih kata lain, karena Darra terlihat dekat dengan cowok itu. Terlalu dekat, malah. Agung tidak pernah melihat Darra sedekat itu dengan cowok manapun, bahkan dengan dirinya. Apa itu pacarnya?

Close To YouTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang