# 15

25 6 4
                                    

Rin mempercepat langkahnya menuju sekolah. Begitu memasuki gerbang, ia langsung menghampiri parkiran motor, dan berhenti di depan Dika yang baru tiba dan sedang mengobrol dengan Agung dan Abrar.

"Dika, pacar lo kelewatan banget, sih," semprot Rin. Cowok-cowok itu memandangnya bingung.

"Siapa?" tanya Agung.

"Si Vina," jawab Rin tanpa mengalihkan tatapannya dari Dika. "Lo enggak tahu kalau kemarin dia sama teman-temannya ngeroyok Darra sampai jatuh di selokan, cuma gara-gara ada yang pernah lihat lo pulang sama Darra?"

"Dikeroyok?!" ulang Agung kaget. Ia memang belum bertemu dengan Darra karena tadi gadis itu mengirim pesan bahwa ia berangkat lebih pagi.

Rin mengangguk, agak jengkel karena sejak tadi Dika tidak bereaksi. "Mestinya lo kasih tahu Vina kalau Darra belajar bareng di rumah lo karena lo yang ngajak. Jadi kan Darra enggak perlu luka-luka gara-gara salah paham."

"That's it. Gue yang akan ngomong sama dia." Tiba-tiba saja Agung berbalik meninggalkan teman-temannya. Rin bergegas menyusulnya.

"Mau ke mana?" tanya Rin dengan susah payah menjajarkan langkah Agung.

"Nyari Vina, lah," jawab Agung jengkel.

"Jangan!" Rin buru-buru menahan Agung.

Agung berdecak tidak sabar. "Orang kayak Vina tuh kalau enggak dikasih pelajaran, bakal terus-terusan besar kepala! Darra pasti diam aja waktu dikeroyok mereka. Jadi biar gue yang balas."

"Ya enggak bisa gitu, lah, Gung," kata Rin dengan suara tertahan sambil melirik beberapa guru yang sedang duduk di meja piket. "Sebenarnya Darra enggak mau gue cerita ke siapa-siapa, tapi gue enggak mau Darra jadi korban lagi, apalagi dia sering minjam bukunya Dika. Jadi Dika mesti tahu supaya lebih hati-hati. Atau seenggaknya, dia bisa negur Vina. Lagian masa lo mau bikin ribut di sekolah? Emangnya enggak malu berantem sama perempuan?"

Agung tidak menyahut. Namun, ia menuruti Rin untuk tidak membahasnya dengan Darra. Saat Agung tiba di kelas, gadis itu sedang mengaduk-ngaduk laci mejanya dengan kebingungan. Agung langsung menghampirinya.

"Cari apa?" tanya Agung.

"Kartu iuran," jawab Darra sambil menyimpan buku-bukunya kembali.

"Emang terakhir kali simpannya di mana?"

"Aku juga lupa."

"Mungkin keselip. Coba nanti aku bantu cariin," kata Agung bertepatan dengan bel tanda masuk berbunyi.

Agung pergi ke mejanya lalu duduk sambil mengawasi Darra yang sedang berbicara dengan suara pelan dengan Rahmi. Agung memandangi plester di siku Darra, menyesali selama ini dia tidak terlalu memperhatikan gadis itu.

Sepanjang pelajaran Darra tidak bisa berkonsentrasi. Ia mengira-ngira, di mana kartu iurannya. Mungkinkah ia menjatuhkannya saat terperosok di selokan kemarin? Namun, Darra yakin ia tidak menenteng kartu itu saat pulang. Tasnya juga tidak terbuka saat ia sampai di rumah. Duh, bisa gawat kalau hilang. Darra berusaha mengingat-ingat, apakah dia ke perpustakaan kemarin. Mungkinkah kartunya tertinggal di sana?

Begitu bel tanda pergantian pelajaran berbunyi, Darra keluar dari kelasnya setelah gurunya pergi. Ia menuju kelas XI Sos 5 untuk meminjam buku dari Dika seperti biasa , tetapi rupanya cowok itu sudah menunggu di koridor. Ia sudah berganti pakaian dengan baju olahraga.

"Ini," kata Dika sambil menyodorkan buku di tangannya. "Ini juga. Kemarin ada di dalam buku Akuntasi aku."

Wajah Darra langsung menjadi cerah begitu Dika menyodorkan kartu iuran milik yang sejak kemarin dicari-cari olehnya. "Makasih," gumamnya.

Close To YouTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang