"Andarra."
Darra menoleh mendengar namanya dipanggil. Abrar sedang berdiri di depan kelasnya.
"Makan," kata Abrar singkat. Darra menggeleng. "Atau kamu mau makanannya aku bawain ke sini?"
Darra langsung melotot ke arah Abrar. Dia tahu cowok itu tidak akan main-main dengan ucapannya. Mau tidak mau Darra bangkit lalu mengikuti Abrar. Mereka berpapasan dengan Dika dan Agung di tangga.
"Mau ke mana?" tanya Agung.
"Makan," jawab Abrar tanpa menghentikan langkahnya sementara Darra hanya menunduk di belakangnya.
"Kenapa sekarang mereka barengan terus?" tanya Agung setelah Darra dan Abrar melewati mereka.
"Mana gue tahu," jawab Dika ketus sambil meneruskan langkahnya menaiki tangga.
"Apa jangan-jangan karena waktu di Cimacan kemarin lo enggak ngaku kalau pacaran sama Darra, makanya Darra jadi pacaran beneran sama Abrar?" lanjut Agung sambil membuntuti Dika ke arah kelas XII Sos 3. "Lo cupu, sih."
"Abrar orangnya enggak gitu," tukas Dika sambil duduk di bangku di depan kelas. Agung langsung memukul lengannya.
"Enggak gitu apanya? Emangnya dia tahu kalau kalian emang pacaran? Kalau enggak tahu, ya udah pasti Abrar enggak ragu-ragu buat deketin Darra, lah." Agung merendahkan suaranya. "Kayak gue dulu. Gue kira kan cowok itu Abrar, makanya gue enggak jadi nembak Darra. Gue enggak mau kalau harus berantem sama teman gara-gara cewek. Ternyata orangnya lo."
"Terus kalau orangnya gue, kenapa?"
"Ya walau ternyata lo cupu, gue tetap enggak nembak Darra, kan? Biarpun hubungan gue sama Riya begitu-begitu aja, enggak ada kejelasan, tapi gue enggak berniat deketin Darra lagi."
"Berarti lo temenan sama dia cuma buat deketin dia aja, kan?"
"Sembarangan."
"Buktinya, pas lihat dia punya cowok, terus lo musuhin dia sampai sekarang."
Agung terdiam. Pandangannya menerawang. "Gue berhenti jadi temannya bukan karena dia udah punya pacar, tapi..." Agung menghela napas. "Dari awal gue enggak yakin dia emang mau berteman sama gue. Gue enggak tahu apa-apa soal dia, dia enggak pernah mau curhat ke gue. Jadi rasanya gue ini sama aja kayak teman sekelas dia yang lain, yang berhubungan karena kita sekelas. Bukan karena berteman dekat."
"Jadi lo bertepuk sebelah tangan bukan cuma soal perasaan, tapi juga pertemanan?" ledek Dika.
"Sialan."
~***~
Siang itu Darra dan teman-teman sekelasnya pergi ke lapangan depan untuk pelajaran olahraga. Mereka duduk-duduk di teras sambil menunggu Pak Puji tiba. Rin yang sedang kurang sehat terpaksa tidak bisa mengikuti pelajaran dan hanya ikut duduk-duduk bersama mereka.
Darra melengos saat melihat Rudi menggotong palang penanda kelas untuk upacara setiap hari Senin. Apa mereka akan melompati palang? Darra tidak terlalu menyukai pelajaran olahraga. Mungkin karena ia tidak terlalu suka dengan kegiatan di luar ruangan. Waktu kecil Darra memang senang memanjat pohon, tapi bukan berarti dia juga menyukai kegiatan berbau olahraga.
Tiba-tiba terdengar bunyi peluit dari arah belakang mereka. Murid-murid langsung berhamburan menuju lapangan, termasuk Darra.
"Ayo, buat empat baris ke belakang!" instruksi Pak Puji. Murid-murid menurutinya.
Setelah melakukan pemanasan, Pak Puji meminta Rudi untuk menjejerkan palang-palang tersebut lalu meminta Rudi untuk memberi contoh cara melompati palang dengan benar. Darra merasa gugup saat Pak Puji meminta murid-murid melompati palang untuk mengambil nilai minggu depan.
KAMU SEDANG MEMBACA
Close To You
Teen FictionDarra hidup di sebuah panti asuhan sejak kecil. Saat dewasa, mau tidak mau ia harus meninggalkan tempatnya dibesarkan, dan pindah ke kota lain dengan keluarga barunya, yang ternyata tidak menerima kehadiran Darra di tengah-tengah mereka. Namun, kemu...