# 36

24 5 7
                                    

Darra terbangun saat merasakan Dika bergerak di sebelahnya. Begitu menyadari kepalanya berada di bahu cowok itu, Darra buru-buru menegakkan diri dan memandang keluar jendela dengan wajah bersemu. Ah, hujan membuat hidungnya sakit karena kedinginan.

Darra menoleh saat Dika mengeluarkan ponselnya yang bergetar dari saku celananya. Sebenarnya Darra tidak ingin ikut campur dengan siapa yang menelepon Dika. Namun, ia jadi penasaran karena Dika tidak menjawab teleponnya, dan bahkan mematikan ponselnya.

"Bukan siapa-siapa," kata Dika tiba-tiba, menyadari Darra memperhatikannya. "Cuma enggak mau jawab aja. Kan kalau lagi hujan begini lebih baik HP dimatiin biar enggak kesambar petir. Kamu enggak tahu, ya?"

Darra mengangkat alisnya sambil menggeleng. Tentu saja ia tahu, tetapi ia memilih untuk tidak menyahut. Dika menguap lalu menoleh ke arah teman-temannya di kursi belakang, sementara Darra kembali memandang keluar jendela. Dadanya berdebar-debar sejak tadi, padahal ini bukan pertama kalinya mereka duduk berdampingan atau berdekatan seperti ini.

Mungkinkah karena ini pertama kalinya mereka terang-terangan berdua seperti ini di depan teman-teman sekolah yang lain? Padahal Dika yang memintanya merahasiakan hubungan mereka, tapi kenapa sekarang seolah cowok itu ingin menunjukkannya?

Udara bertambah dingin saat bus yang membawa mereka bergerak naik. Darra tidak terlalu yakin karena tidak bisa melihat jalan di luar, tapi sepertinya mereka memasuki area pegunungan. Dika membantu mengambilkan jaket milik Darra dari tasnya di rak atas.

"Wah, hujan bikin tambah lapar," gumam Dika.

"Kenapa nasinya tadi enggak dihabisin?" tanya Darra.

"Masa makanan kamu mau aku habisin," balas Dika.

"Kamu bawa makanan? Mau dong," sahut Abrar yang tiba-tiba muncul di sebelah Dika.

Darra mengeluarkan kotak makannya dan memberikannya pada Abrar yang juga membaginya dengan Agung di bangku belakang.

Pukul dua belas siang akhirnya bus memasuki sebuah wisma. Murid-murid yang berada di dalam bus Darra langsung berdiri untuk melihat keluar jendela, terutama karena hujan mulai reda. Mereka bersemangat karena wisma itu cukup besar. Setelah bus berhenti, Pak Rudi naik ke dalam bus untuk memanggil ketua kelompok.

"Kamu turun aja. Nanti tasnya aku bawain," kata Dika.

Darra bangkit lalu turun dari bus bersama dua orang ketua kelompok lain. Mereka mengikuti Pak Rudi ke depan mushola. Beliau membagikan selembar kertas pada setiap ketua kelompok.

"Mestinya kalian sudah makan siang sekarang, tapi ternyata makanannya belum sampai," kata Pak Rudi. "Jadi kalian instruksikan anggota kelompok kalian untuk taruh tas di kamar saja. Nanti kalian akan dipanggil kalau makanannya sudah datang."

Mereka membubarkan diri untuk mengumpulkan anggota kelompok masing-masing. Darra menghampiri teman-teman sekelompoknya yang untungnya sudah berkumpul bersama. Ia langsung menyampaikan pesan dari Pak Rudi tadi.

"Kalian udah tahu kamar masing-masing, kan?" tanya Darra. Teman-temannya mengangguk.

"Nanti aku bantuin kalau makanannya udah datang," kata Annisa, salah satu teman sekelas Darra.

Darra mengangguk. Teman-temannya membawa tas masing-masing untuk dibawa ke kamar. Darra meraih tasnya yang sedang dipegang oleh Dika.

"Mau sekalian aku bawain ke kamar, enggak?" tanya Dika sambil memakaikan tudung jaket Darra agar tidak terkena hujan yang turun rintik-rintik.

"Enggak usah. Aku bawa sendiri aja," gumam Darra sambil mengambil tasnya kemudian berbalik meninggalkan Dika yang kemudian pergi bersama teman-temannya.

Close To YouTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang