Darra membuka matanya lalu menguap. Badannya terasa sakit karena terus duduk di dalam mobil. Ia melihat ke jendela. Hari sudah gelap saat akhirnya Darra tiba di Jakarta setelah menempuh dua belas jam perjalanan. Mobil memasuki sebuah perumahan lalu berhenti di depan sebuah rumah berlantai dua yang berada di persimpangan jalan. Di halaman depan terdapat sebuah pohon besar dan pot-pot berisi bermacam-macam bunga yang berjejer di atas tembok pagar.
"Tunggu di sini," kata Pak Dimas, pria yang menjemput Darra tadi. Ia mematikan mesin mobil dimatikan kemudian turun dan pergi menuju rumah itu, sementara Darra tetap menunggu di dalam mobil. Darra mengawasi dari jendela saat seorang wanita yang memakai gaun tidur keluar dari rumah dan berbicara dengan Pak Dimas.
Wanita itu pasti pemilik rumah, pikir Darra. Kelihatannya masih muda. Apa dia tinggal di rumah itu sendirian? Seperti apa orangnya? Bisakah Darra tinggal bersamanya? Tapi kelihatannya orangnya dingin. Apa dia galak?
Mereka bicara cukup lama sebelum akhirnya wanita itu masuk ke dalam rumah, sementara Pak Dimas kembali ke mobil, dan membuka pintu mobil untuk Darra.
"Silakan turun," katanya. Darra turun dari mobil sementara Pak Dimas membuka bagasi dan mengeluarkan tas Darra.
"Sini, Pak. Biar saya bawa sendiri," kata Darra begitu melihat Pak Dimas menenteng tasnya.
"Enggak apa-apa. Sini, ikut saya," kata Pak Dimas. Ia berjalan duluan kemudian menurunkan tas Darra di depan pintu. "Saya antar sampai sini saja, ya. Nanti Non Darra langsung saja ketemu sama Bu Aline."
Setelah Darra menggumamkan terima kasih, Pak Dimas mengangguk ke arahnya kemudian kembali ke mobil, dan pergi dari rumah itu.
Darra berdiri mematung di depan pintu. Apa yang harus dia lakukan? Wanita itu bahkan tidak terlihat lagi. Darra melongokkan kepalanya ke dalam rumah. Ia melompat kaget ketika tiba-tiba terdengar teriakan dari dalam.
"Mundur! Buka sepatu kamu sebelum masuk ke dalam!"
Wanita yang disebut oleh Pak Dimas sebagai Bu Aline tadi sedang berdiri sambil berkacak pinggang. Darra menurutinya dan buru-buru melepas sepatunya sementara Aline memberi isyarat dengan tidak sabar agar Darra mengikutinya. Ia membawa Darra ke lantai dua lalu berhenti di sebuah kamar berukuran kecil di samping tangga. Aline mengeluarkan sebuah kunci lalu membuka pintu kamar itu.
"Ini tempat tidur kamu selama di sini," kata Aline sambil mencabut kunci tadi.
"Terima kasih," kata Darra gugup.
Aline hanya mendengus kemudian berjalan melewati Darra. Ia kembali menuruni tangga sebelum Darra sempat mengucapkan salam atau memperkenalkan diri. Darra hanya mengangkat bahunya. Ia bersyukur tidak perlu berbasa-basi dengan wanita itu. Darra membuka pintu ruangan itu lalu menyalakan lampunya. Ia tercengang.
Ruangan itu bukanlah kamar tidur seperti dugaannya. Tempatnya berdebu dan dipenuhi dus yang bertumpuk di sana-sini. Bahkan terlihat beberapa sarang laba-laba di sudut ruangan.
Darra mengernyitkan dahi. "Kok begini?" gumamnya. "Apa Bu Aline enggak hapal rumahnya sendiri? Masa enggak tahu yang mana kamar, yang mana gudang?"
Darra bergegas turun dan menemui Aline yang sedang membuat minuman di dapur.
"Maaf, Bu," kata Darra canggung karena bingung harus memanggil wanita itu dengan panggilan apa. Aline tidak menoleh dan terus mengaduk tehnya. "Kayaknya ada yang salah. Ruangan yang Ibu tunjukin tadi itu gudang, bukan kamar."
"Terus?" tanya Aline sambil membawa cangkir tehnya ke meja makan tanpa mempedulikan kehadiran Darra.
"Maksud saya—gimana saya bisa tidur di sana?" tanya Darra gugup.
KAMU SEDANG MEMBACA
Close To You
Teen FictionDarra hidup di sebuah panti asuhan sejak kecil. Saat dewasa, mau tidak mau ia harus meninggalkan tempatnya dibesarkan, dan pindah ke kota lain dengan keluarga barunya, yang ternyata tidak menerima kehadiran Darra di tengah-tengah mereka. Namun, kemu...