# 33

25 5 11
                                    

Pagi itu Darra duduk di halte sendirian. Ia berkali-kali melongok ke arah jalan dengan gelisah. Sudah beberapa bus dilewatinya dan sekarang jam menunjukkan pukul tujuh kurang lima belas menit, tapi Rin belum terlihat batang hidungnya. Ke mana dia? Kalau begini, mereka bisa terlambat. Darra menghela napas. Ia tidak menyadari sebuah motor berhenti di depannya.

"Kamu udah berangkat dari satu jam yang lalu, tapi masih duduk di sini?"

Darra menoleh dan melihat Abrar duduk di motornya. "Itu... aku nungguin Rin," jawabnya.

"Cepat naik. Nanti kamu terlambat," kata Abrar sambil mengedikkan kepala ke arah jok belakangnya.

"Tapi kalau nanti Rin datang, gimana?"

"Kalau dia enggak datang, gimana?"

Darra menggigit bibir bawahnya. Akhirnya ia menghampiri Abrar lalu naik ke motornya. Abrar melajukan motornya dengan cukup kencang hingga Darra terpaksa memegang pinggangnya erat-erat. Untunglah bel masuk belum berbunyi ketika mereka tiba di sekolah. Teman-temannya yang sedang nongkrong di depan gerbang langsung menyambut dengan ledekan saat motor Abrar berhenti di depan sekolah.

"Wah, jadi udah berani go public, nih?" ledek Fajri sambil membantu Darra turun dari motor.

"Aku bareng Abrar karena kesiangan, kok," gumam Darra. Setelah mengucapkan terima kasih pada Abrar, ia bergegas masuk ke dalam gedung sekolah.

"Kayaknya Abrar emang pacaran serius sama Darra," kata Agung pada Dika, sementara teman-temannya yang lain sibuk mengganggu Abrar dan mengikutinya ke parkiran motor.

"Maksudnya?" tanya Dika.

"Abrar kan enggak pernah peduli sama orang lain, tapi lihat perlakuan dia ke Darra. Dia bisa perhatian banget biarpun di depan orang lain." Agung mendekat ke arah Dika lalu berbisik. "Sebenarnya waktu itu gue pernah ngajak Darra ketemuan di dekat rumahnya. Gue mau nembak dia, tapi gue malah lihat dia sama cowoknya."

Tanpa sadar Dika merasa gugup. "Terus?"

"Waktu itu gue sedih banget karena gue sampai macet-macetan dan hujan-hujanan demi ketemu dia. Ternyata dia malah berduaan di taman sambil ciuman."

Ujung bibir Dika terangkat. Ternyata Agung memang melihat mereka. Namun, Dika ingat betul waktu itu ia hanya mencium pipi Darra.

"Gue sih enggak bisa lihat jelas siapa cowoknya, tapi gue rasa itu Abrar," lanjut Agung. "Rumah mereka deketan dan mereka jadi kelihatan akrab sejak diam-diam pulang bareng dari Senayan. Kan siapa yang tahu kalau sejak itu mereka pacaran? Apalagi Abrar sampai bela-belain dipukulin demi nolongin Darra."

Senyum Dika menghilang. Tiba-tiba ia merasa gerah dengan ocehan Agung. "Mereka enggak pacaran. Cowok yang di taman itu bukan Abrar."

"Apa? Emangnya lo lihat mereka juga?" tanya Agung bingung.

"Cowok itu gue," jawab Dika akhirnya. "Gue pacaran sama Andarra."

Agung mengernyitkan dahi. "Lo mau bohongin gue, ya? Sejak kapan lo pacaran sama Darra?"

"Gue serius. Dia bilang kalau dia suka sama gue, terus kita pacaran sejak dia kedua kalinya main ke rumah gue." Dika bangkit ketika bel tanda masuk berbunyi. "Gue emang enggak mau hubungan gue sama dia diketahui orang-orang, tapi gue juga enggak mau dengar dia digosipin sama cowok lain terus."

Dika melangkah masuk ke sekolah, meninggalkan Agung yang tercengang sendirian.

~***~

Darra duduk di mejanya sendirian sementara teman-teman sekelasnya kebanyakan keluar untuk mencari makan di kantin. Darra hanya melirik saat Rin berjalan melewatinya tanpa menegurnya. Ia juga agak jengkel karena ternyata tadi pagi Rin berangkat lebih awal dan tidak memberi tahu Darra hingga hampir membuatnya terlambat. Darra tahu Rin masih kesal karena menganggap Darra membela Emil, tapi Darra tidak mengerti kenapa Rin harus marah padanya.

Close To YouTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang