Pagi itu, Darra dan Rin baru saja tiba di kelas saat mereka melihat teman-temannya mengerumuni papan tulis. Rin langsung mengajak Darra untuk ikut melihatnya.
"Apa sih? Ujian kan baru selesai. Masa nilainya udah keluar?" tanya Rin.
Rupanya di papan tulis tertempel nama-nama siswa yang akan mengikuti program Sunday Meeting pelajaran English Conversation selama dua hari satu malam di Cimacan. Biasanya Sunday Meeting diadakan di sekolah setiap hari Minggu, tapi Darra tidak mengikutinya. Jadi dia tidak peduli dan kembali ke kursinya.
"Ra, nama kamu ada di sana!" ujar Rin yang menyusul Darra ke mejanya.
Darra tercengang. Bagaimana bisa namanya ada di sana, sementara dia tidak pernah mengikutinya? Bahkan namanya tertera sebagai ketua kelompok saat Darra kembali ke depan untuk memeriksanya. Mungkinkah ada kesalahan? Darra langsung menanyakannya pada Pak Rudi saat pelajaran English Conversation dimulai.
"Enggak, kok. Itu benar," jawab Pak Rudi. "Nama kamu memang dimasukkan sebagai ketua supaya bisa membimbing teman-teman kamu yang belum lancar."
"Tapi... saya enggak bisa bayar biayanya, Pak," kata Darra.
"Enggak apa-apa. Bebas biaya, kok. Udah termasuk di iuran yang biasa kamu bayar setiap bulan," balas Pak Rudi.
Darra langsung bersemangat. Bukan hanya karena ia dipercaya sebagai ketua, melainkan juga karena akhirnya ia bisa bepergian bersama teman-teman sekolahnya. Namun, Aline langsung menolak saat Darra meminta izin padanya.
"Saya enggak mau ngeluarin uang untuk kamu," kata Aline sambil mengunyah buah melonnya.
"Itu enggak bayar kok, Tante. Cuma tinggal ikut aja," kata Darra.
"Tetap saja. Emangnya kamu di sana enggak pakai jajan?"
"Enggak kok, Tante. Kan makan, transportasi, sama akomodasi ditanggung sekolah."
Aline mengibas-ngibaskan tangannya dengan tidak sabar. "Enggak usah ikut-ikut begituan segala. Apalagi dua hari. Mendingan kamu di rumah, beres-beres. Lumayan, daripada kamu main-main di luar."
Darra kembali ke dapur tanpa mengatakan apa-apa lagi. Ia sangat kecewa. Bagaimana dia harus menjelaskannya pada Pak Rudi?
~***~
"Andarra, ikut saya sebentar," panggil Bu Tike, wali kelasnya.
Darra mengikutinya ke ruang guru. Setelah itu Bu Tike memperlihatkan daftar nilai miliknya.
"Saya amati nilai-nilai kamu banyak yang mengalami penurunan," kata Bu Tike. Ia menunjukkan beberapa nilai yang turun dua puluh hingga tiga puluh persen. "Sebenarnya nilai-nilai kamu enggak terlalu buruk, tapi penurunan ini cukup jauh dibandingkan nilai-nilai kamu selama ini."
Darra memandangi daftar nilai di hadapannya. Dia sendiri tidak tahu mengapa nilai-nilainya bisa turun, padahal dia belajar seperti biasa.
"Saya sih enggak mau terlalu menekan kamu," lanjut Bu Tike. "Tapi kamu sudah kelas dua belas dan sebentar lagi akan menghadapi ujian. Jangan sampai nilai kamu semakin turun dan malah menggagalkan usaha kamu untuk masuk universitas. Kamu mau kuliah, kan?"
Darra hanya memandang Bu Tike. Ia belum memikirkan rencananya untuk melanjutkan kuliah atau tidak. Biaya kuliah cukup besar dan Darra tidak ingin dipusingkan olehnya. Bukan berarti papanya tidak bisa membiayai Darra untuk kuliah. Namun, dengan keadaannya bersama Aline seperti sekarang ini, Darra tidak ingin kuliahnya berhenti di tengah jalan hanya karena suasana hati Aline yang tidak bagus.
Setelah Bu Tike selesai menceramahinya, Darra berpamitan kembali ke kelas. Ia duduk di mejanya dan tanpa sadar menoleh ke arah meja Dika. Ah, mungkin ini yang membuat nilai-nilainya menurun. Darra jadi sering tidak fokus di kelas karena ia sering melihat ke arah cowok itu. Darra menghela napas. Ternyata bisa sekelas dengan Dika juga bukanlah hal yang menyenangkan.
KAMU SEDANG MEMBACA
Close To You
Teen FictionDarra hidup di sebuah panti asuhan sejak kecil. Saat dewasa, mau tidak mau ia harus meninggalkan tempatnya dibesarkan, dan pindah ke kota lain dengan keluarga barunya, yang ternyata tidak menerima kehadiran Darra di tengah-tengah mereka. Namun, kemu...