Darra berpegangan erat-erat pada jaket Dika sementara cowok itu mengendarai motornya dengan sedikit lebih kencang. Ia harus segera mengantar Darra sampai ke rumah karena jam sudah menunjukkan pukul enam sore. Mereka terlambat karena menunggu mamanya Dika yang sedang dalam perjalanan pulang. Namun, karena beliau terjebak macet, Darra terpaksa pulang tanpa menunggunya agar tidak kemalaman.
Akhirnya motor berbelok menuju taman di dekat rumah. Dika berhenti dan mematikan mesin motornya. Darra turun dari motor lalu membuka helm dan memberikannya pada Dika.
"Makasih," gumam Darra tanpa memandang ke arah cowok itu. Ia buru-buru berbalik untuk pergi, tetapi Dika meraih lengannya.
"An," panggil Dika. Darra berhenti, tetapi tetap tidak menoleh ke arahnya. "Yang tadi beneran?"
"Yang mana?" gumam Darra.
"Yang kamu bilang di rumahku tadi," kata Dika sambil berusaha melihat wajah Darra. "Kamu suka sama aku?"
Darra semakin menunduk. Ia mengangguk sebagai jawaban.
"Sejak kapan?"
Darra melirik Dika, sedikit jengkel. Cowok itu tidak berkata apa-apa saat di rumahnya tadi. Kenapa sekarang baru tanya-tanya?
"Kalau ditanya kapannya, ya enggak tahu," gumam Darra.
"Lihat ke aku, dong. Aku enggak bisa dengar suara kamu."
Darra mengangkat kepalanya sedikit. Dika sedang memandang penasaran ke arahnya.
"Terus kamu mau aku jadi pacar kamu?" tanya Dika tiba-tiba.
Darra langsung memalingkan wajahnya yang memerah. Bukankah mestinya dia yang bertanya seperti itu? Kalau begini, Darra harus menjawab apa?
"Enggak juga sih," gumam Darra. "Aku cuma mau ngasih tahu aja, kok."
"Oh gitu," kata Dika sambil tersenyum. "Ya udah, kamu pulang sana. Udah hampir malam. Nanti dicariin."
Darra mendongak dan melihat Dika yang menyalakan mesin motornya kembali. Cowok itu melambaikan tangannya sebelum melajukan motornya pergi. Darra berbalik sambil mengernyitkan dahi. Sepanjang jalan menuju rumah ia bertanya-tanya dalam hati.
Kenapa Dika langsung pergi begitu saja? Bukankah tadi dia menanyakan mau jadi pacarnya atau tidak? Kenapa Dika tidak memberi kejelasan? Apa Darra salah menjawab tadi?
Pikiran itu terus menghantui Darra sampai ke rumah, bahkan saat Aline memarahinya karena pulang malam. Wanita itu tidak peduli walau Darra beralasan ia mengerjakan tugas. Sebagai hukuman, Darra disuruh membersihkan seluruh rumah dan tidak boleh makan malam. Ia juga tidak boleh tidur sampai Aline pulang.
Setelah membukakan gerbang untuk Aline, Darra kembali ke dapur untuk mengambil peralatan bersih-bersihnya. Ia mendengar kakaknya menuruni tangga sambil berdecak.
"Ngapain pergi jauh-jauh. Kan bisa pakai laptopku. Cari masalah terus sih setiap hari."
Darra mendelik ke arah kakaknya yang berlalu sambil menenteng helm di tangannya. Dia bilang begitu untuk menyindir atau apa? Bukankah kemarin dia yang mengadu pada Aline kalau Darra ingin meminjam laptopnya?
Darra mengernyitkan dahi. Kalau diingat-ingat, kemarin kakaknya itu baru pulang jam empat pagi, sementara Aline membangunkannya sekitar tengah malam. Mungkinkah sebenarnya kakaknya belum melihat pesannya?
Setelah selesai membersihkan rumah, Darra langsung pergi ke ruangannya. Ia baru saja mengeluarkan bukunya untuk belajar ketika ponselnya bergetar. Darra memandangi nomor tidak dikenal yang muncul di layarnya. Siapa yang telepon malam-malam begini?
KAMU SEDANG MEMBACA
Close To You
Teen FictionDarra hidup di sebuah panti asuhan sejak kecil. Saat dewasa, mau tidak mau ia harus meninggalkan tempatnya dibesarkan, dan pindah ke kota lain dengan keluarga barunya, yang ternyata tidak menerima kehadiran Darra di tengah-tengah mereka. Namun, kemu...