Agung memandang Darra dan Abrar bergantian dengan bingung. "Kenapa Darra ada di rumah lo?" tanyanya pada Abrar.
"Menurut lo?" Abrar balik tanya. "Emangnya lo kira gue bercanda pas gue bilang ke Pak Puji kalau dia adik gue?"
Agung memandang Abrar sesaat sebelum akhirnya melongo. "Jadi... Lo sama Darra..."
Abrar menepuk lengan Agung. "Gue enggak tahu ada masalah apa antara lo sama Andarra. Mendingan sekarang kalian beresin dulu, gue mau siapin makanan."
Abrar pergi meninggalkan Darra dan Agung yang sama-sama termangu. Agung berdiri di depan pintu dengan canggung, sementara Darra masih duduk di tempat tidur tanpa berani menoleh ke arah Agung.
"Aku tahu kok kalau kalian kira aku sama Abrar pacaran," kata Darra, memecah keheningan.
"Aku enggak peduli," jawab Agung. Darra langsung menoleh ke arahnya. "Aku enggak peduli ternyata kamu kakak beradik sama Abrar atau kamu pacaran sama siapa. Aku udah enggak mau berurusan sama kamu."
Darra menatap Agung sambil tercengang. Ia ingin sekali bertanya kenapa, tapi seolah ada yang mengganjal di kerongkongannya.
Akhirnya Agung menoleh ke arah Darra. "Aku kan udah pernah bilang. Selama ini aku nganggap kamu sebagai teman dekat, tapi kamu enggak pernah memperlakukan aku seperti teman kamu. Aku udah pernah terang-terangan minta kamu untuk cerita sama aku, aku pengen jadi orang yang bisa kamu jadiin tempat bersandar, tapi kamu selalu menutup diri dari aku."
"Sekarang kamu udah tahu, kan?"
"Terus kamu kira aku peduli? Aku udah berhenti menganggap kamu temanku sejak kamu bohongin aku."
Darra terkesiap. "Aku udah pernah bilang kalau aku enggak bohongin kamu..."
"Tapi kamu enggak tahu apa yang sebenarnya bikin aku kecewa." Agung menghela napas. "Iya, aku ngaku aku emang ngajak kamu ketemuan di taman untuk nembak kamu, tapi kamu malah di sana sama cowok lain. Tadinya kukira kamu sengaja mau kasih lihat aku kalau kamu udah punya pacar. Malah aku milih mundur karena kukira itu Abrar, ternyata itu Dika."
Darra tercengang. Bukan hanya karena ia mendengar fakta bahwa Agung berniat menyatakan perasaannya, melainkan juga karena Agung mengetahui hubungannya dengan Dika.
"Dari mana kamu tahu soal aku sama Dika?" tanya Darra.
"Kok kamu kaget? Walaupun Dika nutupin kalau kalian pacaran, mestinya kamu tetap ngasih tahu aku, kan?"
"Dia minta aku enggak bilang siapa-siapa. Aku juga enggak tahu alasannya."
"Oke, untuk masalah itu, anggap aja aku percaya sama kamu," potong Agung. "Terus yang ini? Hubungan kamu sama Abrar?"
"Kenapa kamu cuma marah sama aku? Kenapa kamu enggak marah sama Abrar juga?"
"Aku udah lama berteman sama dia, jadi aku tahu dia orangnya enggak banyak cerita..."
"Kamu kan juga tahu sejak awal kalau aku orangnya juga enggak banyak cerita. Terus kenapa kamu bisa maklumin Abrar, tapi enggak bisa maklumin aku? Sekarang kamu tahu aku adiknya Abrar, pasti ada kemiripan dari sifat aku sama dia, kan?"
Agung membuka mulutnya, tetapi ia tidak menjawab, dan hanya memandangi ujung kakinya.
"Aku juga punya alasan untuk enggak cerita tentang hubungan aku sama Abrar yang sebenarnya," kata Darra dengan suara bergetar. "Aku enggak mau Abrar jadi bahan pembicaraan orang-orang di sekolah kalau mereka tahu dia punya adik dari panti asuhan. Aku enggak mau nyusahin dia, aku enggak mau bikin dia malu."
"Terus kamu kira aku akan jadi orang-orang yang ngomongin Abrar di belakang?"
"Kamu pernah jelek-jelekin aku di depan orang lain waktu kamu marah sama aku. Mana bisa aku percaya kamu enggak akan begitu lagi?!"
KAMU SEDANG MEMBACA
Close To You
Teen FictionDarra hidup di sebuah panti asuhan sejak kecil. Saat dewasa, mau tidak mau ia harus meninggalkan tempatnya dibesarkan, dan pindah ke kota lain dengan keluarga barunya, yang ternyata tidak menerima kehadiran Darra di tengah-tengah mereka. Namun, kemu...