# 41

45 5 2
                                    

Pagi itu Darra dan Rin baru tiba di sekolah. Saat memasuki gerbang, seperti biasa di sana terdapat Dika dan teman-temannya yang sedang nongkrong. Ujung bibir Darra sedikit terangkat saat ia bertemu pandang dengan Dika, sementara cowok itu melempar senyum ke arahnya. Kemudian Darra juga balas melambaikan tangan pada Agung.

Perasaan Darra menjadi lebih ringan karena hubungannya dengan Dika lancar dan ia juga berbaikan dengan Agung. Tentu saja Agung berjanji tidak akan membuka tentang hubungan Darra dengan Abrar di depan orang lain. Darra menyadari bahwa Agung memang sahabat yang baik.

"Kamu udah baikan sama Agung?" bisik Rin saat mereka berjalan melintasi lapangan.

"Udah kemarin," jawab Darra saat mereka masuk melalui pintu depan.

"Kok bisa?" tanya Rin sambil mencari buku jurnal kelas mereka.

"Abrar ngajak Agung ke rumah."

Rin tercengang. Darra hanya membalasnya dengan mengangguk. Beberapa hari ini pikirannya juga lebih tenang dan Darra bisa fokus pada pelajaran di kelas. Hanya saja, Pak Puji masih tidak mengizinkannya mengikuti pelajaran olahraga. Padahal kaki Darra sudah membaik.

"Hari ini kita ambil nilai lompat palang. Kamu buat laporan mengenai lompat palang saja sebagai gantinya," kata Pak Puji.

Sejujurnya Darra lebih menyukai pilihan itu. Ia lebih memilih berlama-lama di perpustakaan untuk membaca dan merangkum seluruh buku yang berisi lompat palang dibandingkan harus benar-benar melakukan lompatan itu sendiri. Namun, tetap saja Darra merasa risi karena hanya duduk sambil menonton teman-temannya bergiliran melompati palang penanda kelas yang pernah membuatnya terkilir itu. Bahkan beredar gosip bahwa murid-murid jadi takut melakukan lompatan palang setelah mendengar Darra terluka karenanya.

Darra memandangi teman-temannya, terutama Dika yang sedang mendapat giliran berlatih. Tiga bulan lagi mereka sudah melangsungkan ujian nasional. Begitu cepat waktu berlalu hingga akhirnya mereka lulus SMA nanti. Apakah keadaannya akan tetap seperti ini? Apakah mereka akan tetap berteman walau sudah terpisah? Dan apakah Dika menepati janjinya untuk tetap bersama dengan Darra?

Akhirnya seluruh murid selesai mengambil nilai bertepatan dengan bunyi bel tanda istirahat kedua. Darra bangkit lalu menghampiri Rin yang sedang mengobrol dengan Emil. Ia ingin segera kembali ke kelas untuk berganti pakaian lalu pergi ke perpustakaan. Namun, Darra merasakan ketukan di bahunya.

"Ke kantin, yuk," ajak Dika.

Darra sempat tercengang ke arah Dika. Ia hampir menjawab ia tidak ingin ke kantin, kalau saja Rin tidak mendorongnya dan mengatakan Darra belum makan sejak pagi.

Akhirnya Darra mengikuti Dika ke kantin yang sudah ramai oleh murid-murid. Darra duduk di salah satu meja sementara Dika pergi memesan makanan. Ia merasa gugup, terutama saat melihat Abrar, Agung, dan Ivan muncul sambil memandang berkeliling. Ivan menemukan Darra sedang duduk sendirian dan dalam waktu singkat mereka sudah menghampiri Darra dan duduk bersamanya.

"Sendirian?" tanya Ivan.

"Gaya lo kayak lagi godain cewek aja," kata Agung sambil mendorong lengan Ivan.

"Lah, apa yang salah dari pertanyaan gue? Kan enggak biasanya Darra ada di kantin, sendirian pula. Enggak mungkin kalau enggak ada yang ngajak, kan?" balas Ivan.

"Kamu mau makan?" tanya Abrar pada Darra.

Darra belum sempat menjawab karena Dika kembali membawa dua mangkuk ketupat sayur, lengkap dengan paha ayam dan emping.

"Kamu mau minum apa?" tanya Dika sambil meletakkan mangkuk di depan Darra. Tentu saja Ivan tidak melewatkan kesempatan itu.

"Ternyata diam-diam Dika cari perhatiannya Darra nih yaa," ledek Ivan.

Close To YouTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang