# 47

30 5 8
                                    

Darra berdiri sambil memandangi ujung sandalnya, agak jauh dari Dika yang duduk di bangku shelter. Mereka sedang berada di taman di dekat rumah seperti biasa.

"An," panggil Dika. Darra hanya melirik ke arahnya. "Duduk di sini sebentar. Gimana aku mau ngomong kalau kamunya berdiri di sana?"

Akhirnya Darra menghampiri Dika dan duduk di sebelahnya, walaupun ia masih memalingkan wajahnya ke arah lain.

"An," ucap Dika lagi. "Aku mau minta maaf karena udah salah paham sama kamu dan Abrar. Aku enggak mau nyalahin dia, tapi emang dia yang bikin salah paham karena enggak cerita apa-apa ke aku soal kamu."

"Aku bilang begini ke Agung kemarin, waktu dia pertama kali tahu soal aku sama Abrar," sela Darra. "Aku emang mutusin untuk enggak cerita ke siapa-siapa kalau aku ini saudaranya Abrar. Aku enggak mau Abrar jadi bahan pembicaraan orang-orang di sekolah kalau mereka tahu dia punya adik dari panti asuhan. Aku enggak mau nyusahin dia, aku enggak mau bikin dia malu."

"Iya, aku udah dengar itu," kata Dika. Darra menoleh ke arahnya.

"Aku juga tahu kamu malu karena punya pacar kayak aku. Makanya kamu minta aku untuk enggak cerita soal hubungan kita, kan?"

"An, bukan begitu maksud aku." Dika terkesiap saat melihat Darra memandangnya dengan mata berkaca-kaca. "Aku sengaja enggak mau orang-orang tahu soal kita karena... karena aku enggak mau kamu jadi bulan-bulanan Vina. Selama ini setiap ada cewek di dekat aku, Vina selalu nge-bully cewek itu. Biarpun Vina cuma ngelihat teman cewek yang nyapa aku, dia selalu berpikiran buruk."

"Dia tetap nge-bully aku walaupun kamu nutupin soal kita."

"Aku tahu. Aku jujur aja, selama ini ada dua atau tiga cewek yang pernah dekat sama aku, tapi cuma kamu yang aku minta jadi pacar aku. Makanya aku benar-benar ngejaga supaya Vina enggak tahu. Walaupun akhirnya dia tetap tahu juga."

Darra mendelik ke arah Dika. "Kamu enggak pernah minta aku jadi pacar kamu. Kamu bilang kita jalanin hubungan ini karena aku duluan yang bilang suka sama kamu."

Dika meraih tangan Darra. "Aku tahu dan aku menyesal. Setelah kita sama-sama terbuka, aku pengen kita mulai lagi dari awal. Kali ini enggak akan ada yang ditutup-tutupi lagi. Lagian kita udah selesai ujian, udah mau lulus SMA. Aku pengen ngejalanin hubungan yang lebih serius setelah kita lulus nanti. Kamu mau nunggu sampai kita pengumuman nanti, kan?"

Darra memandang mata Dika yang sedang menatapnya. Tatapannya begitu tulus. Mungkin kali ini Dika memang bersungguh-sungguh. Sejujurnya, walau Darra mengatakan bahwa hubungan mereka sudah berakhir, perasaannya pada Dika tidak ikut berakhir. Kenapa ia harus mengorbankan perasaannya sendiri demi menjaga perasaan orang lain, kan?

Darra mengangguk. Senyum menghiasi wajah Dika yang bisa Darra lihat dengan jelas walau saat itu mereka hanya diterangi oleh lampu taman. Jantung Darra berdebar cepat saat Dika mendekat ke arahnya. Wajah Dika hanya tinggal beberapa senti dari hadapannya, sontak Darra memejamkan matanya. Kemudian ia merasakan bibir Dika di bibirnya. Ciuman pertamanya.

~***~

"Jadi kamu balikan sama Dika lagi?" tanya Rin kaget.

Darra mengangguk dengan malu-malu. Ia langsung menenangkan Rin yang mulai memekik kegirangan, padahal mereka sedang di jalan menuju sekolah.

"Aku enggak tahu kalau ternyata dia orangnya romantis kayak gitu. Kan kamu tahu sendiri, dia orangnya suka ceroboh. Ingat, kan, dia pernah ke sekolah pakai sepatu yang beda sebelah?"

Begitu tiba di sekolah, seperti biasa Dika, Abrar, Agung, Ivan, Fajri, dan Emil sedang nongkrong di gerbang sekolah. Tanpa sadar wajah Darra memerah begitu ia bertemu pandang dengan Dika, terutama setelah Dika menciumnya semalam. Kali ini Dika tidak memalingkan wajahnya seperti yang biasa ia lakukan. Cowok itu tersenyum ke arah Darra lalu melambaikan tangan.

Close To YouTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang