Diatas pic. Zora.. ^^
Aku menatap lembaran-lembaran kertas usang yang menumpuk di mejaku. Kutata berdasarkan urutan tanggal terbit media berita itu satu persatu. Rasa penasaranku terhadap kematian kedua orang tuaku begitu kuat, sampai aku tak bisa tidur karena memikirkannya.
Kuhela napas untuk beristirahat sejenak sambil menatap lukisan wajah mereka. Tak habis pikir dengan berita-berita tentang mereka di masa lalu yang penuh kejanggalan.
"Rein, kau sedang sibuk?"
Aku menoleh saat seorang wanita membuka pintu kamarku. Segera kubereskan semua kertas-kertas itu secepat mungkin. "Bisakah ketuk pintu sebelum masuk ke kamarku?"
Bibi Erina melangkah masuk sambil memperhatikan kertas-kertas di tanganku lalu bertanya, "Sepenasaran itu kau dengan kisah kedua orang tuamu?" Ia menarik selembar kertas yang berada di tumpukan teratas. "Tidakkah kau mempercayai rumor yang beredar?"
Aku menghela napas sejenak, lalu menunjukkan salah satu kertas yang memberitakan perang terakhir mereka. "Rumornya, mereka saling mencintai. Tapi kenapa ayah mendeklarasikan perang pada Axylon saat ibu menjadi ratu penguasa di sana?"
"Kau tidak mengerti masalah yang mereka alami, Rein. Ada alasan tersendiri kenapa ayahmu melakukan hal itu."
"Bagaimana aku bisa mengerti?" rajukku jengah. "Kematian mereka saja sudah membuatku terpukul dan kebingungan saat itu. Dengan mengetahui masa lalu mereka, mungkin aku bisa menemukan jawaban."
Aku kembali menatap kertas yang tadi kutunjukkan pada bibi Erina dan membacanya sekalai lagi. Di sini aku menemukan kejanggalan yang membuatku bertanya-tanya.
"Bi, pada perang terakhir mereka, Vainea menang dari Axylon tapi kenapa ayah tidak melakukan invasi sedikitpun di tanah mereka? Sebenarnya apa tujuan ayah menyerang Axylon? Dan—." Aku menatap lembaran kertas berikutnya. "Ayah malah meminta ibu untuk mengundurkan diri sebagai ratu penguasa Axylon? Apa bibi mengetahui sesuatu kenapa ayah melakukannya?"
Ia menghela sejenak lalu duduk berhadapan denganku. "Rein, ayahmu melakukan itu karena ingin menjaga kedaulatan ibumu sebagai ratu Vainea. Beliau mencintai ibumu, itulah alasannya beliau mendeklarasikan perang."
Aku mengerutkan kening karena merasa aneh. "Jadi—maksud bibi, ayah menyerang Axylon hanya untuk membuat ibu mengundurkan diri dari Axylon?"
Ia mengangguk dengan santainya. "Memang seperti itu kenyataanya."
Aku mendengus tertawa, namun akal sehatku masih menolak alasan seperti itu. Tak kusangka, ayah akan melakukan hal kekanakan seperti itu.
"Tapi—jika mereka saling mencintai bukankah itu berarti komunikasi mereka sangat baik? Apa mereka tidak membicarakannya lebih dulu sebelum mengambil keputusan untuk berperang?" tanyaku lagi, masih tak menyangka.
"Rein, meskipun mereka saling mencintai, bukan berarti hubungan mereka baik-baik saja kan? Ditambah, terjadi kesalah pahaman di antara mereka yang membuat ayahmu terpaksa memutuskan untuk mendeklarasi perang pada ibumu, demi sebuah politik."
"Termasuk—pernikahan ayah dengan putri dari kerajaan Tryenthee?" tanyaku sedih, jika mengingat pernah membaca berita itu. "Apa itu termasuk politik ayah untuk menghadapi ibu?"
Bibi Erina mengangguk lagi, lalu menyeruput teh yang sudah tersedia. Namun matanya terlihat sendu dengan raut sedih. "Hubungan yang benar-benar rumit."
Aku menghela untuk kesekian kalinya, tak mengerti dengan apa yang ayah pikirkan. Bukankah—itu sama saja ia sudah mengkhianati pernikahannya dengan ibu? Hanya demi politik, beliau mengorbankan kesetiannya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Rein
FantasyIni adalah buku ke 3 dari seri Assassin, sangat disarankan untuk membaca 2 buku sebelumnya untuk mengurangi kesalahpahaman alur.. Kegelapan malam telah menyisakan sebuah penyesalan untuk memejamkan matanya. Rein, mencoba menyelidiki kasus kematian o...