Perang Penaklukan

142 37 30
                                    

Aku berhasil mempelajari sihir yang diberikan padaku selama satu bulan penuh sejak kedatangan dua Necromancer itu. Walau ada bagian yang sulit dan bahkan hampir merenggut nyawaku, tapi pada akhirnya aku bisa menguasainya.

Kudaku melaju bersama seribu pasukan di belakangku. Jubah mereka telah kuberi batu sihir klon agar jumlahnya berlipat. Masing-masing satu orang bisa di kloning seratus kali lipat. Jika aku membawa seribu, jumlahnya akan bertambah menjadi seratus ribu. Itu jumlah yang cukup untuk memporakporandakan satu kota di perbatasan.

Bukan hanya itu, batu sihir di jubah perang mereka juga terkoneksi dengan kekuatan sihirku agar stamina mereka tak surut dengan mudah.

Setelah berkuda sejak dini hari, akhirnya kami sampai di tepi Keylion. Ribuan pasukan sudah menghadang kami dengan senjata dan alat berat mereka. Hanya menunggu waktu hingga pasukan kami saling membentur kematian.

"Tembak!"

Sebuah bola api raksasa melesat dari arah benteng dan untungnya aku sudah mengantisipasi arahnya.

Kuangkat pedangku untuk memberi kode siap bertempur dan mereka pun turut mengeluarkan senjata. Para pemanah mulai menembakkan panahnya ke atas. Aku mulai mengaktifkan sihirku. Satu cahaya melesat ke arah pintu gerbang dan menghasilkan ledakan yang besar.

Aku menyeringai saat gerbang utama runtuh, sementara mereka hanya ternganga. Pasukanku terus melaju menembus benteng kokoh yang semakin melemah. Hanya dalam waktu beberapa jam saja, kami berhasil menguasai perbatasan.

Jeritan, tangisan dan erangan menggema di udara. Langit gelap diselimuti ratusan kematian yang mengepung saat pasukanku mulai memporak-porandakan pinggiran kota. Kepalaku menengadah ke atas sejenak, menikmati turunnya salju pertama.


'Aku sengaja membelinya untuk kita pakai pada musim dingin nanti. Setidaknya, kita harus memakai syal yang sama agar terlihat romantis.'


Ya, musim dingin akhirnya tiba. Waktunya begitu tepat untuk membekukan hatiku yang terasa mati.

"Luna, kita akan memakai syal yang sama, kan?" gumamku ditengah keributan yang berlangsung. "Tunggulah aku kembali."

Kudaku melaju lagi. Kutarik pedangku dan menebas segala yang kulalui termasuk kepala orang-orang tak berdosa. Pasukan kami kembali beradu saat pasukan Keylion mulai berdatangan secara serempak.

Dentingan senjata memenuhi pendengaranku yang peka dan aku menikmatinya. Aku tertawa saat butiran darah membasahi jubahku. Aku kembali mengeluarkan kekuatanku dan hanya satu detik, kepala mereka melayang tanpa harus kutebas dengan pedang. Tapi aku tak bisa menggunakan cara itu secara terus-menerus karena membutuhkan energi yang besar.

Aku terus melanjutkan perjalananku untuk menjamah seluruh wilayah Keylion. Bangunan megah kini tak ada artinya di tengah bara api yang mengamuk. Tak butuh waktu lama untuk melumpuhkan perbatasan dan kini, kudaku masih melaju menuju ibukota sambil memporakporandakan bangunan yang kami lalui.

Aku kembali mengaktifkan kekuatan sihirku dan terkoneksi ke seluruh kuda-kuda kami untuk mempercepat laju. Menggunakan sihir sebenarnya cukup melelahkan, tapi ambisiku yang sangat menggebu tak menyurutkan semangatku.

Sesuai prediksiku, aku tak bisa mendapatkan Keylion semudah itu. Entah kabar berita apa yang tersebar tanpa sepengetahuanku, tapi yang jelas, kini mulai muncul bala bantuan untuk Keylion di mulai dari Axylon.

Aku tertegun saat kudapati atribut kerajaan yang paling kujaga itu. Rupanya, pihak Axylon memutuskan untuk menjadi sekutu Keylion, sangat mengecewakan dan membuatku sedih. Tapi apa boleh buat, aku harus menyingkirkan mereka di medan pertempuran ini.

ReinTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang