Pinangan

170 43 39
                                    

___Empat bulan kemudian___

Tak terasa waktu berlalu sangat cepat, semua aktivitasku yang padat membuatku tak sadar kalau empat bulan sudah berlalu. Kini Vainea mulai mendekati stabil dengan cepat berkat bantuan Axylon. Mereka juga membantu Vainea mengirim bahan dan peralatan untuk membuat perahu para nelayan yang rusak.

Selain itu, minggu ini aku juga akan mendapat surat kelulusan. Pihak institute memberi ijin padaku untuk ujian di rumah dan aku berhasil menyelesaikannya dalam waktu kurang dari tiga bulan. Yah, bisa dibilang aku lebih bodoh sebulan dari Luna.

Namun, aku juga dilanda gelisah. Di bulan pertama, Zora rajin membalas suratku bahkan ia juga mengirim puisi padaku atas balasan puisiku. Betapa mesranya kami saat itu, walau hanya dalam bentuk bait di atas lembaran kertas.

Tapi tiga bulan terakhir ini, tak ada satu pun sepucuk surat darinya...sama sekali. Aku yang tengah dilanda rindu hanya bisa bersabar menantinya. Menunggu balasan atas surat-suratku yang terhantar padanya.

Terkadang aku berpikir, apa sedang terjadi sesuatu atau semacamnya di sana? Banyak prasangka yang mengusikku layaknya parasit yang membuatku khawatir, berharap ia baik-baik saja.

Dan karena itu juga, aku menyetujui saran bibi Erina untuk datang ke Keylion dan meminang Zora setelah kelulusan. Meskipun dia masih dalam masa pendidikan di Royale Institute, tapi seharusnya tak masalah jika kami memutuskan bertunangan lebih dulu sampai ia lulus.

"Zora, kenapa kau tidak membalas suratku lagi?" lirihku pada rintik hujan yang mendayu.

"Yang mulia, anda baik-baik saja?" tanya Luna yang sedang mengendarai kudanya dengan balutan mantel agar tak kehujanan, sama sepertiku. "Ada yang mengganggu pikiran anda?"

Aku terdiam sejenak, melirik sekilas ke arahnya. "Luna, aku...masih bingung kenapa Zora tidak membalas suratku lagi. Menurutmu...apa telah terjadi sesuatu padanya?"

Luna tampak berpikir sejenak. "Kapan anda terakhir mengirim surat?"

"Tiga hari yang lalu," jawabku sendu. "Apa...pihak institute menjagal surat-suratku?" Satu prasangka muncul lagi dengan cara yang tak masuk akal.

"Anda masih mengirim surat itu ke Royale Institute?" Luna mengerutkan kening seperti keheranan. "Apa anda tidak tahu kalau putri Zora sudah lulus setengah bulan yang lalu?"

"Apa?!" Bak disambar petir, sungguh! Aku baru tahu soal itu.

"Jadi anda sama sekali tak tahu?" Luna tampak keheranan. "Dan kabarnya, putri Zora sudah pulang ke Keylion seminggu yang lalu."

Aku mematung sambil menata pikiranku. "Tidak ada yang memberitahuku soal itu, bahkan Zora sekali pun."

"Tadinya saya ingin memberi tahu, tapi saya kira anda sudah mengetahuinya."

Kini benakku dipenuhi tanya. Kenapa Zora tak memberitahuku? Bahkan dalam surat terakhirnya, ia tak mengatakan apapun tentang ujian kelulusannya.

Apa mungkin...ia tak membalas suratku karena sedang sibuk ujian? Ya, mungkin saja. Tapi...setidaknya ia bisa membalas suratku setelah kembali ke Keylion kan?

Di tengah rasa gusarku, sebuah rencana bagus terbesit dalam benakku, seperti secercah kebahagiaan yang akan kuraih dalam waktu dekat. Kalau dia memang sudah lulus, bukankah ini waktu yang tepat untuk melamarnya?

Wajahku terasa memanas dalam ekspresi datarku, saat membayangkan momen mendebarkan itu tiba. Perutku seperti digelitiki sesuatu, membayangkan reaksinya ketika aku datang ke Keylion untuk meminangnya secara resmi.

Apa dia akan menunjukkan wajah malu-malu dengan pipi merona? Ah sial, pasti menggemaskan sekali.

"Kalau begitu...antar aku ke tempat pembuatan senjata."

ReinTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang