Permintaan

225 50 57
                                    

Di atas pic, Clara.. ^^

Aku sudah berada di arena latihan pagi ini, sesuai kesepakatan dengan Luna. Untung saja, kami diijinkan menggunakan arena latihan di luar jadwal. Gadis itu ternyata sudah menungguku lebih awal, lengkap mengenakan pakaian pelindung untuk berlatih.

"Maaf sudah membuatmu menunggu," ujarku, sembari mengenakan pakaian pelindung.

"Tidak masalah, yang mulia. Maaf jika permintaan saya telah mengganggu waktu istirahat anda di hari libur."

"Sekarang, apa kita langsung mulai saja bertandingnya?"

Luna mengangguk, lalu menyodorkan sebilah pedang dengan kedua tangannya padaku. "Saya akan melawan anda dengan sungguh-sungguh. Jadi, saya harap anda pun begitu."

Alisku terangkat sebelah. Untuk pertama kalinya aku ditantang oleh seorang gadis yang ingin melawanku dengan sungguh-sungguh. Sepertinya ini akan menjadi pertarungan yang menarik. Aku jadi penasaran seberapa besar kemampuannya menggunakan benda mematikan ini.

"Bersiaplah, yang mulia."

Suara dentingan pedang kami memecah keheningan di arena yang kebetulan sedang sepi, kecuali beberapa penjaga.

Aku dibuat terkejut saat ia memulai pergerakan lebih dulu. Tangannya begitu lihai untuk mengendalikan gerakan pedangnya, ia bahkan mampu memutar ujung pedangnya dalam waktu singkat untuk bertahan dan menyerang.

Gerakan tubuhnya juga begitu lincah dan cepat. Meskipun begitu, aku masih bisa membaca arah serangannya.

Ia mampu menutupi celah dirinya saat aku berusaha menyerangnya dan mengambil kesempatan. Pertahanannya begitu kuat dengan beberapa teknik yang membuat seranganku meleset.

Aku tidak tahu bagaimana ia bisa menguasai teknik sulit seperti itu. Tapi sepertinya, ia memang sudah terlatih sejak lama. Staminanya juga cukup baik untuk bertarung dalam waktu yang lama.

Aku kembali mengambil kesempatan untuk menyerang saat menemukan celah besar. Namun hebatnya, ia mampu menutupnya seketika dengan memutar pedangnya hingga senjata kami bersilang.

Menurutku, cara bertarungnya sedikit bersifat manipulatif, seolah-olah sengaja memancingku dengan celah palsu, lalu mengambil kesempatan untuk memberi serangan telak.

Tanganku bergerak cepat untuk menangkisnya seketika, menciptakan benturan keras pada mata pedang kami hingga telingaku sedikit berdengung. Tak lama, kami mundur bersama dan menciptakan jarak sebelum memulainya lagi.

Tak kusangka, Luna yang dari luar terlihat feminin ternyata memiliki kemampuan bertarung yang lumayan merepotkan lawan. Tubuhnya yang terlihat gemulai dan rapuh juga ternyata menyimpan stamina yang besar, sehingga sulit diprediksi kapan dia bisa ditumbangkan.

Setelah beberapa lama, akhirnya kami menyudahi pertarungan kami. Ia melepas pakaian pelindungnya, begitu pun denganku. Ujung poninya tampak basah oleh keringat, namun tak ada raut kelelahan yang terlihat.

"Bagaimana menurut anda, yang mulia?" Luna memasukkan pedang ke dalam sarungnya.

"Sungguh, aku tak menyangka dengan kemampuanmu. Sangat berbanding terbalik dengan penampilanmu yang kutahu selama ini," jawabku sambil mengelap keringat. "Sejak kapan kau berlatih pedang?"

"Sejak pertama saya dikenalkan pada anda di hari ulang tahun anda. Setelah pulang dari istana, keesokan harinya saya mulai berlatih, dibimbing oleh kakek saya."

"Sebenarnya, apa tujuanmu melakukan hal itu?"

Kami duduk di kursi yang tersedia dan meneguk segelas air.

ReinTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang