Aroma darah mengudara di medan yang sedu sedan. Aku bersimpuh di tengah ratusan mayat yang bergelimpangan, merengkuh sosok Luna yang tak bernyawa dengan kegelapan yang menyelimuti hati. Tangisan pilu menguasai diriku pada tangan yang ternoda, begitu menyesakkan dada.
Angin berbisik. 'Hukuman telah dimulai'
Aku membuka mata dengan tubuh mengerjap. Kudapati langit-langit kamar dengan peluh yang membasahi dahi. Sial, aku mimpi buruk lagi. Ini sudah ke tiga kalinya aku bermimpi hal serupa dan sampai sekarang, hubunganku dan Luna masih begitu dingin.
"Anda baik-baik saja?"
Aku teduduk saat Ezra bertanya. "Hanya sedikit mimpi buruk."
"Tadinya saya hendak membangunkan anda, tapi anda sudah bangun lebih dulu," ujarnya. "Anda sangat gelisah dalam tidur anda."
Kutatap anak berusia sepuluh tahunan itu. "Bocah, tidak biasanya kau membangunkanku. Apa ada sesuatu yang sangat penting?"
"Ya, maaf jika saya tak sopan karena mencoba untuk menggaggu tidur anda. Ada tamu dari kerajaan lain yang ingin bertemu anda."
"Siapa?"
"Ratu Zora dari Keylion."
Aku sedikit berang mendengar namanya. Wanita itu...untuk apa datang kemari? "Dimana dia sekarang?"
"Beliau menunggu di ruang tamu istana."
"Baiklah, aku akan ke sana," sahutku dingin dengan rasa sedikit enggan.
Aku segera berganti pakaian dengan malas lalu melangkah menuju ruang tamu istana di bangunan utama. Kuharap kali ini ia tak berulah, karena masalahku dengan Luna sudah membuatku sedikit lelah.
Tak butuh waktu lama untuk tiba di sana. Kulihat sosoknya yang tengah duduk santai sambil meneguk teh yang disediakan. Ia menoleh dan tersenyum saat pintu terbuka.
"Langkah kakimu membuat jantungku berdebar," ujarnya sambil meletakkan cangkirnya, lalu mengangguk hormat sebagai formalitas.
Aku balas mengangguk dengan sejuta kemalasan yang kutahan dengan sedikit kewaspadaan. Kemudian duduk berhadapan dengannya.
"Apa yang membuatmu jauh-jauh datang kemari?" tanyaku tanpa basa basi.
Ia mendengus tersenyum. "Kau sama sekali tak berubah."
"Aku tidak seperti dirimu yang bisa berubah dalam satu kedipan mata," sindirku halus.
"Dilihat dari wajahmu, sepertinya aku mengganggu waktu tidurmu. Bahkan setelah menjadi raja pun, kau masih bisa meluangkan waktu untuk tidur siang? Hebat sekali."
"Aku yakin kau datang bukan hanya untuk membahas tidur siangku. Itu bukan urusanmu."
"Aku mengenalimu dengan baik, Rein."
Aku mencubit keningku sejenak, berusaha untuk santai di situasi yang dingin ini. "Kau belum menjawabku."
"Baiklah, berhubung kau tak suka basa-basi aku akan langsung pada intinya." Zora menyodorkan gulungan perkamen. "Aku membawa surat penawaran untukmu."
Aku menerima gulungan perkamen itu dan membukanya. Keningku berkerut seketika saat membacanya. "Pertukaran tenaga kerja?"
"Ya. Seperti yang kita tahu, Vainea dan Keylion memiliki hubungan diplomatik dalam sektor perdagangan. Aku sudah memikirkan banyak hal agar hubungan diplomatik kita semakin erat. Dengan adanya pertukaran tenaga kerja, kita bisa mempererat kedekatan kita sebagai hubungan dua negara yang harmonis."
Aku tersenyum miring. "Apa di Keylion banyak masyarakat sipil yang tak mendapat pekerjaan sampai-sampai kau mengirim mereka untuk bekerja di luar negeri?"
KAMU SEDANG MEMBACA
Rein
FantasyIni adalah buku ke 3 dari seri Assassin, sangat disarankan untuk membaca 2 buku sebelumnya untuk mengurangi kesalahpahaman alur.. Kegelapan malam telah menyisakan sebuah penyesalan untuk memejamkan matanya. Rein, mencoba menyelidiki kasus kematian o...