Hari Para Raja

127 32 21
                                    

Dentingan peralatan makan menggema di ruangan yang sunyi. Tak kusangka, makan malam kali ini begitu dingin. Sampai sekarang Luna belum mengatakan apa pun mengenai kejadian tadi siang.

Sesekali aku melirik ke arahnya sambil mengunyah, wajahnya begitu tenang seperti biasanya. Jujur saja, ekspresinya yang seperti itu membuatku merasa tak enak hati. Ia seperti melarang orang lain untuk membaca pikiran dan hatinya.

"Luna," panggilku, memastikan reaksinya yang terasa salah bagiku.

"Ya?" sahutnya dengan nada ringan. "Apa kau perlu sesuatu?"

Aku terdiam atas responnya yang masih tetap sama, seperti tak terjadi apa-apa dan itu membuatku gemas dan sedikit kesal.

"Soal yang tadi siang, itu tak seperti yang kau pikirkan. Dia menggunakan batu sihir agar aku tak berkutik dan melakukannya padaku," ujarku menjelaskan. Ya apa pun rekasinya, aku harus meluruskan masalahnya.

"Aku tak ingin membahasnya."

"Tapi aku ingin kau mendengar penjelasanku. Aku tak ingin ada kesalahpahaman di antara kita."

"Apa kau...masih mencintai Zora walau hanya sedikit?" tanyanya, menatapku serius.

"Tidak sama sekali."

"Itu sudah lebih dari cukup untukku." Ia tersenyum.

"Kau...tidak marah padaku?" tanyaku memastikannya lagi, masih berusaha menggali pikirannya.

Luna terkekeh sesaat. "Apa kau berharap aku akan cemburu? Tentu saja aku cemburu melihatmu berciuman dengan wanita lain. Tapi..." Ia termenung sejenak. "Aku berpikir sekali lagi kalau...bisa dicintai olehmu saja aku sudah bersyukur. Selama tak melebihi batas, aku akan berusaha untuk tak mengeluh atau merajuk."

"Oh begitu." Aku manggut-manggut saat ia mengutarakan sebagian perasaannya.

Itu sudah cukup membuatku senang dan seperti dugaanku, dia memang menegarkan dirinya agar kecemburuannya tak berubah menjadi amukan yang memalukan. Dia sangat pandai mengendalikan dirinya, itu membuatku kagum.

"Yang mulia, maaf mengganggu waktu anda." Ezra datang dengan langkah cepat dan menyodorkan sebuah gulungan perkamen yang dikemas dengan mewah. "Ada kiriman untuk anda."

"Terima kasih." Aku menerima gulungan itu lalu membukanya.

"Kalau begitu, saya pamit undur diri. Silahkan nikmati kembali hidangan anda." Ezra membungkuk hormat sebelum akhirnya pergi.

"Apa itu?" tanya Luna.

"Undangan perayaan 'Hari Para Raja'," jawabku membeku saat tahu lokasi acaranya. "Acaranya tiga hari kedepan."

"Wah, akhirnya Vainea bisa hadir setelah belasan tahun tak ada yang bisa datang untuk mewakilinya." Luna menyeruput sup Asparagusnya. "Kali ini tuan rumahnya di kerajaan mana?"

"Keylion," lirihku, seperti mendapat firasat buruk. "Sesuai dengan undian pada perayaan 'Hari Para Raja' tahun lalu."

Luna mematung seketika. Walaupun wajahnya masih tenang, tapi sorot matanya dipenuhi kekhawatiran.

* * *

Hari para raja, sebuah perayaan tahunan mewah yang hanya dihadiri oleh para raja dan ratu. Di sana biasanya tak boleh membahas masalah politik dan lainnya yang berkaitan dengan kenegaraan. Yah, bisa dibilang perayaan itu hanya untuk bersenang-senang saja serta bebas tugas sebagai penguasa.

Selain itu, biasanya akan ada berbagai macam permainan seperti catur, adu minum, adu pedang dan beberapa permainan kartu. Hanya pada perayaan itu para raja lebih cenderung untuk membuka kepribadian masing-masing. Jadi jangan heran, kalau di sana para penguasa akan menanggalkan kewibawaannya.

ReinTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang