Kenangan Laut

166 44 4
                                    

Keesokan harinya, aku sudah bersiap untuk pulang. Jika menggunakan kereta kuda, sebenarnya bisa memakan waktu sekitar lima sampai enam hari kalau ditambah waktu istirahat.

Tapi waktu keberangkatanku ke Axiandra pertama kali, keretaku di tarik sepuluh ekor kuda sekaligus, itulah kenapa waktu yang kubutuhkan hanya dua sampai tiga hari saja.

Namun kali ini, Luna membawa kereta kuda yang ditarik oleh empat belas kuda Itu pun menggunakan kuda perang, sudah pasti memiliki kecepatan lari yang lebih tinggi dan fisik yang lebih tangguh.
Selain itu, ia juga membawa dua puluh pengawal lengkap.

Dengan begini, sudah dipastikan kami akan sampai di Vainea hanya dalam waktu dua hari saja. Atau bahkan tidak sampai dua hari jika kami terus melaju tanpa istirahat.

Aku membuka tirai jendela saat kuda melaju, menampakkan pemandangan indah di luar sana. Rasanya begitu penat karena ini akan menjadi perjalanan panjang. Selain itu, ada dua rasa yang kini bergelayut dalam benakku. Disatu sisi aku ingin segera sampai karena cemas dengan situasi di sana, tapi di sisi lain aku tak ingin pulang dan berpisah dari Zora.

"Yang mulia, kita akan menggunakan jalur Brixia." Kuda Luna kini sejajar dengan jendela keretaku.

"Bukankah itu akan memakan waktu lama? Kenapa kita tidak menggunakan jalur Keylion?"

"Pangeran Charlotte sudah mengetahui rencana kepulangan anda. Dan kemarin malam, saya tidak sengaja mendengar bahwa beliau merencanakan sesuatu untuk menghadang anda di perbatasan selatan Benriaco," jawabnya menjelaskan.

"Ah, pangeran sialan itu," desahku sedikit kesal.

"Setelah keluar dari perbatasan Brixia, kita akan berputar haluan ke arah barat untuk melewati Axylon," lanjutnya. "Anda tidak keberatan kan? Ini demi keselamatan anda."

Aku menghela sejenak. "Baiklah, gunakan jalur manapun asal bisa sampai."

"Baik."

Luna melaju mendahului keretaku menuju pengawal barisan depan untuk memberi komando. Jubah adipati yang ia kenakan membuatnya terlihat menawan dengan nuansa maskulin, ditambah dengan rambut yang dikepang menjuntai ke belakang, memberikan kesan tegas dan berani.

.

Akhirnya kami sampai di perbatasan Vainea setelah hampir empat hari berkuda tanpa istirahat. Sesuai perkiraanku, perjalanan melalui jalur Brixia memakan waktu lebih lama dan melelahkan, tapi kini tak masalah asal bisa sampai dengan selamat.

"Kereta putra mahkota datang!"

Aku membuka tirai saat mendengar teriakan suara anak-anak. Kulihat Luna sudah melambatkan laju kudanya. Ada tiga orang anak yang mengejar kereta kudaku, penampilannya begitu lusuh dan kumal.

"Yang mulia!" Mereka memanggilku berkali-kali.

"Ini ambilah!" Luna membungkuk dengan kuda melaju untuk memberi kantung roti berukuran sedang. "Di belakang masih banyak kuda pengawal. Menepilah, nanti tersambar kuda!"

"Terima kasih, nona!" teriak anak-anak itu dan berhenti mengejar.

Luna kembali mempercepat kudanya hingga sejajar dengan keretaku. "Kita sudah sampai Vainea, yang mulia."

"Siapa anak-anak tadi?" tanyaku.

"Mereka anak-anak dari wilayah pesisir yang mengungsi di tempat ini. Mereka senang melihat kedatangan anda."

"Ah, begitu? Sepertinya besok aku harus menyapa mereka," gumamku.

Setelah beberapa jam kemudian, akhirnya aku sampai juga di kota. Kedatanganku disambut dengan suka cita hingga jalanan yang kami lalui terasa sesak. Aku yang sudah lelah karena perjalanan panjang, hanya bisa duduk tenang tanpa merespon sambil menahan kantuk.

ReinTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang