Keesokan harinya, Luna datang menemuiku dengan membawa gulungan perkamen yang tampak elegan. Besi yang digunakan untuk menggulungnya dihiasi dengan ukiran yang elok dan menawan.
Dia bilang, ia menggunakan perkamen khusus agar tulisannya tak pudar dan mampu bertahan hingga puluhan tahun.
Aku menerimanya, kemudian membacanya. Kalimat yang ia gunakan membuat wajahku memanas seketika saking indahnya.
Aku yang tengah berlayar di atas harapan yang terhampar luas, kini mengarungi deburan rindu yang menggelegak. Mengantarku pada ujung dermaga, kala angin bertiup lembut bersama kidung merah merona dalam sebuah penantian.
Dariku, sebongkah hati yang kau tawan.
Rein.
Aku segera memunggungi Luna untuk menutupi wajahku yang tengah merona, walau dengan ekspresi datar. Hatiku tersenyum gembira saat membaca bait paling akhir yang sangat menyentuh itu.
Ah sial, kenapa aku malah terpesona oleh kalimat yang mewakili perasaanku sendiri?
"Ba-bagaimana, yang mulia? Apa...kalimatnya terlalu berlebihan?" tanya Luna memastikan.
"Bagaimana kau bisa merangkai kata-kata seperti ini?" sahutku tanpa menoleh.
"Saya akan merangkainya ulang jika anda tak menyukainya."
"Tidak." Aku memutar tubuh setelah berhasil mengendalikan rona di wajahku, masih memasang ekspreai datar, untuk menutupi perasaanku yang tengah berbunga. "Kalimat yang kau buat bagus sekali. Aku jadi penasaran bagaimana reaksinya saat membaca tulisan ini."
"Beliau pasti senang, yang mulia. Apalagi puisi ini dibuat dari perasaan anda."
Aku menggulung perkamen itu dan memasukkannya ke dalam tabung besi silinder untuk dikirim. "Ah, kudengar di asrama 'Putri', Zora adalah teman sekamarmu. Menurutmu...apa yang disukai olehnya? Apa dia menyukai bunga atau semacamnya?"
Luna mengangkat sebelah alisnya. "Wanita memang menyukai bunga, tapi tak semua wanita menyukai hal yang sama." Ia duduk tegak sejenak sambil melipat tangan di meja. "Yang saya tahu, beliau terlihat sangat menyukai Marmut."
"Ah, Marmut," gumamku membeo. Sejenak aku teringat binatang sialan itu, yang membuatku dihukum berkali-kali. "Selain itu?"
"Beliau juga sangat menyukai berbagai macam jenis pedang yang memiliki ukiran di bagian sisinya."
"Lalu?"
"Hmm...buku sejarah dan politik."
"Ada lagi?"
"Anggur."
Aku mengehela sejenak, karena tahu dia menyukai anggur hanya karena menutupi rasa sakitnya. Menurtuku...anggur tak dalam hitungan. "Tunggu, tidak ada sesuatu selain itu? Misal...perhiasan apa yang dia gemari atau mungkin jenis kain yang ia sukai?"
"Yang saya tahu, putri Zora tidak terlalu tertarik dengan macam-macam perhiasan. Kalau pun pakai, saya rasa...tak ada perhiasan atau bahan kain yang beliau sukai secara khusus."
Aku termanggut sejenak. Kalau begitu...tak ada pilihan selain yang tadi Luna sebutkan. "Baiklah, terima kasih atas informasinya dan juga sudah membantuku membuatkan puisi untuknya."
"Dengan senang hati, yang mulia."
.
Kini aku berkelut dengan pekerjaanku untuk memantau perkembangan Vainea berdasar beberapa data yang terlapor. Pengungsian bagian selatan mulai kehabisan pasokan makanan dan aku sudah memberikan surat perintah untuk memenuhi kebutuhan di sana.
![](https://img.wattpad.com/cover/266999568-288-k982124.jpg)
KAMU SEDANG MEMBACA
Rein
FantasyIni adalah buku ke 3 dari seri Assassin, sangat disarankan untuk membaca 2 buku sebelumnya untuk mengurangi kesalahpahaman alur.. Kegelapan malam telah menyisakan sebuah penyesalan untuk memejamkan matanya. Rein, mencoba menyelidiki kasus kematian o...